Mohon tunggu...
Jujun Junaedi
Jujun Junaedi Mohon Tunggu... Penulis dan Pendidik dari Bandung 31324

Pendidik dan pemerhati lingkungan. Aktif mengedukasi di sekolah berwawasan lingkungan di Kota Bandung sejak 1997

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

MBG: Antara Ada dan Tiada? Menelisik Rentetan Keracunan dan Validitas Algoritma Pangan

3 Mei 2025   06:04 Diperbarui: 3 Mei 2025   06:04 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi - Menu makan bergizi gratis (MBG). | KOMPAS.com/Egadia Birru

Tahun 2025 menjadi catatan kelam bagi implementasi program Makan Bergizi Gratis (MBG) di berbagai pelosok negeri. 

Alih-alih menghadirkan nutrisi dan kesehatan bagi para penerimanya, program yang diharapkan menjadi tonggak kesejahteraan ini justru dihantui oleh serangkaian kasus keracunan massal yang menimbulkan keresahan dan pertanyaan mendasar tentang keamanannya. 

Rentetan kejadian ini tidak hanya menimbulkan penderitaan bagi para korban dan keluarga, tetapi juga mengguncang kepercayaan publik terhadap fondasi dan pelaksanaan program MBG secara keseluruhan.

Gelombang kasus keracunan seolah tak berkesudahan, merobek harapan akan masa depan generasi yang lebih sehat. Cianjur, Jawa Barat, menjadi salah satu episentrum tragedi ini, dengan dua insiden terpisah pada Senin, 21 April 2025, yang menyebabkan 176 orang dilaporkan mengalami gejala keracunan. 

Jumlah korban yang signifikan dalam satu waktu menunjukkan adanya permasalahan sistemik yang perlu diinvestigasi secara mendalam. Kejadian ini menambah daftar panjang kasus serupa yang sebelumnya telah mencoreng citra program MBG.

Di wilayah Bombana, Sulawesi Tenggara, penyebab keracunan MBG terungkap sebagai menu ayam tepung yang telah basi. Temuan ini mengindikasikan adanya kelalaian dalam proses pengadaan, penyimpanan, atau distribusi makanan. 

Ayam tepung yang seharusnya menjadi sumber protein bergizi justru menjadi pemicu malapetaka kesehatan bagi para penerima program. Kasus ini menyoroti pentingnya pengawasan ketat terhadap kualitas dan kesegaran bahan makanan yang disajikan.

Tragedi serupa juga terjadi di Sukoharjo, di mana penyebab keracunan massal akibat konsumsi makanan dari program MBG diidentifikasi sebagai olahan ayam yang kurang matang. 

Kesalahan dalam proses memasak ini menunjukkan adanya potensi kekurangan dalam standar operasional prosedur (SOP) atau kurangnya pelatihan bagi pihak yang bertanggung jawab atas penyediaan makanan. Keamanan pangan seharusnya menjadi prioritas utama dalam setiap tahapan program MBG.

Jumlah korban keracunan massal di Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, mencapai angka yang mencengangkan. Dinas Pendidikan Kabupaten Tasikmalaya mencatat setidaknya 400 pelajar dan guru terdampak dalam insiden yang terjadi sejak Kamis, 1 Mei 2025, hingga Jumat, 2 Mei 2025. 

Skala kejadian ini menunjukkan adanya potensi masalah yang lebih besar dan melibatkan banyak pihak. Investigasi menyeluruh diperlukan untuk mengidentifikasi sumber utama kontaminasi dan mencegah kejadian serupa terulang kembali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun