Gubernur DKI Jakarta kembali mendapatkan kritikan dari masyarakat. Kali ini dari ormas Front Pembela Islam (FPI) yang tidak sepaham dengan kebijakan Anies.
Dilansir dari mediaindonesia.com, FPI menyayangkan kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan soal izin perhelatan musik Djakarta Warehouse Project (DWP) 2019. Anies pun dianggap tidak cukup mampu mengubah secara fundamental kebijakan Pemprov DKI Jakarta.
Keputusan Anies ini dianggap sangat kontroversial karena memberikan penghargaan terhadap industri "maksiat friendly" berkedok pariwisata.
Memang di daerah manapun tidak akan ada kepala daerah yang mengiyakan dan mengizinkan praktek prostitusi di daerah mereka. Terkecuali bila ada "lokalisasi" yang tepat dan tidak dekat dengan pemukiman rakyat dan diberikan izin pula.
Namun, kalau melihat Jakarta dan saya juga sudah pernah ke Jakarta sampai setengah tahun lebih melihat situasi Jakarta sudah sangat padat.
Bahkan, di gang-gang pun tak jarang dilihat diskotik kecil-kecilan yang dekat dengan rumah warga. Tentu ini sangat mengganggu sekali tentunya. Apalagi, diskotik yang ada di perkotaan, tentu sangat mengganggu.
Untuk "lokalisasi" pun harusnya jauh dari perkotaan maupun pemukiman warga. Sebagai gubernur, Anies Baswedan harus melihat itu dan tidak seperti mengizinkan praktik seperti itu daerahnya.
Memang kita akui juga bahwa waktu lalu Anies juga menutup Alexis yang merupakan tempat bar, karaoke, musik dan banyak lagi. Artinya, Anies komitmen dengan janjinya yang memang akan menutup Alexis tersebut. Tetapi, berbeda dengan apa yang dikritik FPI ini. Kali ini, Anies memberikan penghargaan bagi tempat yang mirip dengan Alexis. Anies pun menjadi dapat kritikan dan juga ketidakpercayaan khusus dari FPI.
Membaca segala ungkapan dari FPI yang juga mendukung Anies di pilkada Jakarta 2017 lalu sepertinya kecewa terhadap beliau.
Kepercayaan FPI ingin dengan dipimpinnya DKI oleh Anies dapat membawa perubahan yang berarti dan pembangunan Jakarta yang lebih religius ternyata sedikit runtuh.