Mohon tunggu...
Asaf Yo
Asaf Yo Mohon Tunggu... Guru - mencoba menjadi cahaya

berbagi dan mencari pengetahuan. youtube: asaf yo dan instagram: asafgurusosial

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Badarawuhi: Kualitas Meningkat namun Jumlah Penonton Merosot

15 Mei 2024   09:25 Diperbarui: 15 Mei 2024   12:11 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Halo semua, kali ini aku ingin membahas film tentang Badarawuhi. Saya Sudah ditonton dari jaman awal premiere sebenarnya Cuma baru ingin buat artikelnya sekarang. Menonton film ini juga karena ditangani oleh Kimo Stamboel langsung . Ekspekstasi saya tentu sangat tinggi saat sutradara dipegang oleh Kimo karena pasti lebih upgrade dibanding saat dipegang oleh Awi Suryadi.

Film ini menceritakan kisah 25 tahun sebelum film KKN Desa Penari. Menceritakan Mila, Yuda, Jito, dan Arya yang datang ke sebuah desa penari untuk bertemu dengan sesepuh desa. Berhubung sesepuh desa yaitu Mbah Putri sudah meninggal, maka mereka menunggu dulu untuk bertemu dengan mbah buyut. Kedatangan mereka untuk menanyakan kepada mbah buyut sebuah benda yang dimiliki oleh ibu dari Mila yang disebut Kawaturi.

Kedatangan mereka di desa tersebut segera bertemu dengan hal-hal gaib yang berkaitan dengan sosok Badarawuhi. Pertemuan dengan mbah buyut semakin memperjelas apa makna kawaturi itu bagi Mila dan ibunya.

Berhubung aku sudah menonton film yang pertama maka aku bisa mengatakan bahwa film ini mengalami peningkatan secara kualitas. Adegan yang paling kusuka adalah adegan para penari sedang menari Bersama-sama. Itu nuansa magisnya sangat terasa dan Kimo membuat tarian ini menjadi sesuatu yang enak untuk dilihat, bukan sekadar tarian hanya untuk tempelan saja.

Yuda, Jito dan Arya, aku tidak tahu apa peran penting mereka di film ini. Menurutku, tanpa mereka bertiga jika dihilangkan dari film ini tidak akan mengurangi rasa dari film ini. Peran mereka tidak signifikan yang melibatkan Badarawuhi maupun Mila.Aku jujur malah suka dengan karakter Ratih. Peran dia di film ini bukan hanya tempelan tapi juga terlibat langsung dalam kisah yang juga melibatkan Badarawuhi maupun Mila. Aktingnya sebagai orang desa juga ok punya. Ibunya Ratih, Jiyanti,merupakan calon penari yang hendak dipersembahkan oleh Badarawuhi sebelum akhirnya yang dipilih sebagai seorang dawuh adalah saudara kembarnya,  santika. Sementara itu Ibunya Mila, Inggri, merupakan puteri dari MBah Buyut yang membawa lari Kawaturi keluar desa agar tidak ada lagi tradisi dawuh di desa tersebut.

Ada adegan ikonik dari KKN maupun badarawuhi yang sama sama ditemui dan sangat memorable bagi saya, yaitu adegan meminum kopi untuk mengetahui sang peminum adalah calon dawuh atau bukan. Kalau di film KKN, desa digambarkan seperti desa mati, maka di film ini, desa digambarkan seperti umumnya desa yang memiliki kehidupan, para penduduknya dengan segala aktivitasnya, bukan seperti desa mati tanpa penghuni dan menurutku ini jauh lebih logis.

Adegan para calon dawuh dibawa ke pendopo untuk menari dengan ditutupi kain putih itu nuansa horornya dapat sih, seperti melihat sesuatu yang misterius. Di Film ini diungkap tentang tradisi ritual calon dawuh para penduduk yang jumlahnya harus 7 diantara mereka akan dipilih mana yang sesuai dengan keinginan sang Badarawuhi.

Style baju dari para tokoh aku suka suka aja karena mirip dengan nuansa jadul walau aku melihat rambut palsu Yudha dan Arya sangat terlihat sekali. Kupikir  mereka bakal memanjangkan rambut dan memotong rambut mereka agar sesuai dengan style tahun 80an, ternyata pakai wig. Style para penari juga menurutku sesuai , apalagi warna hijaunya ikonik banget.

Kengerian horror yang dibuat oleh Kimo bagi saya sih masih dalam taraf OK saja, walau saya inginnya lebih horror lagi dari yang ini tapi kalau dibandingkan dengan film pertama jelas film ini lebih mencekam. Adegan jumpscare menurutku kok tidak ada (atau aku yang terlewat ya?), tidak perlu terlalu banyak adegan yang mengagetkan sih, karena bagiku juga hal seperti itu tidak penting-penting amat. Situasi horror saja sudah bikin orang merinding kok daripada tiba-tiba dikagetkan begitu. Sosok Aulia Sarah masih sebagai Badarawuhi, Cuma menurutku dibuat lebih gelap, lebih horror dari film pertama sih, jadi benar-benar sesuai dengan

Aku masih bingung, mengapa Kawaturi itu harus dikembalikan? Mengapa Jiyanti sakit parah seperti itu? Apakah kalau Mila tidak kembali dengan kawaturi, maka Jiyanti dan Ratih tetap akan mati jadi dawuh sang Badarawuhi? Apa kaitannya kembalinya sang kawaturi dengan tradisi tarian calon dawuh? Bukankah tanpa kawaturi harusnya tetap bisa ada tradisi tersebut kalau mau? Terus apa makna kalau sang jin sudah memilih dawuhnya, maka dalam kotak akan diberikan kawaturi? Itu kawaturi untuk siapa? Atau sebagai tanda perjanjian antara desa tersebut dengan sang jin untuk melakukan ritual dawuh secara rutin?Asal muasal Badarawuhi itu seperti apa? Itu juga jadi pertanyaan, mengapa dia ada di desa tersebut?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun