Ramadan di Rusia, sebuah pengalaman yang tak terlupakan bagi sahabat saya yang tengah menimba ilmu di negeri beruang merah itu. Suasana kota yang biasanya ramai dan dipenuhi salju, berubah menjadi lebih syahdu dan khusyuk. Meskipun minoritas, umat Muslim di Rusia tetap menjalankan ibadah puasa dengan penuh semangat.
Sahabat saya bercerita, perbedaan waktu yang signifikan antara Rusia dan Indonesia menjadi tantangan tersendiri. Durasi puasa yang lebih panjang, ditambah cuaca dingin yang menusuk tulang, menguji kesabaran dan ketahanan fisik. Namun, semua itu terbayar dengan indahnya kebersamaan dan kekhusyukan ibadah.
Di awal Ramadan, masjid-masjid di kota tempat sahabat saya tinggal mulai dipenuhi jamaah. Suara lantunan ayat suci Al-Qur'an terdengar merdu, mengisi keheningan malam yang panjang. Suasana tarawih yang khusyuk, serta ceramah-ceramah singkat yang menyentuh hati, memberikan energi positif bagi para jamaah.
Salah satu tradisi unik yang sangat berkesan bagi sahabat saya adalah tradisi menanti lentera masjid sebagai penanda waktu berbuka. Di beberapa masjid, terutama yang memiliki menara tinggi, lampu-lampu akan dinyalakan saat waktu maghrib tiba. Ini menjadi sinyal bagi umat Muslim untuk segera berbuka puasa.
Anak-anak kecil di sekitar masjid sangat antusias dengan tradisi ini. Mereka akan berlarian di sekitar masjid, menanti-nanti cahaya lentera yang menyala. Saat lampu-lampu itu akhirnya menyala, mereka akan berteriak gembira dan berlari pulang, mengabarkan kepada keluarga bahwa waktu berbuka telah tiba.
Sahabat saya merasa terharu melihat keceriaan anak-anak tersebut. Tradisi sederhana ini, menurutnya, memiliki makna yang sangat dalam. Ini bukan hanya tentang penanda waktu, tetapi juga tentang kebersamaan, harapan, dan kebahagiaan.
Lentera masjid, bagi sahabat saya, bukan sekadar lampu penerang. Lentera itu adalah simbol harapan, simbol kebersamaan, dan simbol kebahagiaan yang terpancar dari wajah anak-anak.
Keceriaan anak-anak Rusia dalam menyambut waktu berbuka menjadi pemandangan yang menghangatkan hati. Mereka tidak hanya menunggu lentera masjid menyala, tetapi juga aktif mengabarkan kepada orang-orang di sekitar bahwa waktu berbuka telah tiba.
Sahabat saya sering melihat anak-anak berlari dari rumah ke rumah, berteriak "Waktu berbuka sudah tiba!" dengan suara lantang. Mereka seolah menjadi "pembawa kabar gembira" bagi komunitas Muslim di sekitar masjid.
Tradisi ini, menurut sahabat saya, mencerminkan semangat berbagi dan kebersamaan yang kuat di antara umat Muslim Rusia. Anak-anak dengan polosnya menjalankan peran penting dalam tradisi Ramadan, mengingatkan orang dewasa tentang pentingnya berbagi kebahagiaan.
Sahabat saya juga mengamati, anak-anak ini sangat menghormati orang yang lebih tua. Mereka akan menyapa orang dewasa dengan sopan, mengucapkan "Ramadan Mubarak" dengan senyum ceria.