Mohon tunggu...
Juanda
Juanda Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer Taruna

$alam Hati Gembira ...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

5 Alasan dan Sifat Penerobos Lampu Merah

24 Mei 2019   19:46 Diperbarui: 10 Juni 2019   11:06 1140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
traffic light tree, www.telegraph.co.uk 

"Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik."

Pada suatu petang di persimpangan jalan yang terdapat lampu lalu lintas (traffic light), terjadi sebuah dialog kagetan. Seorang anak muda mengendarai sebuah motor dengan taat, berhenti persis di belakang garis marka putih saat lampu menyala merah. Lalu saya berhenti pula di sampingnya, tetapi tidak terlalu merapat (dempet) dengannya.

Tiba-tiba dari belakang seorang ibu muda menerobos di antara saya dengan anak muda ini, dengan membunyikan klakson. Mungkin karena terlalu sempit (atau kesenggol), lalu tiba-tiba anak muda itu berteriak keras kepada Ibu muda ini dengan suara nyaring, "Mbak itu lampu merah, koq nerobos aja."

Teriakannya yang lantang itu, membuat saya berpaling melihat ke ibu muda yang menerobos dan cuek saja. Setelah itu saya melihat ke arah anak muda itu, yang masih mengomel sendiri sembari melihat ke saya.

Tak selang berapa lama dari belakangnya ada lagi yang ingin menerobos juga. Lalu anak muda ini sekali lagi berteriak, "Lampu merah, Mas," sambil tangannya menunjuk ke arah lampu yang sedang menyala merah tersebut.

Saat saya memperhatikannya dengan serius, sesungguhnya saya sedang tertawa 'ngakak' dalam hati. Mengapa? Karena anak muda itu, seakan menjadi seorang yang taat berlalu-lintas, hingga saat lampu menyala merah pun, dia berhenti dan tidak melanggar garis marka sekalipun. Padahal dia sendiri ternyata tidak menggunakan helm. Alamak. 

Sejarah Traffic Light
Pada tahun 1863 di Inggris, awalnya lampu lalu lintas masih berupa sinyal 'stop & go'. Kemudian berubah dengan menggunakan lampu yang memiliki dua warna saja, yakni hijau dan merah. Pemilihan warna itu juga terkait supaya yang buta warna, tetap bisa membedakannya.

Lalu J.P. Knight pada tahun 1868 memasang lampu lalu lintas yang pertama di bagian luar dari Gedung Parlemen di Inggris. Saat itu pengoperasiannya tidak menggunakan listrik melainkan menggunakan gas.

Petugas polisi harus mengendalikan lampu dengan tangannya dalam upaya untuk mengatur kendaraan yang menyeberang di Bridge Street, Great George Street dan Parliament Street di dekatnya.

Namun keberadaanya ini berumur pendek, karena terjadi suatu ledakan pada tahun 1869, saat terjadi kebocoran di saluran gas yang lewat di bawah perangkat itu meledak. Hal ini secara serius telah melukai petugas polisi yang mengoperasikan lampu. Semenjak itu tidak dipasang lagi.

Pada tahun 1912, Lester Wire, seorang mantan detektif di Salt Lake City, memiliki ide revolusioner yaitu menghadirkan lampu lalu lintas di Amerika. Selain itu, ada juga Garrett Morgan, seorang dari Ohio, yang berjanji akan meningkatkan keselamatan lalu lintas, setelah menyaksikan kecelakaan yang serius di jalan, dengan menggunakan lampu lalu lintas.

www.wired.com
www.wired.com

5 K Alasan
Kebiasaan. Karena kebiasaan melanggar lampu lalu lintas di kota kecil atau tinggal di pinggir kota, maka itu akan sulit untuk mengubahnya, tanpa adanya keputusan dalam diri. Saat tinggal di metropolitan atau megapolitan, maka perlu latihan untuk sadar senantiasa. Ini butuh perjuangan untuk mengubah kebiasaan itu. Bayangkan yang biasa tinggal di Jakarta atau Surabaya, saat berkendara di Singapore seakan tidak nyaman. Meski perempatan jalan sepi tatkala lampu merah, tetap harus berhenti.

Konsentrasi. Memang ada orang yang sulit konsentrasi karena faktor dirinya. Adapula yang lagi asyik memikirkan sesuatu atau ngelamun, maka bisa kebablasan saat lampu telah merah. Namun ada orang yang karena diajak berbicara ketika mengendarai, maka saat lampu telah menyala merah tidak diperhatikan.

Kepentingan. Ketika berkendara perut mules, maka bisa nyelonong saja saat lampu telah merah. Atau terlambat ke kantor, karena bangun kesiangan. Bisa juga ada panggilan mendadak dari atasannya. Atau alasan kepentingan-kepentingan lainnya yang tidak bisa ditunda kehadirannya. Namun yang paling penting ialah bisa lebih cepat sampai tujuan.

Keadaan. Ini ada kaitannya dengan alam. Pelanggaran ini terjadi karena matahari yang begitu terik dan menyengat panasnya atau sedang mendung dan mau turun hujan atau ketika hujan turun terlalu lebatnya. Ini tentu khusus untuk pengendara motor. Sedang ini juga sering dimanfaatin oleh para pengendara mobil, tatkala hujan begitu lebat dan angin bertiup kencang.

Kebersamaan. Nah, ini ada kasus lain. Karena melihat pengendara yang lain pada menerobos semua, maka akan ikut-ikutan pula. Menerobos berjemaah deh. Mungkin awalnya sudah berhenti namun diposisi paling depan dekat dengan garis putih. Lalu yang di belakangnya memberikan klakson terus menerus. Mau tidak mau akan bergeser ke depan dan bisa kebablasan jalan terus juga. Terlanjur basah deh.

5 T Sifat 

Tidak taat - sesukanya sendiri - malas ikut aturan. Perilaku ini memang diawali dari kebiasaan. Maka telah membentuk sifat seterusnya, untuk tidak taat. Dalam hal apa pun, ini bisa membentuk pribadi yang mudah meremehkan aturan, karena sejak dini telah terbiasa tidak taat. Ini masalah kecil, tapi bisa merebak ke sisi kehidupan yang lain.

Tidak fokus. Ada pribadi yang susah fokus. Bukan pula kategori kepribadian ganda atau ADHD. Tapi ketika di jalan senang lihat kiri dan kanan. Kalau diajak bicara akan berpikir topik yang sedang dibicarakan, namun tidak memperhatikan jalan. Mungkin sambil bermain smartphone.   

Tidak sabar. Memiliki karakter yang tidak sabar, maka ketika ada lampu merah bisa dianggap sebagai hambatan. Sehingga pada saat berhenti, dirinya menjadi tidak tenang dan ingin segera jalan saja. Mata akan melirik melihat situasi lalu, jika dirasa aman, maka akan menerobos.

Tidak peduli - egois - cuek. Seperti yang saya kisahkan di atas, ada seorang ibu muda yang menerobos lampu merah. Meski diingatkan, tapi tetap tidak peduli. Tetap jalan saja, meski dari sisi lain kendaraan juga lewat, karena lampu sedang hijau.

Tidak berpendirian - suka ikut-ikutan. Apakah ini pribadi yang labil atau fleksibel? Awalnya telah berhenti, lalu tiba-tiba juga ikut jalan, karena yang lain jalan. Pernah saya tanya kepada teman yang ikut-ikutan ini, "Awas ada polisi." Lalu dia menjawab, "kalau ketangkap sama-sama koq."

Kelima hal itu saling terkait, bukan? Apakah suatu alasan yang sering disajikan itu, lama kelamaan akan membentuk sifat seseorang? Ataukah dengan sifat tertentu, akan menjadikannya seorang ahli untuk membuat suatu alasan dan bahkan bisa menjadi pakar dalam merekayasa alasan?

Hal ini bisa diperhatikan pula dalam karir seorang politikus. Perlu diperhatikan saat awalnya sebelum berkecimpung dalam dunia perpolitikan, saat berpolitik dan ketika tidak lagi berada di panggung politik. Apakah ada perubahan perilaku ataukah tidak? Ini perlu kajian lebih khusus lagi tentunya.-

Bisa klik di IG Kompasiana:
https://www.instagram.com/p/Bx9CIGzJavJ/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun