Mohon tunggu...
Josua Pardede
Josua Pardede Mohon Tunggu... Bankir - Chief Economist - PermataBank

Mathematician who becomes an economist.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Pengetatan Kebijakan Moneter Global: Tantangan Pasar Keuangan Domestik

1 November 2022   13:20 Diperbarui: 1 November 2022   18:36 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada awalnya, Rupiah cenderung bergerak stabil di tengah tensi perang Rusia-Ukraina akibat dampaknya terhadap kinerja ekspor Indonesia. Perang Rusia-Ukraina pada dasarnya berdampak pada peningkatan kinerja ekspor Indonesia seiring dengan peningkatan harga dan juga volume permintaan komoditas ekspor utama Indonesia. 

Peningkatan ekspor berlanjut pada peningkatan transaksi berjalan, sehingga dapat dikatakan bahwa nilai fundamental Rupiah masih kuat.

Namun demikian, Rupiah mulai mengalami pelemahan relatif signifikan setelah The Fed mengumumkan kebijakan moneter yang lebih agresif melalui kenaikan suku bunga.

Sebagai perbandingan, Rupiah pada bulan Januari-Maret mampu bergerak di kisaran 14.300-14.400 per Dollar AS. Namun, volatilitas Rupiah meningkat tajam pada periode April-Juni, di mana Rupiah bergerak pada kisaran 14.400-14.900. Rupiah melemah lebih jauh pada periode Juli-September akibat kebijakan Fed yang lebih agresif dengan menaikan suku bunga sebesar 75bps, jauh lebih besar dibandingkan dengan taper tantrum pada 2013 lalu. Secara total, The Fed sudah menaikan suku bunga hingga 300bps sepanjang tahun ini.

Penguatan Dollar AS pada masa tightening cycle didorong oleh ekspektasi investor terkait suku bunga di AS yang meningkat, sehingga Dollar AS cenderung lebih menarik dibandingkan dengan aset lainnya dalam hal imbal hasil.

Oleh karenanya, Dollar AS pada masa tightening tidak hanya menguat terhadap mata uang negara berkembang saja, namun juga negara maju, baik mata uang berbasis komoditas seperti Dollar Australia hingga mata uang safe haven seperti Yen Jepang.

Hingga saat ini, mata uang negara maju, dalam hal ini negara G-10, melemah terhadap sebesar 8%-23%ytd, dengan Yen Jepang menjadi negara yang paling dalam pelemahannya.

Sementara untuk negara berkembang, beberapa mata uang masih mampu menguat secara year-to-date, seperti Rubel Rusia, Peso Meksiko, hingga Real Brazil.

Di tengah penguatan Dollar AS secara global, kinerja Rupiah dapat dikatakan lebih baik dibandingkan dengan maju ataupun negara berkembang lainnya.

Secara year-to-date, Rupiah menguat terhadap semua mata uang G-10 kecuali Dollar AS, sementara bila dibandingkan dengan mata uang negara Asia, Rupiah hanya melemah terhadap Dollar Singapore dan Dollar Hong Kong. Kondisi ini merefleksikan bahwa fundamental Indonesia mampu menahan pelemahan Rupiah hingga sebesar 7,59%ytd.

Pada jangka pendek, seiring dengan belum adanya sinyal dari Fed untuk melonggarkan kebijakan moneternya, diperkirakan Rupiah masih berpotensi berada pada kisaran 15.000-15.500 per Dollar AS.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun