Mohon tunggu...
Jovita Advensia
Jovita Advensia Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Memayu Hayuning Bawana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menghidupi Budaya "Bareng Kancane" Milik Orang Jawa

13 Oktober 2020   20:11 Diperbarui: 13 Oktober 2020   21:32 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernahkah kamu menyambangi rumah milik temanmu yang berdomisili di Tanah Jawa khususnya di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta? Jika iya, coba ingat-ingat sebentar apakah saat bertemu dengan orang tua mereka kamu sempat mendengar beberapa kalimat manis, bernada lembut dan sopan yang sering diulang-ulang oleh om dan tante si orang tua temanmu tersebut, kalimatnya semacam..

"Lee (merujuk ke si anak lelaki) kancane diajak masuk makan bareng-barang kancane, ibuk wes masak"

("Dik, temen-temennya semua diajak bareng-bareng masuk, makan, ibu udah masak"

atau begini

"Nah gini lho guyub rukun bareng kanca-kancane main ke rumah, nyenengke bulek sama paklik"

("Nah begini lho guyub rukun bareng dengan teman-teman main ke rumah, membuat om dan tante senang")

Ide-ide dan narasi untuk melakukan segala hal bersamaan seperti kalimat diatas erat kaitannya dengan kultur budaya di Indonesia yang cenderung bersifat kolektif, dalam hal ini terkhusus dalam masyarakat Jawa. 

Hosftede (Samovar, dkk., 2017, h. 224) menyatakan bahwa kolektivisme lebih mementingkan kepentingan kelompok daripada kepentingan individu. Kolektivisme memberikan penekanan yang besar pada pandangan, kebutuhan, dan tujuan dalam kelompok. 

Orang-orang yang memiliki budaya kolektif memandang aktivitas kelompok dengan dominan, harmoni dan lebih mengutamakan kerjasama di antara kelompok daripada fungsi dan tanggungjawab individu. 

Hal ini dapat terlihat dengan kebiasaan orang Jawa yang sering mengatakan "bareng kancane" atau bareng dengan teman ketika melakukan kegiatan dalam keseharian. 

Kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dimaknai oleh masyarakat Jawa sebagai bagian dari kebersamaan dan menjalin persaudaraan antar individu.

Budaya semacam ini dapat dilihat dalam masyarakat suku Jawa. Masyarakat suku Jawa terkenal memiliki karakter unggah-ungguh yang beradab, baik dalam bertindak maupun bertutur kata. 

Dalam berkomunikasi masyarakat suku Jawa cenderung tidak langsung mengatakan apa yang ingin disampaikan. Hal ini sama seperti yang disampaikan oleh Edward T. Hall (1973) bahwa masyarakat yang menganut budaya kolektivisme cenderung menganut pola High Context Culture atau budaya konteks tinggi.  

Budaya konteks tinggi ditandai dengan komunikasi konteks tinggi, yaitu kebanyakan pesan bersifat implisit tidak langsung dan tidak terus terang. Pesan yang sebenarnya tersembunyi dalam perilaku nonverbal pembicara: intonasi suara, gerakan tangan, postur badan, ekspresi wajah, tatapan mata atau bahkan konteks fisik (dandanan, penataan ruangan, benda-benda dan sebagainya). 

Pernyataan verbalnya bisa berbeda atau bertentangan dengan pesan nonverbal. Sebagaimana Edward T. Hall (1976) menyatakan bahwa,"A high context (HC) communication or message is one in which most of the information is already in the person, while very little is in the coded, explicit, transmitted part of the message". 

Pola komunikasi yang dimiliki oleh masyarakat Jawa cenderung menggunakan cara komunikasi yang tidak to the point dalam menyampaikan sesuatu. Mereka cenderung mengawali pembicaraan dengan kata pembuka yang terkesan basa-basi dengan tujuan untuk menjaga rasa persaudaraan. 

Selain itu, masyarakat Jawa bukan tipikal masyarakat yang asal-asalan dalam berbicara, mereka terkesan halus dan hati-hati dalam penyampaian pesan dan pemilihan kata sehingga tidak akan menyinggung dan menyakiti lawan bicaranya. 

Eh tunggu, Bulik (mama temenku) tiba-tiba ke teras dan ngajak kita bicara....

"Lee, nduk sampun magrib lho ini. Ndak cari bapak sama ibuk dirumah?"

("Nak, sudah magrib loh ini. Apa tidak dicari Bapak sama Ibuk dirumah?"

Jadi, pernah dengar hal serupa? 

Yuk, pulang!

#kabuajy07

Daftar Pustaka

Samovar, Larry A, Richard E, Porter, Edwin R. McDaniel. (2017). Communication Between Cultures. Boston: Cengage Learning US.

Hall, Edward, T. The Silent Language. Garden City, N.Y.:Doubleday & Company, Inc., 1959. "Adumbration in Intercultural Communication." The Ethnography of Communication, Special Issue, American Anthropologist, Vol. 66, No. 6, Part II (December 1964),pp. 154-63.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun