Mohon tunggu...
Jakarta Property Institute
Jakarta Property Institute Mohon Tunggu... Lainnya - Non Profit Organization

Lembaga non profit yang memiliki misi untuk membuat Jakarta lebih layak huni, dan meningkatkan pertumbuhan sektor properti di Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Masalah Parkir di Jakarta (Frequently Asked Questions)

20 Oktober 2020   11:09 Diperbarui: 20 Oktober 2020   11:23 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Transportasi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Wirestock

Selama ini semua orang berpikir bahwa parkir di Jakarta adalah suatu kebutuhan. Tapi benarkah? Parkir atau ketersediaan ruangnya malah mendorong orang untuk membawa kendaraan pribadi yang akan bersumbangsih pada kemacetan. 

Parkir sebenarnya adalah faktor yang sering diabaikan padahal berkontribusi terhadap krisis perumahan kota dan kurangnya ruang terbukan hijau. Terlebih lagi, tanpa disadari, semua orang termasuk yang tidak memiliki kendaraan ikut mensubsidi parkir lewat peraturan pemerintah. Bukannya meringankan beban kota, parkir justru memperberat perkembangan kota bagi penduduknya                                                                              

Bagaimana sebenarnya masalah parkir? Bukankah lebih banyak lahan parkir lebih baik?

Pemilik gedung terikat oleh peraturan parkir ketika mengembangkan mal, gedung perkantoran atau apartemen. Peraturan Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir ini sebenarnya sudah sangat ketinggalan zaman, yaitu dibuat tahun 1996. Peraturan ini mensyaratkan kuota minimum parkir di setiap bangunan. Persyaratan ditentukan oleh rasio satu satuan ruang parkir dan luasan meter persegi tertentu tergantung pada jenis pengembangan. Peraturan lainnya (Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2012) membatasi tarif yang dibayarkan pelanggan sebesar Rp 5.000 per jam. Ini membuat tarif parkir luar biasa rendah.

Rendahnya pendapatan parkir tidak sebanding dengan biaya konstruksi dan ruang yang dipakai, terutama parkir di bawah tanah. Sebuah mobil membutuhkan rata-rata 22 hingga 27 meter persegi untuk memperhitungkan jalan masuk, jalan landai, ventilasi, dan lainnya. Sedangkan parkir yang di luar gedung, meski ongkos pembangunannya lebih murah, luasannya menghabiskan area pengembangan utama. Padahal area ini bisa digunakan untuk hal yang lebih berguna. Belum lagi biaya pemeliharaannya. Jelas bahwa penyediaan parkir membuat pemilik atau gedung merugi.

Padahal, lebih banyak lahan parkir malah jadi bumerang bagi upaya mengatasi kemacetan di Jakarta. Hal ini karena parkir adalah salah satu perwujudan kebijakan kota yang dirancang untuk kendaraan bermotor, bukan untuk masyarakatnya atau angkutan umum. Sehingga, bukannya mengalokasikan dana untuk menyediakan transportasi publik yang nyaman, pemerintah lebih memilih membebani para pemilik gedung agar orang-orang bisa membawa kendaraan pribadi dan mensubsidi para pengguna parkir dengan tarif murah.

Siapa yang mensubsidi kerugian finansial dari penyediaan parkir?

Biaya konstruksi dan pemeliharaan lahan parkir, yang dipikul pertama kali oleh pemilik gedung, diteruskan ke penyewa mereka.  Biaya-biaya ini kemudian disalurkan ke pelanggan akhir si penyewa.  

Dalam industri ritel, skema penggantian kerugian ini dimasukkan dalam harga barang, makanan, dan minuman. Itu artinya, bahkan mereka yang tidak mengemudi mensubsidi biaya parkir. Jadi, semua masyarakat tidak terkecuali menanggung beban parkir.

Bukankah area parkir kosong di malam hari?

Parkir sendiri sudah problematik di era transportasi publik ini. Di Jakarta, hal ini lebih parah karena sistem parkir yang boros. Parkir di gedung-gedung perkantoran dan mal-mal akan kosong dari malam hari hingga pagi hari. Pada akhir pekan, parkir di gedung perkantoran sudah pasti kosong. Di sepanjang Sudirman-Thamrin saja, ada 38.000 satuan ruang parkir (ITDP). Sementara itu, garasi rumah kosong pada siang hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun