Mohon tunggu...
Jovan.A.R.
Jovan.A.R. Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Sejarah UI

Anak Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Jokowi dan Dinamisnya Politik

19 Februari 2024   13:09 Diperbarui: 19 Februari 2024   13:09 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Indonesia ke-7, Joko Widodo (Sumber gambar: gresiksatu.com)

Salah satunya dapat terlihat di acara debat ketiga ketika Prabowo "dikeroyok" oleh Ganjar dan Anies, bahkan terkesan kedua kubu melakukan kerja sama melawan Prabowo. Hal ini juga berdampak pada kesulitan menarik pemilih. Kubu Ganjar berusaha menggabungkan agenda keberlanjutan (Prabowo) dan perubahan (Anies) yang justru menyebabkan kebingungan di kalangan pemilih. 

Ditambah pihak-pihak di kubu Ganjar sering menyerang pemerintah yang terkesan ironi karena pemerintahan dipegang oleh PDIP, terutama soal penegakan hukum sebab orang yang memimpin Kementerian Hukum, Politik, dan HAM adalah Mahfud MD. 

Kedua, banyak tokoh dari kubu Ganjar sering melakukan serangan ke keluarga Jokowi, terutama terhadap Gibran dan Jokowi. Serangan berdatangan dari buzzer-buzzer, seniman seperti Butet Kartaredjasa melalui puisi yang cukup vulgar, hingga pernyataan Guruh Soekarnoputra yang mengancam akan melakukan sesuatu terhadap Jokowi jika Ganjar terpilih. 

Strategi menjelekan Pak Jokowi mungkin ampuh untuk kubu Anies-Imin, tapi tidak untuk kubu Ganjar-Mahfud sebab mereka, terutama PDIP, telah melakukan perhitungan yang salah. PDIP berpikir orang akan memilih Ganjar seperti ketika orang akan memilih Jokowi. Ada anggapan bahwa Jokowi bisa menang karena PDIP, namun yang mungkin terjadi adalah PDIP bisa menang di dua pemilu sebelumnya karena Jokowi. 

Selama 10 tahun, kecintaan terhadap Jokowi oleh kebanyakan pendukungnya tidak diimbangi dengan kecintaan terhadap PDIP. Ketika Jokowi sering diserang dan hampir semua anggota masyarakat mengetahui Jokowi berada di pihak Prabowo, maka terjadi migrasi besar-besaran dari kubu Ganjar ke kubu Prabowo. 

Selain itu, posisi Projo (kelompok relawan Jokowi) dan PSI (dengan ideologi Jokowismenya) ada di kubu Prabowo memberi sinyal kepada pendukung-pendukung Jokowi yang kurang cocok dengan Ganjar bahwa Prabowo telah direstui oleh Jokowi. 

Mengutip ucapan Ade Armando (Dosen ilmu komunikasi UI yang kini adalah Politisi PSI) di kanal Panangian Simanungkalit (YouTube), tindakan pendukung Ganjar yang menyerang Jokowi terus menerus telah menciptakan sikap antipati. 

Penghinaan yang dilakukan terus menerus tidak menggerus suara Prabowo, tetapi justru menyebabkan calon pemilih untuk lebih enggan memilih ganjar akibat kelakuan pendukungnya. Realita politik di Indonesia adalah semakin anda diserang atau dizalimi, sangat mungkin jumlah pendukungnya semakin besar. Hal ini terjadi di tahun 2004 ketika SBY berhasil mengalahkan Megawati di pemilu karena publik merasa SBY ditindas oleh Megawati. Lalu apa faktor internal dari keberhasilan kubu Prabowo di pemilu 2024? Saya pikir mereka memahami satu hal. 

Kelompok Prabowo-Gibran memahami medan perang. Mereka memahami demografi pemilih mereka, sikap masyarakat Indonesia, dan bagaimana cara mereka berkomunikasi. Sangat mungkin jika pemilihan Gibran sebagai wakil presiden bertujuan untuk mengambil suara dari generasi muda (millennial dan gen z) sebab mayoritas pemilih ada pada mereka. Cara kampanye dari Gibran terkesan seperti anak muda seperti menjual jaket bertulisan Samsul sebagai cinderamata paslon. 

Perlu diketahui kalau penyematan Samsul kepada Gibran muncul akibat kesalahan Gibran yang menyebut ibu hamil perlu mengkonsumsi asam sulfat (yang seharusnya asam folat) sehingga yang awalnya sebagai ejekan (Samsul merupakan singkatan asam sulfat) menjadi semacam plesetan penyemangat (Samsul menjadi semakin sulit disusul) Selain itu, masih ada anggapan di masyarakat bahwa anak akan sama dengan bapa. Maka bisa ditarik kesimpulan kalau bapaknya benar, maka anaknya pasti mengikuti jejak ayahnya. Karena Jokowi masih banyak disukai, tak mengherankan jika orang berpikir hal yang sama tentang Gibran. 

Bagi kaum intelektual atau kelompok usia tua, pemilihan Gibran tidak masuk akal, tetapi bagi tim sukses Prabowo-Gibran, selama dilakukan dengan benar, Gibran adalah bisa menjadi kartu AS. .Kita tidak tahu motif sebenarnya dari pencalonan Gibran karena ada juga yang mengatakan kalau Gibran diperlukan supaya pengaruh Jokowi di Istana tidak hilang setelah bulan Oktober maupun sebagai alat sandera politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun