Bulan Syawal, yang hadir setelah bulan suci Ramadan, bukan hanya sekadar penanda berakhirnya ibadah puasa, tetapi juga merupakan momentum kemenangan spiritual. Kemenangan ini diraih setelah sebulan penuh berjuang melawan hawa nafsu, meningkatkan ketakwaan, dan memperbanyak amal ibadah.Â
Di tengah euforia kemenangan ini, bulan Syawal juga menyimpan keistimewaan tersendiri, yaitu sebagai bulan yang dianjurkan untuk melangsungkan pernikahan. Di sinilah ungkapan "Yes, I Do!" menemukan relevansinya, sebagai simbol kesediaan untuk memasuki gerbang kehidupan berumah tangga yang penuh berkah.
Fenomena penghindaran pernikahan di bulan-bulan tertentu, termasuk Syawal, bukanlah hal baru. Sejak zaman jahiliyah, masyarakat Arab memiliki keyakinan bahwa bulan Syawal adalah bulan yang tidak baik untuk melangsungkan pernikahan, diyakini membawa kesialan.Â
Namun, Rasulullah SAW dengan tegas menolak keyakinan tersebut. Beliau sendiri menikahi Sayyidah Aisyah RA pada bulan Syawal, sekaligus membuktikan bahwa keyakinan tersebut tidak berdasar. Tindakan Rasulullah SAW ini bukan hanya sekadar contoh, tetapi juga merupakan sunnah yang dianjurkan bagi umat Islam.
Hadits riwayat Imam Muslim dari Aisyah RA, yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW menikahi dan menggaulinya di bulan Syawal, menjadi landasan kuat anjuran tersebut. Para ulama, termasuk Imam Nawawi dari mazhab Syafi'i, menegaskan kesunnahan menikah, menikahkan, atau berhubungan suami-istri di bulan Syawal.Â
Penjelasan Imam Nawawi bahwa perkataan Aisyah RA bertujuan untuk menyangkal kemakruhan menikah di bulan Syawal, semakin memperjelas bahwa anjuran ini adalah bentuk pelurusan tradisi yang salah.Â
"Yes, I Do!" di bulan Syawal, dengan demikian, bukan hanya sekadar janji antar pasangan, tetapi juga bentuk ketaatan pada sunnah Rasulullah SAW, dengan harapan meraih keberkahan dalam pernikahan.
Yes, I Do!" sebagai Simbol Ketaatan
"Yes, I Do!" sebagai simbol ketaatan dalam konteks pernikahan di bulan Syawal bukan sekadar ucapan janji antar pasangan, melainkan juga manifestasi kepatuhan terhadap sunnah Rasulullah SAW.Â
Mengucapkan janji suci di bulan yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW merupakan bentuk penghormatan dan cinta kepada beliau, serta harapan untuk meraih keberkahan dalam kehidupan berumah tangga.Â
Dengan memilih Syawal sebagai waktu pernikahan, pasangan menunjukkan kesediaan mereka untuk mengikuti jejak Rasulullah SAW, yang menikahi Sayyidah Aisyah RA di bulan yang sama.