Puncak pencapaian Yayuk Basuki di nomor tunggal pada ajang Grand Slam terjadi di Wimbledon 1997. Pada edisi tersebut, ia berhasil menembus babak perempat final. Ini adalah pencapaian terbaiknya di nomor tunggal Grand Slam sepanjang kariernya, sebuah torehan yang sangat membanggakan bagi Indonesia.
Perjalanan hingga perempat final Wimbledon 1997 menunjukkan kematangan permainannya. Ia bertarung melawan pemain-pemain terbaik dunia dan membuktikan bahwa petenis Indonesia memiliki potensi untuk berbicara banyak di level tertinggi.
Yang menarik, performa atlet bertinggi badan 164 cm ini di nomor tunggal malah semakin hebat menjelang akhir kariernya. Puncak ranking 19 dunia diraih pada Oktober 1997, tak lama setelah pencapaian perempat final Wimbledon di tahun yang sama. Ini adalah bukti bahwa Yayuk terus berkembang dan mencapai performa terbaiknya di usia yang matang.
Yayuk akhirnya mengundurkan diri dari nomor tunggal pada tahun 2000. Keputusan ini menandai berakhirnya era dominasinya di nomor tunggal, namun warisan dan inspirasinya tetap hidup.
Selain prestasi di panggung profesional internasional, Yayuk Basuki juga memberikan kontribusi besar bagi Indonesia di ajang multi-event. Ia adalah peraih total 11 medali emas di SEA Games, sebuah bukti dominasinya di kawasan Asia Tenggara.
Kontribusinya di ajang Asian Games juga tak kalah gemilang. Yayuk menyumbangkan total empat medali emas bagi Indonesia di Asian Games, yaitu pada edisi 1986, 1990, dan 1998. Medali emas ini datang dari nomor ganda putri (1986, 1990), ganda campuran (1990), dan tunggal putri (1998).
Salah satu momen bersejarah terjadi pada 17 Desember 1998, ketika Yayuk Basuki menjadi juara Asian Games 1998 yang digelar di Bangkok, Thailand. Kemenangan ini di nomor tunggal adalah penutup manis karier Asian Games-nya dan menjadi bukti bahwa ia tetap yang terbaik di Asia hingga akhir era 90-an.
Semua pencapaian ini, ranking 19 dunia, perempat final Wimbledon, semifinal ganda US Open, medali emas Asian Games dan SEA Games menggarisbawahi betapa istimewanya Yayuk Basuki. Dia bukan hanya sekadar petenis, dia adalah legenda, pembuka jalan, dan tolok ukur bagi generasi penerus.
Melihat kembali kejayaan Yayuk Basuki di panggung Wimbledon dan kancah dunia, muncul satu pertanyaan besar yang terus menggelayut di benak para pecinta tenis Indonesia yaitu Kapan akan ada lagi petenis kita yang "kembali memukul" di panggung sekelas Wimbledon? Kapan kita akan kembali melihat bendera Merah Putih berkibar di babak-babak akhir turnamen Grand Slam?
Harapan akan munculnya kembali prestasi seperti Yayuk Basuki begitu besar. Para penggemar tenis Indonesia merindukan sosok yang mampu menembus dominasi petenis-petenis dari negara lain, yang mampu bertarung setara di lapangan rumput keramat All England Club.
Kemunculan Yayuk Basuki di era 90-an membuktikan bahwa talenta Indonesia memiliki potensi untuk bersaing di level tertinggi dunia. Kini, tantangannya adalah bagaimana membina, mendukung, dan memotivasi generasi muda agar mampu mengikuti jejaknya, bahkan melampauinya.