Bulan Juni selalu menjadi penanda berakhirnya tahun ajaran di berbagai jenjang pendidikan, mulai dari TK, SD, SMP, SMA, hingga SMK. Di momen ini, sebagian besar sekolah merayakan kebahagiaan kelulusan atau keberhasilan siswa, baik yang naik kelas maupun yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Perayaan ini bisa beragam bentuknya, seperti acara pelepasan sederhana, ajang kreativitas siswa, pentas seni, atau istilah lainnya yang sering disebut "samen" di beberapa daerah.
Acara semacam itu biasanya diisi dengan berbagai kegiatan, mulai dari pembukaan, pembacaan ayat suci Al-Qur'an, menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, sambutan-sambutan dari pihak sekolah dan perwakilan orang tua, hingga penampilan kreativitas siswa. Namun, salah satu momen yang paling menarik dan sering kali mengharukan adalah saat perwakilan siswa atau lulusan diberikan kesempatan untuk berpidato di atas panggung. Di hadapan banyak orang, mereka menyampaikan ucapan terima kasih kepada sekolah, berbagi kesan dan pesan selama menempuh pendidikan, atau menyampaikan harapan untuk masa depan.
Saat seorang anak berdiri di mimbar dan menyampaikan pidatonya, banyak manfaat positif yang bisa mereka dapatkan. Ini bukan hanya sekadar tugas atau formalitas semata, melainkan sebuah pengalaman berharga yang dapat membentuk karakter dan keterampilan mereka. Momen ini bisa menjadi titik balik yang menginspirasi, baik bagi si anak yang berpidato maupun bagi para hadirin yang mendengarkan.
Seperti yang terjadi hari ini, Sabtu (28/6/2025), dalam acara Paturay Tineung Pelepasan Siswa Kelas 6 Angkatan ke-23 SD Plus Al Ghifari Bandung Tahun Pelajaran 2024-2025. Acara ini diselenggarakan secara sederhana di gedung sekolah, tepatnya di Sport Center Al Ghifari, Jalan Cisaranten Kulon No. 140 Kota Bandung. Sosok yang berkesempatan menyampaikan pidato perpisahan mewakili teman-temannya adalah Arsyil Alhafidz dari kelas 6A.
Ketika Arsyil melangkah maju, sorot mata para guru, orang tua, dan teman-temannya tertuju padanya. Rasa gugup mungkin sedikit menyelimuti, namun momen ini adalah kesempatan emas baginya untuk tumbuh. Dampak positif pertama yang terlihat jelas adalah melatih keberanian. Berbicara di depan umum, apalagi di hadapan ratusan pasang mata, bukanlah hal yang mudah bagi siapa pun, apalagi bagi seorang anak. Namun, dengan berani melangkah maju dan menyampaikan kata-kata, Arsyil telah melewati batas kenyamanannya. Ini adalah langkah awal yang sangat penting dalam membangun rasa percaya diri.
Selain keberanian, pidato juga mengembangkan kemampuan komunikasi verbal. Arsyil harus memilih kata-kata yang tepat, menyusun kalimat dengan baik, dan menyampaikan pesannya secara jelas. Proses ini secara langsung melatihnya untuk menyampaikan ide dan perasaannya secara efektif. Dia belajar bagaimana mengorganisir pikirannya agar mudah dipahami oleh pendengar. Ini adalah keterampilan hidup yang sangat berharga dan akan berguna di berbagai situasi di masa depan, baik dalam lingkungan akademis maupun sosial.
Manfaat lain yang tidak kalah penting adalah meningkatkan rasa percaya diri. Setiap kalimat yang berhasil ia sampaikan, setiap respons positif dari audiens, akan menambah keyakinan pada dirinya sendiri. Rasa bangga karena berhasil menyelesaikan tugas besar ini akan membekas dan menjadi modal berharga untuk menghadapi tantangan-tantangan berikutnya dalam hidup. Keberhasilan kecil seperti ini membangun fondasi kepercayaan diri yang kuat.
Pidato perpisahan juga menjadi ajang bagi anak untuk mengungkapkan rasa syukur dan apresiasi. Arsyil memiliki kesempatan untuk menyampaikan terima kasih kepada para guru yang telah membimbingnya selama bertahun-tahun, kepada kepala sekolah yang memimpin, serta kepada staf dan karyawan sekolah yang telah menciptakan lingkungan belajar yang nyaman. Ungkapan terima kasih ini tidak hanya baik bagi dirinya sendiri, melainkan juga penting untuk menghargai usaha orang lain.
Lebih dari itu, momen pidato melatih anak untuk berpikir secara terstruktur. Sebelum naik ke panggung, Arsyil tentu telah mempersiapkan pidatonya. Ia harus merangkai pembukaan, inti pesan, dan penutup. Proses penyusunan ini melatih logikanya, membiasakan diri untuk menyusun argumen atau gagasan secara runtut dan sistematis. Kemampuan ini sangat krusial dalam memecahkan masalah dan membuat keputusan.
Selain itu, pidato juga mengasah empati dan kemampuan memahami perasaan orang lain. Dalam pidatonya, Arsyil mungkin juga menyelipkan kesan dan pesan untuk teman-temannya. Ia akan mencoba merangkai kata-kata yang bisa mewakili perasaan banyak orang, baik kebahagiaan maupun sedikit kesedihan karena perpisahan. Ini melatihnya untuk melihat dari sudut pandang orang lain dan menyampaikan pesan yang bisa diterima dan menyentuh hati banyak pihak.
Dari sisi pengembangan diri, pidato juga membantu anak mengenali dan mengelola emosi. Di hadapan banyak orang, mungkin ada rasa gugup, cemas, atau bahkan haru. Proses ini mengajarkan anak bagaimana tetap tenang, fokus, dan menyampaikan pesan meskipun ada gejolak emosi. Kemampuan mengelola emosi di depan umum adalah keterampilan yang sangat berguna di kemudian hari.