Besok tanggal 7 September 2013 di Sekolah Indonesia Nederland (SIN) Rijksstraatweg 679, 2245 CB, Wassenaar, Belanda sekira pukul 10.00 - 19.00 waktu setempat akan di gelar “Pesta Rakyat” yang menyuguhkan beraneka ragam makanan khas Indonesia dan produk-produk asli Indonesia.
Seperti pada tahun-tahun sebelumnya kegiatan ini juga akan menampilkan Indonesian artist untuk menghibur para pengunjung yang hadir di “Pesta Rakyat” sekaligus melepas kerinduan akan kampung halaman. Kali ini Hengky Supit, Melanie Foeh, Biroe Band, Challenge Band, Marabunta, Nightbreakers, Banjar Suka Duka dan lain-lain akan turut berpartisipasi dalam “Pesta Rakyat” tersebut. Sebagai bintang tamunya adalah Mara Sophie penyanyi jazz asal Belanda yang pada Marat 2013 lalu sempat tampil memukau di Java Jazz Festival, Jakarta.
[caption id="attachment_276891" align="aligncenter" width="453" caption="Picture from KBRI Den Haag"][/caption]
Tiap tahun kegiatan ini berlangsung dan mendapatkan respon positif dari berbagai kalangan baik itu pelajar, pekerja, pengusaha, diplomat maupun orang-orang asli Belanda yang mempunyai ikatan emosional dengan Indonesia. Mereka datang dari berbagai penjuru kota di Belanda menuju Wassenaar sebagai bentuk kecintaannya terhadap Indonesia.
Namun adapula sekelompok kecil warga asal Maluku yang memanfaatkan situasi dengan menggelar demo di pinggir jalan menuju lokasi “Pesta Rakyat”. Mereka adalah para aktivis RMS (Republik Maluku Selatan) di Belanda yang hingga kini masih saja meneriakkan keinginannya untuk diakui sebagai sebuah negara walau tanpa ada tanah sejengkal pun yang dimilikinya.
[caption id="attachment_276893" align="aligncenter" width="566" caption="Aksi aktivis RMS di Wassenaar, Belanda, 7 September 2011 (photo from Vira Arman)"]

Esok hari, kemungkinan besar mereka juga akan melakukan hal yang sama seperti pada tahun-tahun sebelumnya dengan hanya bermodalkan bendera, pamflet yang berisi tulisan-tulisan yang memojokkan Indonesia dan Belanda mereka pun berteriak-teriak dengan harapan para pengunjung “Pesta Rakyat” menoleh ke arah mereka. Itulah upaya sekelumit orang-orang yang sakit hati karena para orang tuanya menjadi penghianat bangsa, mengikuti kolonial Belanda ke negeri kincir angin berharap akan dipulangkan ke kampung halamannya di Maluku Selatan namun pada kenyataannya hingga 4 generasi mereka tetap berada disana dan takut untuk pulang karena tanah yang dijanjikan majikannya tak kunjung diberikan.
Seandainya saja waktu dapat diputar kembali, pastinya mereka tak akan berminat sedikit pun untuk pergi meninggalkan tanah leluhurnya Maluku hanya karena ego para pemimpinnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI