Mohon tunggu...
Julius Deliawan A.P
Julius Deliawan A.P Mohon Tunggu... https://www.instagram.com/juliusdeliawan/

Julius Deliawan A.P adalah seorang guru dan penulis reflektif tentang pendidikan, sejarah, kemanusiaan, sosial dan politik (campur-campurlah). Lewat tulisan, mencoba menghubungkan pengalaman di kelas dengan isu besar yang sedang terjadi. Mengajak pembaca bukan hanya berpikir, tetapi juga bertindak demi perubahan yang lebih humanis. Email : juliusdeliawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Gerakan Tanpa Pemimpin, Evolusi Baru Aktivisme Gen Z

19 September 2025   07:10 Diperbarui: 22 September 2025   11:30 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi demonstrasi. (Foto: KOMPAS.com/RAMA PARAMAHAMSA)

Karena itu, banyak gerakan Gen Z menyebar cepat lintas kota dan negara. Milk Tea Alliance misalnya, tumbuh dari solidaritas online antara aktivis Thailand, Hong Kong, dan Taiwan, lalu menyebar ke Myanmar dan Filipina tanpa pernah punya ketua. 

Di Afrika Timur, jaringan aksi iklim yang dikelola puluhan pemuda Uganda dan Kenya berjalan dengan pola serupa: toolkit bersama, rapat daring, dan jadwal aksi yang bisa diunduh siapa pun.

Risiko: Kabur dan Rapuh

Namun, kepemimpinan cair bukan tanpa harga. Akuntabilitas kerap kabur---jika terjadi penyalahgunaan dana, siapa yang bertanggung jawab? Koordinasi pun rapuh: konflik kecil bisa membuat gerakan bubar karena tak ada mekanisme formal penyelesaiannya. 

Media dan pemerintah juga kesulitan menghadapi mereka, karena sistem masih mengandaikan adanya juru bicara resmi. Bahkan, model ini rentan infiltrasi: siapa pun bisa masuk dan mempengaruhi arah gerakan tanpa disadari. Seperti awan---indah, bebas, tapi bisa buyar bila tak dijaga disiplin internal."

Media dan Paradigma Wajah Tunggal

Media masih memakai kacamata lama: setiap gerakan butuh wajah. Ketika tidak menemukannya, jurnalis sering secara tidak sengaja menciptakan tokoh sendiri dengan memberi sorotan pada satu individu paling vokal. Ini bisa memecah gerakan---publik melihat figur, bukan kolektif; lawan politik menargetkan individu, bukan gagasan. 

Gen Z sadar betul hal ini, karena itu mereka menolak tampil sebagai "wakil". Melawan narasi personalisasi sama pentingnya dengan memperjuangkan isu utama.

Kepemimpinan cair bukan kekacauan. Ia hanya cara baru mengorganisir perlawanan di era di mana figur mudah diangkat dan dijatuhkan. 

Gen Z memilih menjadi jaringan, bukan hierarki; gema, bukan panggung. Mereka tahu satu suara keras bisa dibungkam, tapi ribuan suara kecil nyaris mustahil dipadamkan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun