Mohon tunggu...
Julius Deliawan
Julius Deliawan Mohon Tunggu... Guru - https://www.instagram.com/juliusdeliawan/

Guru yang belajar dan mengajar menulis. Email : juliusdeliawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola

Akhirnya Timnas Menjadi "Juara"

17 Desember 2016   23:07 Diperbarui: 17 Desember 2016   23:29 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tulisan ini bukan sarkasme, sama sekali bukan.  Karena pada hakekatnya kemenangan dari suatu pertandingan, tidak hanya melulu hasil pertandingan belaka.  Buktinya dalam kompetisi sepakbola masih ada alternatif pemenang yang lain; ada pemain terbaik, tim terbaik, dan terbaik-terbaik yang lain. Ini artinya, banyak hal dalam sebuah kompetisi bisa dijadikan sebagai pemenang. Tidak terkecuali kemenangan dari aspek mental, spirit atau bahkan ideologis yang pemaknaannya tidak hanya bernilai bagi tim, tapi juga penonton, penikmat sepakbola bahkan bagi mereka yang barangkali sama sekali tidak suka sepakbola.

Sebelas pemain di lapangan, tidak lagi manifestasi dari mereka sendiri. Mereka adalah bagian dari keseluruhan masyarakat pendukungnya. Setiap tendangan, tidak berdiri sendiri, ada jutaan kaki lain yang merasakan tendangan yang sama.  Semua larut dalam kegelisahan atau kegembiraan yang sama.  Nafas dan desah yang sama. Untuk membuktikan ini, saya sampai harus keluar rumah dan mendengarkan teriakan-teriakan dari beberapa rumah tetangga. Nyaris para tetangga menyuarakan suara yang sama di detik-detik tertentu, padahal  ada batas-batas tembok antar satu rumah dengan rumah yang lain. Sepakbola berhasil menyatukan jutaan manusia dalam satu desah nafas.

Di tengah semangat egosentris, sepakbola menyuguhkan oase. Menutup ruang sektarian, menyingkirkan primordialisme, seolah masyarakat berada di posisi yang sama. Berteriak, karena kegusaran yang sama dan untuk goal-goal yang sama pula. Alfred Riedle  bukan lagi bule yang orang asing, tetapi orang Indonesia yang bule. Tanda salib yang dibuat Ferdinand Sinaga, bernilai sama dengan doa-doa dalam lantunan yang berbeda. Kita punya Tuhan yang sama. Tidak ada masalah bagaimana caramu berdoa. Sepakbola, membuat banyak hal tidak lagi berjarak.

Belakangan tembok-tembok pemisah antar mereka yang berbeda di negeri ini semakin kokoh. Banyak tokoh pernyataan dan kehadirannya menegaskan perbedaan-perbedaan sesama anak bangsa. Optimisme bahwa kita bisa hidup bersama, berdampingan dengan rasa gembira semakin terkikis. Indonesia dengan cita-citanya, nyaris menjadi utopia belaka. Tetapi malam ini, sepakbola menghadirkan kembali optimisme itu. Mereka, para pemain itu telah memenangkan hati kami.  Saya berharap, kompetisi ini tidak berakhir malam ini. Agar kami masih punya teriakan-teriakan yang sama, merasakan desah kegembiraan atau kesedihan bersama. Memohon pada Tuhan yang sama. Dan masih banyak hal lain yang kami nikmati bersama. Terima kasih Timnas, memang kalian tidak membawa pulang trofi, tetapi bagaimanapun kalian adalah juara di hati kami @

Email ; presiden_smu@yahoo.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun