Mohon tunggu...
Julius Deliawan
Julius Deliawan Mohon Tunggu... Guru - https://www.instagram.com/juliusdeliawan/

Guru yang belajar dan mengajar menulis. Email : juliusdeliawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Ahok Masih Sendiri di Tengah Ramainya Dukungan

4 Februari 2016   22:38 Diperbarui: 4 Februari 2016   23:08 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya bukan pendukung Ahok, tetapi dalam beberapa hal mengikuti anjurannya. Naik transportasi umum, itu salah satunya. Lebih efisien, ketimbang harus jalan kaki Pondok Gede, Bekasi -Jakarta Pusat PP setiap hari. Jadi saya pikir jelas, kenapa saya bukan pendukung Ahok dan kenapa saya menggunakan transportasi publik.

Setiap hari, ada saja yang saya dengar tentang Ahok.  Di bus, mikrolet, atau kaki lima. Mulai dari kejujuran, tegas, konsisten hingga ke ngawur, otoriter dan kafirnya Ahok. Komplit! Sehingga jika dijadikan buku, barangkali belum selesai ditulis sampai Ahok pensiun. Kadang saya dipaksa juga ngebahas tentang sosok yang kontroversial yang satu ini. Misalnya waktu beli ketoprak di kaki lima, tukang ketoprak sambil berjualan terus nyerocos  tentang Ahok. Dia bilang, sejak ia kecil belum pernah ngelihat bagaimana kali di belakang rumahnya dikeruk. Tapi waktu Ahok berkuasa, kali itu dikeruk. Meski seringnya kalau hujan deras mampet lagi, masih dapat kiriman sampah darimana-mana. “Tetapi setidaknya, gubernur sekarang ada gawe-nya”. Suka nggak suka, sambil nelen ketoprak, saya telen juga tuh cerita. “Sekarang baru ngerasa punya gubernur”,  sambungnya sambil membuang daun bungkus lontong ketoprak yang saya makan. Tepat di selokan bawah gerobaknya yang nangkring di kaki lima.

Pernah juga, waktu siabang tukang ketoprak lagi cerita ketegasan Ahok, tiba-tiba ia berhenti cerita, dan cekatan membereskan dagangannya. Saya segera tahu, ada razia PKL oleh Satpol PP. Kini siabang lebih pontang-panting ketimbang dulu-dulu. Kalau dulu, dia selalu tahu kapan waktunya mesti gelar dagangan. Sekarang semua serba mendadak. Setelah Satpol PP berlalu, masih seperti dulu juga, segera mereka kembali ke tempat asalnya. Cerita pun berlanjut, “sekarang lurah ama camatnya pada cari muka”, lanjutnya sambil mengeluarkan beberapa makian khasnya. Saya hanya bisa nyengir.

Beberapa hari yang lalu, waktu saya nunggu mikrolet pas mau pulang, cuaca lumayan panas, tapi saya tidak punya pilihan, tetap harus nunggu agak ke tengah jalan. Bawah pohon, tempat tukang ketoprak biasa mangkal, penuh. Sepertinya ada rombongan yang lagi cari makan murah. Apalagi, ada banyak deretan PKL yang menyuguhkan beraneka panganan, sehingga setiap jam makan siang atau menjelang sore, trotoar sudah kayak pasar. Pengunjungnya juga parkir  di bahu jalan. Korbannya, ya orang-orang seperti saya ini. Tidak ada tempat, bahkan untuk sekedar berteduh menunggu angkutan umum. Semua sudah diokupasi. Padahal, jelas ada banyak tanda P coret di situ. Artinya jadi bukan dilarang parkir, tapi boleh parkir melintang.

Sayup-sayup saya dengar obrolan mereka. Juga lagi-lagi masih seputaran Ahok. Kebanyakan dari mereka kagum atas kerja Ahok. Bahkan beberapa diantaranya mengaku sudah mengumpulkan foto copy KTP-nya ke teman Ahok. Menurut mereka Ahok harus didukung untuk periode keduanya. Alasannya cukup jelas, ada banyak perubahan dipelayanan pemerintahan. Mulai dari kelurahan, kecamatan hingga ke kotamadya. Semuanya sudah serba transparan.

Lagi enak-enaknya menikmati makanan, saya melihat tukang parkir  mengingatkan mereka untuk segera membawa kabur mobilnya dari situ. Tak lama setelah itu memang saya melihat rombongan Dishub DKI melintas lengkap dengan mobil dereknya. Mereka yang tersisa, karena hanya sopirnya saja yang membawa kabur mobilnya, mulai ngomong macam-macam. Bahkan saya juga mendengar makian dari obrolan mereka. Karena satu diantaranya pernah terkena razia dan mobilnya dikempesin. Ada juga yang bilang jika pernah hampir di Derek, tetapi uang bicara dan batal dibawa ke kantor Dishub. Urusannya bisa ribet dan bayarnya lebih mahal. Kata mereka.

Di mikrolet yang membawa saya pulang ke Pondok Gede, saya jadi kepikiran. Sepertinya, Ahok masih punya banyak musuh, termasuk dari pengagumnya sendiri.  Karena kepedulian mereka, banyak yang palsu. Ini ditunjukkan dengan ada begitu banyak kontradiksi yang terjadi. Kagum kali dikeruk, tapi masih buang sampah di got. Berharap perubahan aparat pemerintahan, tetapi ketika mereka menegakkan aturan seperti yang Ahok minta, mereka dihujat, di sogok dan mungkin juga diancam. Sepertinya, Pak Ahok memang masih sendirian di tengah ramainya dukungan.

 

 

 

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun