Sering kali kita lupa bahwa kenyamanan kita juga dipengaruhi oleh kenyamanan orang lain. Jika kita terlalu egois, kenyamanan itu tidak akan pernah tercapai. Kita tidak bisa mengharapkan orang lain berbuat baik kepada kita jika kita sendiri tidak pernah mencoba untuk berbuat baik kepada mereka.
Membangun Kebiasaan, Menjadi Budaya
Budaya tidak lahir dari semalam. Budaya adalah hasil dari kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang oleh banyak orang. Begitu juga dengan budaya bertransportasi. Jika kita ingin menciptakan sistem transportasi umum yang nyaman dan beradab, kita harus memulai dari kebiasaan-kebiasaan kecil.
Misalnya, kebiasaan mengantre dengan tertib saat menunggu bus atau KRL. Kebiasaan untuk memberikan jalan bagi penumpang yang ingin keluar terlebih dahulu sebelum kita masuk.Â
Lalu, ada kebiasaan untuk tidak membuang sampah sembarangan di dalam kendaraan. Kebiasaan-kebiasaan ini mungkin terlihat sepele, tapi jika dilakukan oleh jutaan orang, dampaknya akan sangat besar.
Di beberapa negara, kebiasaan-kebiasaan ini sudah menjadi budaya yang kuat. Penumpang tidak perlu ditegur oleh petugas untuk melakukan hal-hal ini. Mereka melakukannya secara otomatis karena mereka sadar bahwa ini adalah cara yang benar.Â
Mereka tahu bahwa dengan bertindak demikian, mereka tidak hanya membuat perjalanan mereka sendiri lebih nyaman, tetapi juga perjalanan orang lain.
Membangun budaya ini di Indonesia memang bukan hal yang mudah. Ini butuh waktu dan kesadaran dari semua pihak. Tetapi, kita bisa memulainya dari diri kita sendiri.Â
Satu tindakan kecil yang konsisten bisa menginspirasi orang lain untuk melakukan hal yang sama. Dari situ, perlahan-lahan, kebiasaan baik akan menular dan menjadi budaya yang kita banggakan.
Aturan Formal vs. Hati Nurani
Pemerintah dan operator transportasi sudah berupaya keras untuk membuat aturan-aturan formal. Ada larangan merokok, larangan makan dan minum, larangan berisik, dan sebagainya.Â