Mohon tunggu...
Markus JuangCeme
Markus JuangCeme Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa Unikama

Seseorang yang belajar banyak hal

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Damai kami sepanjang hari (Lamalera)

20 Oktober 2020   17:11 Diperbarui: 20 Oktober 2020   17:42 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lamalera namanya mungkin tak seharum dan setenar desa Baduy, banten Jawa Barat, kampung adat Wae Rebo, Manggarai,Nusa Tenggara  Timur dan Desa Dayak Pampang, Samarinda, Kalimantan Timur serta desa Tenganan pegrisingan  Bali.

Lamalera adalah Desa nelayan di selatan pulau Lembata kabupaten Lembata Provinsi Nusa Tenggara Timur,  sejauh mata memandang   tampak kelihatan batu cadas mengelilingi pemukiman masyarakat Lamalera. Disana, melihat kebelakang  kita akan menjumpai batu wadas melihat ke depan akan berhadapan dengan laut sawu yang ganas. Sulit dipercaya   bahwa ada manusia tercipta dan hidup diatas bumi yang segersang itu.

Daerah dengan  pantai yang  hampir seratus persen beralaskan batu  cadas ini, melahirkan masyarakat yang dengan gagah menari dan berjoget  menaklukan derasnya arus gelombang laut selatan dan menaklukan mamalia terbesar di muka bumi ini yakni paus. Desa Lamalera merupakan desa nelayan pemburu ikan paus secara tradisional di manca negara ini, persebaran agama katholik pertama di pulau Lembata  dimulai di Lamalera, masyarakat Lamalera sangat percaya kehidupan mereka adalah penyelengaraan Illahi, disana kita akan bertemu dengan orang yang bangun dari tidur, berhenti bekerja  seketika dan berdiri tegak dimana saja apabila lonceng berbunyi  pagi hari, siang hari dan sore hari . Disana juga kita akan melihat kebersamaan kelompok yang saling melengkapi dan membantu sesama, hidup dalam persekutuan pledang (perahu tradisional masyarakat lamalera merupakan alat untuk menghidupi semua manusia dalam suku dan parah sekutunya). Kebersamaan berawal dari proses pembuatan pledang sampai pada pembagian hasil, semuanya mempunyai aturan, dari pembuatan pledang sampai pembagian hasil.

Masyarakat Lamalera membagi dua masa  melaut yakni masa  resmi turun ke laut (Leffa nuang)  dan masa selingan turun ke laut ( masa tidak resmi). Masa resmi turun ke laut atau biasa disebut musim leffa ini berlangsung dari bulan mei sampai bulan september,  musim ini nelayan Lamalera mengkhusukan diri untuk menagkap ikan paus atau mengambil kiriman tuhan ,musim leffa di awali dengan seremonial baik secara adat maupun secara agama, biasanya tiga hari sebelum nelayan secara resmi turun ke laut, masyarakat melakukan ritual tobu nama fatta ,duduk bersama di pinggir pantai membicarakan hasil tangkapan serta melakukan permintaan maaf antara sesama masyarakat lamalera dengan tuan tana, filosofi masyarakat Lamalera laut dan darat adalah satu, apa yang dilakukan di darat akan berpengaruh dengan hasil tangkapan di laut, jika terjadi kesalahan di darat maka dilaut akan tejadi sesuatu atau tidak mendapatkan hasil.rangkaian persiapan musim leffa diakhiri dengan misa leffa, misa leffa dilaksanakan untuk mendoakan arwah nelayan yang gugur di lautan.

img-20200806-061243-5f8eb4f204282456c81e4312.jpg
img-20200806-061243-5f8eb4f204282456c81e4312.jpg
Pembagian hasil dan aturan penangkapan

Tidak semua ikan paus bisa ditangkap, biasanya nelayan Lamalera menangkap ikan paus yang jantan yang sudah berumur tua, nelayan  dilarang untuk menangkap ikan paus yang sedang hamil, seandainya terjadi pengkapan dan di ketahui ikan sedang hamil, maka upacara seremonial akan dilaksanakan pada tahun berikutnya saat melangsungkan upacara tobu nama fatta atau duduk bersama di pinggir pantai.

Ada tiga patokan dasar dalam pembagian kelompok ikan khususnya ikan paus yaitu, bagian kepala untuk tuan tana( tana alep)  bagian  badan untuk awak perahu  dan ekor untuk juru tikam atau lamafa, pembagian ini dilakukan sejak dahulu kalah, dan semuanya merata dalam mendapatkan porsinya masing masing.Masyarakat Lamalera percaya ikan paus merupakan pemberian dari sang pencipta untuk menghidupi masyarakat kampung, filosofi ini yang membuat semua masyarakat memiliki rasah saling berbagi satu dengan yang lain,

Ini sungguh wow amazing !!!!  ikan sebesar rumah tidak merontak ketika di tikam, ditarik dengan tali mengunakan perahu kecil, selalu bernyanyi walaupun berhadapan dengan maut, susah dan senang selalu bersama, bagi tuhan tidak ada yang mustahil ,segalah sesuatu  yang dilakukan masyarakat Lamalera selalu di awai dengan doa dan akiri dengan doa, karena mereka  yakin ikan pemberian dari tuhan tidak akan menyusahkan  anak cucunya

Masyarakat Lamalera hidup dalam aturan dan aturan dilakukan dalam hidup, demikian utuhnya hubungan antara pencipta, manusia dan nuraninya  dalam kesatuan dengan alam.

img-20200807-090223-5f8eb68dd541df1fef702543.jpg
img-20200807-090223-5f8eb68dd541df1fef702543.jpg
Lamalera 5 agustus 2020 Senyum lebar dari selatan Lembata Lamalera

Kapan kaka nona dan kaka no berkunjung di sini

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun