Mohon tunggu...
Joy MaranathaTarigan
Joy MaranathaTarigan Mohon Tunggu... Freelancer - Pendidikan

Alumni Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Kristen Satya Wacana, menyukai buku dan musik, juga guru BK di SMP Xaverius 2 Palembang.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Orang Tua dan (Bakat) Anak

30 November 2018   22:34 Diperbarui: 1 Desember 2018   13:28 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Menjadi orang tua bukanlah suatu hal yang mudah, berdasarkan pengalaman penulis, beberapa pasangan muda (sebut saja teman penulis yang menikah muda) yang baru menikah menyatakan bahwa mereka ingin cepat-cepat punya anak karena merasa bahwa punya anak apalagi jika masih bayi adalah hal yang lucu, terlebih lagi banyak akun-akun media sosial yang memposting hal-hal yang berisi kelucuan bayi-bayi baik dalam bentuk gambar ataupun video, hal itu juga dapat membuat mereka tak sabar untuk menjadi orang tua. 

Itu adalah hak dan keinginan mereka sendiri, tetapi ada hal yang tak kalah penting untuk dilakukan oleh orang tua ataupun calon orang tua, yaitu memperhatikan proses pertumbuhan anak untuk mengetahui bakat anak. 

Memang bukan hal yang mudah, tetapi itu bukan alasan bagi para orang tua untuk tidak melakukannya apalagi bila sampai jarang menghabiskan waktu dengan anak. Penulis berpendapat bahwa setiap anak memiliki waktu yang berbeda-beda untuk dapat diketahui bakatnya dan karena itulah orang tua jangan memaksa apabila sampai usia masuk sekolah si anak belum menunjukkan bakatnya. 

Bisa jadi si anak tidak menunjukkan bakatnya dikarenakan lingkungan si anak tidak mendukung, contohnya si anak memiliki bakat untuk menjadi seorang pemain sepak bola, tetapi tidak ada lapangan yang cocok untuk dijadikan tempat bermain sepak bola sehingga perkembangan bakatnya terhambat. Hal ini disebut dengan Konvergensi yaitu pandangan bahwa perkembangan adalah transaksi antara diri individu dengan dirinya sendiri dan dengan lingkungannya.

Hal ini dinyatakan oleh William Stern (1871-1938). Dari hal itu dapat diambil kesimpulan bahwa individu dan lingkungan bisa dapat saling mempengaruhi proses perkembangan si anak. 

Penulis meyakini bahwa setiap anak memiliki bakat yang berbeda-beda dan tidak harus sama dengan bakat yang dimiliki oleh orang tuanya, karena itulah bukan sesuatu yang bijak apabila orang tua membandingkan bakat anaknya dengan bakat anak orang lain, jangankan dengan orang lain, membandingkan bakat anak dengan saudaranya baik sepupu atau kandung juga bukan hal yang bijak. Semua bakat sama baiknya, tinggal bagaimana cara orang tua memahami dan mau memaksimalkan bakat anak.

Perhatikan apa yang dilakukan oleh anak, baik secara langsung ataupun melalui komunikasi dengan pihak sekolah, sekolah sendiri juga bukan tempat penitipan anak, karena itu orang tua harus menanyakan mengenai perilaku anaknya baik melalui wali kelas ataupun guru bimbingan dan konseling. 

Hal tersebut bukanlah hal yang negatif untuk dilakukan, justru pihak sekolah seharusnya dengan senang hati melayani pertanyaan para orang tua mengenai perilaku anaknya karena menurut penulis itu adalah bentuk komunikasi yang baik antara orang tua dengan pihak sekolah. 

Orang tua yang selalu peduli dan ingin memahami dengan baik mengenai bakat yang dimiliki anak akan membuat si anak memiliki motivasi yang besar terkait perencanaannya di masa depan.

Sumber Referensi : Soesilo, Tritjahjo Danny. 2013. Psikologi Pendidikan. Salatiga: Griya Media 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun