[caption id="attachment_357483" align="aligncenter" width="150" caption="johangeograf.blogspot.com"][/caption]
Saya buat tulisan ini gara gara liat salah satu foto lucu yang terdapat di internet, dan jujur bikin saya tertawa. Bojo, panggilan dalam bahasa jawa yang diartikan sebagai pasangan, entah suami atau istri, aku due bojo, saya memiliki pasangan (suami/istri) yang resmi. Dulu wktu masih kecil saya melihat panggilan seperti itu sah sah saja terhadap pasangan suami istri. Namun seiring bertambah besar dan melihat, maka panggilan bojo bukan panggilan untuk pasangan yang resmi, bahkan untuk pasangan yang baru pacaran maka menyebutnya bojo sudah hal yang lumrah. “ ini waktunya ketemu bojoku, aku kudu njemput bojoku. “ dulu saya langsung bertanya, “ oh istrinya kerja di mana memangnya mas, atau istrinya ada di mana?” tapi jawabannya ternyata kalau yang dimaksud bukanlah istrinya, melainkan pacarnya saja.
Begitu juga halnya sekarang ini saya dengan mudah menemukan pasangan yang belum menikah, bahkan masih kuliah, lebih ekstrim masih SMA sudah dengan percaya dirinyamemanggila panggilan papa mama, seorang rekan bahkan menemukan muridnya yang masih SMP sudah biasa memanggil ayah bunda untuk pacarnya. Hal yang mungkin tidak akan ditemui pada masa masa sebelumnya. Atau mungkin sudah ditemui tapi dengan kuantitas yang masih terbatas.
Mungkin saya harus mengubah mindset saya bahwa memanggil papa mama, ayah bunda, papi mami untuk pasangan yangbelum menikah adalah sah sah saja. Sebuah panggilan yang bagi saya dulu merupakan panggilan sacral yang menunjukkan bahwa kita sudah menikah, bukan sekedar panggilan akrab. Ya saya sih biasa manggil papi mami untuk orang dan teman akrab saya sih, karena memang orangnya dewasa dan dipanggil papiatau mami oleh komunitasnya namun bukan dalam hubungan yang special.
Menurut saya ini termasuk bentuk perubahan social dalam masyarakat. Hal yang dulu dianggap tabu dan intim suci mulai bergeser nilainya menjadi hal yang lumrah. Hal ini memang tidak bisa digeneralisir bahwa semua masyarakat akan menolak system seperti ini, hanya saja dalam masyarakat atau komunitas tertentu bisa jadi nilai nilai ini telah mengalami perubahan. Jika dulu panggilan bojo merujuk pada suami istri maka sekarang bisa merujuk pada panggilan pacar tanpa harus terikat dalam perkawinan. Begitu juga halnya dengan panggilan ayah bunda, papa mama yang menggejala dan sering saya temui dalam masyarakat.panggilan ini akan menjadi hal yang wajar dan lumrah jika tidak ada resistansi dari masyarakat tersebut, artinya baik generasi muda, maupun orang tua alias generasi tua tidak melakukan resistensi dan meanggap hal ini biasa biasa saja , bukan sesuatu hal yang perlu di takutkan. Hal ini bukanlah suatu hal yang bisa menjadi masalah serius dikemudian hari.
Hanya saja dulu waktu saya sering mendengar istilah istilah ini dilontarkan oleh pasangan yang belum menikah, saya sedikit kuatir, apalagi bagi yang masih ABG, bahwa secara tidak sadar juga akan berpikiran bahwamereka adalah pasangan dan tidak ada salahnya melakukan apa yang biasa bojo, papa mama lakukan, tidak sekedar hal hal yang biasa dilakukan oleh mereka yang masih pacaran, karena panggilan papa mama, ayah bunda, bojo sudah masuk ke level yang lebih intim.
[caption id="attachment_357484" align="aligncenter" width="150" caption="johangeograf.blogspot.com"]

Hal yang paling lucu adalah jika sudah biasa manggil papa mama baik secara pribadi atau di depan umum, kemudian tiba tiba putus seperti pada foto di atas, kira kira perasaannya gimana ya? Adakah rasa malu? Hahahaha mungkin tidak, menjadi hal yang biasa mungkin. Mungkin hanya perasaan saya saja. Mungkin rasanya ya sama aja seperti waktu manggilnya sekedar sayank, honey, beby, tidak ada bedanya dengan panggilan papa mama ayah bunda. Bukankah maknanya memang sudah mengalami pergeseran? hahahaha
Sebagai guru, saya sangat kuatir itu terjadi oleh generasi muda kita. Ok lah, bagi yang sudah dewasa, sudah bekerja, maka saya tidak ambil pusing terhadap panggilan mesra yang sangat intim seperti ini, tapi bagi yang masih sekolah, bahkan yang masih SMP, maka saya sangat keberatan dan kuatir akan terjadi hal hal yang tidak diinginkan. Dan bagi saya hal ini sangat mengganggu mengingat usia mereka yang masih sangat muda dan belum terlalu paham tentang hal hal seperti ini (bukan karena saya iri lho ya, hehehe)
Lebih baik mencegah daripada menyesal di kemudian hari. Aya mencoba membayangkan hal yang terburuk dalam pikiran anak anak seperti ini misalnya mereka menginginkan lebih, terus di tolak terus mengatakan , “ masak mama gak mau ngasih ‘itu’ kepada papa sih, katanya sayang,” kria kira responnya gimana, karena alam bawah sadar sudah tercetak bahwa paggilan mesra seperti itu maka otomatis juga boleh dunk kalau melakukan hal yang biasa dilakukan oleh bojo, atau papa mama yang asli.
Semoga saya kuatir terlalu berlebihan. Mungkin orang tua yang sudah memiliki anak beranjak dewasa bisa memberi saran dan pendapat mengenai hal ini?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI