Mohon tunggu...
Asaf Yo
Asaf Yo Mohon Tunggu... Guru - mencoba menjadi cahaya

berbagi dan mencari pengetahuan. youtube: asaf yo dan instagram: asafgurusosial

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pelajaran Eksak Lebih Penting dari Non Eksak?

13 Maret 2021   20:36 Diperbarui: 13 Maret 2021   20:51 12739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pernah tidak, anda bertanya pada siswa, atau orang tua murid , pelajaran apa yang menjadi momok bagi mereka atau anak-anak mereka? Kalau anda pernah bertanya maka akan ada satu kesimpulan secara umum. Apakah itu?hmmmmm, jadi penasaran.

Jawaban secara umum adalah , hamper semua akan mengatakan bahwa mata pelajaran eksak mafia (matematika, fisika, kimia) adalah pelajaran yang sangat penting. Karena sangat pentingnya, mata pelajaran ini menjadi momok bagi setiap murid. Kalau anak-anak tidak menguasai mata pelajaran ini, pasti mereka akan ikut les ini itu ini itu agar bisa menguasai dan mengerjakan tugas dengan baik.

Coba dicek, berbagai lembaga pendidikan diluar sekolah, pasti rata-rata akan ada les untuk pelajaran ini . Pelajaran ini seakan menjadi primadona dibanding mata pelajaran lain, misalnya pelajaran kewarganegaraan maupun agama. Semua murid-murid saya dulu pasti mengikuti les tambahan di luar sekolah untuk pelajaran matematika dan IPA (jika mereka masih SMP). Les-les tambahan yang kadang kala dilakukan setiap hari dan hanya menyisakan weekend sebagai hari libur. (lesnya bukan hanya pelajaran saja sih, tapi kebanyakan hanya berkutat di pelajaran yang lemah).

 Les ini akan semakin intensif kalau sudah memasuki masa final exam alias ujian akhir semester alias Penilaian Akhir Semester (PAS) yang pasti akan memicu orang tua untuk memfokuskan anak- anak mereka agar bisa mengerjakan dan menguasai pelajaran eksak itu. Hal ini terutama bagi anak-anak yang sudah mendapatkan warning dari sekolah dari hasil nilai akademis mereka yang sudah didapat selama hampir setengah tahun sebelum memasuki PAS ini. Dulu , sekitar 2-3 minggu, saya sebagai wali kelas bersama dengan wali kelas lain mulai akan melakukan pemanggilan orangtua kepada orangtua murid yang lemah dalam banyak mata pelajaran untuk menginformasikan masalah nilai-nilai tersebut.

Dari hasil pertemuan dengan wali kelas, orang tua murid akan semakin memahami kemajuan akademik anak mereka dan mereka tahu apa yang harus dilakukan. Dikarenakan sekolah saya yang dulu adalah sekolah swasa yang cukup bergengsi di Kota Surabaya, begitu para mama-mama mengetahui kemampuan anak mereka, mereka akan langsung mendatangkan guru privat untuk mengajari anak-anak mereka. Pada umumnya anak-anak yang dipanggil meman ganaka-anak yang prestasinya lemah di banyak mata pelajaran. Tapi di banyak pelajaran itu selalu diambil suatu tema umum, bahwa pasti nilai IPA dan Matematikanya sangat rendah. Nilai-nilai yang lain tergantung minat si anak. Ada anak yang nilai IPS cukup baik, atau PKN cukup baik. Atau ada yang juga jelek. Tapi untuk nilai matematika dan IPA selalu nilai jelek, mau anak anak model apapun.

Kalau dilihat, juga guru-guru mata pelajaran eksak seperti matematika maupun guru eksak lain selalu laku dalam memberikan pelajaran karena memang minat siswa akan pelajaran eksak itu sangat tinggi. Kalau ada permintaan maka akan ada barang tentu saja. Bukan berarti iri dengan guru eksak lho. Cuma disini kembali lagi, kenapa standar sekolah selalu melihat dari eksak. Bukankah tidak semua anak bisa dan mampu dengan pelajaran matematika. Mengapa harus dipaksakan harus menguasai?

Saat anak-anak ini naik ke jenjang berikutnya, apakah mereka benar benar membutuhkan pelajaran eksak itu? Itu kadang menjadi pemikiran saya. Toh faktanya saya sendiri sudah lupa dengan semua pelajaran IPA dan Matematika. Saya matematika hanya paham tambah kurang bagi kali. Sudah , itu saja. Saya tidak paham trigonometri, aritmatika, statistic dan lain sebagainya.

Anak-anak dimanapun , dari hasil pengalaman saya sebagai pendidik selama ini, selalu berpikir, ah, tidak perlu les pelajaran hafalan seperti IPS, kewarganegaraan, maupun Bahasa Indonesia. Terpenting suka membaca, itu saja. Pemikiran itu tidak salah sebenarnya, namun seringkali menjadi jurang pemisah antara pelajaran eksak dan non eksak. Pelajaran menjadi dikotak-kotakkan antara pelajaran penting dan tidak penting. Dalam benak anak , mereka cenderung akan menggampangkan dan menganggap remeh pelajaran non eksak yang bersifat hafalan. Waktu mereka lebih banyak untuk belajar ilmu eksak yang dianggap lebih berat dan lebih penting bagi mereka.

Saya ingin sebagai guru, kita menyadari bahwa tidak semua pelajaran itu harus dikuasai oleh anak. Semua guru harus memahami bahwa mereka belajar hanya di satu bidang saja, sementara peserta didik itu belajar banyak pelajaran. TIdak perlu membuat standar terlalu tinggi missal seorang anak tidak mampu di satu pelajaran terkait pelajaran eksak, maka harus ada penekanan yang besar terhadap anak itu untuk menguasai mata pelajaran itu dengan baik (walau ini juga terkait dengan Kompetensi inti dan kompetensi dasar sih, yang semua pelajaran itu pasti ada). BIsa jadi anak tersebut menonjol di bidang lain. Semua pelajaran itu memiliki nilai yang sama, sama sama penting untuk membekali anak dalam melihat dunia. Nanti kalau sudah melangkah semakin jauh, anak akan memilih mana yang ingin dipelajari lebih dalam.

Kalau memang anak itu kurang baik kemampuan akademisnya di bidang eksak setelah berusaha keras, ya sudah, itu memang kemampuan anak seperti itu. Saya malah lebih suka anak-anak dibekali dengan keterampilan lain diluar pelajaran sekolah yang memang perlu dipelajari lebih dalam, misalnya keterampilan bermain musik, Bahasa asing, maupun olahraga dibanding sekadar pelajaran sekolah. Sungguh sangat membosankan bagi saya pribadi, apabila di sekolah saya belajar pelajaran, kemudian di rumah juga masih belajar pelajaran sekolah lagi. Menurut saya, itu lebih dibutuhkan dalam skala lebih luas sih.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun