Mohon tunggu...
Novariaresty Isna Ramadani
Novariaresty Isna Ramadani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

saya adalah mahasiswa di universitas negri jember pada prodi Ilmu Hukum

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Polemik IKN: Hanya Pemindahan Ibu Kota Negara atau Mensejahterakan Pejabat?

15 Mei 2024   14:55 Diperbarui: 15 Mei 2024   15:03 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Proyek Ibu Kota Negara Nusantara atau IKN adalah salah satu proyek strategis nasional yang di umumkan oleh pemerintah Indonesia. IKN Nusantara direncanakan akan diresmikan pada 17 Agustus 2024, bersamaan dengan perayaan Hari Kemerdekaan Indonesia ke-79. Pemindahan IKN ini digadang-gadang karena adanya urgensi menghadapi tantangan masa depan sesuai dengan visi misi Indonesia maju 2045 dan proyek IKN ini diharapkan dapat meningkatkan dan memperatakan perekonomian di Indonesia.

Bedasarkan data dari CNBC Indonesia, perencanaan dana kebutuhan untuk pembangunan IKN sebesar Rp 466 triliun, namun dana ini hanya didukung oleh APBN sebesar Rp. 90,4 triliun. Sedangkan Pemerintahan Presiden Jokowi Dodo hanya menganggarkan biaya APBN untuk IKN sebesar Rp 72,8 triliun. Dalam kurun waktu 3 mulai dari tahun 2021 -- 2024 saja anggaran terkait dana pembangunan IKN hanya tersisa Rp 17,6 triliun. Anggaran untuk pembangunan IKN ini terlalu menguras APBN dan kurang efektif dan tidak sesuai dengan AAUPB.

Sekitar 40.000 hektare hutan akan dibabat untuk kepintingan proyek IKN ini, hal ini sangat disayangkan mengingat jumlah hutan di Indonesia yang dari tahun ke tahun mengalami penurunan dan tidak menutup kemungkinan di tahun -- tahun berikutnya Indonesia akan kehilangan keragaman flora fauna dan tidak menutup kemungkinan juga Indoneia akan mengalami krisis glombang panas akibat hutan yang ditebang untuk IKN. Selain itu pembabatan hutan ini juga menjadi tanda tanya, kemana perginya kayu-kayu dari 40.000 hektare hutan yang ditebang ini? Apakah dimasukkan ke dalam APBN atau bisa jadi disalah gunakan oleh pejabat-pejabat yang korup?.

Proyek IKN yang digadang-gadang bertujuan untuk pemerataan ekonomi dirasa salah. Rumah menteri di IKN saja memiliki luas bangunan 580 meter persegi dan luas lahan 1.000 meter persegi. Dan biaya yang digunakan untuk pembangunan rumah menteri ini sekitar Rp 14 miliar lebih per unit nya. Angka yang sangat fantastis. Alih-alih pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, IKN lebih tepat dianggap sebagai pensejahteraan pejabat negara. Banyak masalah yang lebih urgent dibandingkan dengan pensejahteraan pejabat ini, masih banyak anak-anak di luar sana yang putus sekolah hingga masyarakat yang susah mendapatkan akses kesehatan. Alih-alih memberikan hunian kepada masyarakat yang kurang mampu atau masyarakat yang tidak memiliki rumah, pemerintah justru memberikan hunian seharga Rp 14 miliar kepada para menterinya. APBN triliunan yang dikeluarkan untuk proyek IKN sepatutnya digunakan untuk mengupgrade fasilitas masyarakat yang masih jauh dari kata layak. Terlebih lagi dengan pemindahan IKN ini dapat mematikan perekonomian di DKI Jakarta, banyak pedagang rantauan yang akan kebingungan apabila suatu saat nanti Ibu Kota tempat mereka mencari mata pencaharian dipindahkan.

Apabila ditelaah kembali IKN memiliki banyak sekali kekurangan. Apabila IKN ini dibangun dengan alasan ingin memiliki ibu kota negara yang merepresentasikan identitas bangsa, kebinekaan, dan penghayatan terhadap Pancasila, ini juga alasan yang terkesan tidak masuk akal. Sejauh Jakarta berdiri sebagai ibu kota, apakah ini tidak menjadi ibu kota negara yang mempresentasikan Pancasila, sebagian besar kegiatan pemerintahan telah dilaksanakan di Jakarta sehingga dengan alasan seperti ini pemerintah dapat dikatakan lalai. Apabila memang pemerintah ingin menciptakan Ibu kota negara yang mempresentasikan Pancasila maka sebaiknya pemerintah mengembalikan eksistensi Pancasila dalam pemerintah, pemindahan ibu kota negara tidak perlu dilakukan. Pemerintah hanya cukup memperbaiki kinerjanya yang berlandasan kepada Pancasila. Kemudian alasan pemerintah ini juga dikatakan juga tidak masuk akal karena, dari pendirian IKN saja telah mematikan nilai-nilai Pancasila sehingga apa yang diharapkan pemerintah jika dalam proses pendiriannya saja sudah melanggar Pancasila, sangat membuka kemungkinan kegiatan kenegaraan yang ada di dalamnya juga akan bertabrakan dengan nilai Pancasila.

Kemudian terkait masalah anggaran, anggaran sekian triliun itu harusnya digunakan pemerintah sebagai dana untuk pemerataan perekonomian. Hal ini jauh lebih efektif dibandingkan dengan membangun kembali Ibu kota negara apabila memang tujuan daripada IKN adalah memeratakan ketimpangan sosial. Dana yang keluar untuk IKN ini juga dianggap kurang efektif. Bayangkan saja dana 501 triliun digunakan untuk membangun ulang ibu kota negara, alih-alih mensejahterahkn rakyatnya.


Apabila dipikirkan kembali, Rancangan Undang-Undang terkait IKN ini terkesan terburu-buru dibuat. Dalam tempo waktu 42 hari saja RUU ini sudah selesai. Padahal menurut para ahli hukum, tempo se singkat-singkatnya dalam pembentukan sebuah perUndang-Undangan adalah 4 hingga 6 bulan. Apabila waktu perancangan RUU ini sangat cepat, tidak menutup kemungkinan RUU ini akan mengalami banyak kecacatan di dalamnya. Hal ini juga dirasa janggal mengingat banyaknya tidak wajaran pemerintah serta alasan-alasan yang tidak logis yang diberikan. Bahkan sehari selepas disahkannya UU IKN, beberapa tokoh masyarakat, seperti Din Syamsuddin, Faisal Basri, dan Rizal Ramli langsung menyatakan secara tegas akan melakukan judicial review (peninjauan kembali) ke Mahkamah Konstitusi atas disahkannya UU IKN tersebut.

Fenomena terkiat pengesahan UU IKN ini memiliki kemiripan dengan fenomena pengesahan UU Cipta kerja dan UU Minerba. Pemerintah dirasa kurang andil dalam mengadakan forum diskusi kepada masyarakat. Pengesahan yang relatif singkat, serta banyaknya kontroversi di kalangan masyarakat juga menimbulkan kekhawatiran. Pada dasarnya Indonesia adalah negara demokrasi yang dimana ini mengandung makna bahwa Indonesia menjunjung tinggi musyawarah serta pemerintahan harusnya berlandasan kepada musyawarah rakyat, namun pada faktanya hal ini justru diabaikan oleh pemerintah dalam pengesahan UU IKN, masyarakat tidak turut dilibatkan dalam proses pembuatan RUU tersebut, apakah benar Indonesia sekarang kekuasaan tertingginya akan tetap kepada rakyat? Atau justru beralih kekuasaan tertinggi dipegang oleh para pejabat?.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun