Mohon tunggu...
Josua Gesima
Josua Gesima Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S2

Seorang yang berkecimpung dalam Teologi, Filsafat, Ekonomi, Ekologi, dll.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Keterbatasan Pencerapan Pada Kesesatan Epistemik (3)

18 November 2022   11:15 Diperbarui: 18 November 2022   11:32 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kesesatan Epistemik

Kesesatan epistemik merupakan sebuah kondisi dimana ilmuwan terjebak dalam pemberlakuan teori-teori seolah-olah bebas asumsi. Postulat atau asumsi tidak dapat ditanggalkan sepenuhnya dari sebuah ilmu pengetahuan. Di balik sebuah teori, pasti ada asumsi. Hanya saja asumsi itu harus juga dilengkapi dengan elemen yang menunjukkan fakta bagaimana teori-teori itu dibangun. Asumsi diperlakukan sebagai elemen alami dari bangunan pengetahuan. Tapi persis karena itu asumsi secara otomatis dianggap diketahui oleh para pengguna teori. Masalahnya, anggapan itu tidak selalu berlaku ketika teori diterapkan oleh ilmuwan lain (apalagi saat pencetus teori mati). Bahkan, beberapa penerus memperlakukan teori sebagai entitas nyata (Supelli dkk 2011, 37-38).

Keterbatasan Pencerapan

Pencerapan (penginderaan) manusia atas suatu objek bersifat terbatas. Namun hal itu tidak membatasi manusia dalam menilai suatu objek. Ketika mencerap objek, manusia dipandu oleh ingatan akan tradisi, kepercayaan, pengetahuan atau ingatan-ingatan akan objek sebelumnya. Ia juga memilah-milah objek dan menggolongkannya ke dalam kategori tertentu sesuai perspektifnya mengenai tatanan tertentu. Selain itu, perlu disadari bahwa pengetahuan tidak sebatas objek. Pengetahuan adalah sebuah sistem putusan saling berhubungan. 

Hume membatasi pengetahuan hanya pada pencerapan dan ide-ide berdasarkan pencerapan. Kemudian, Kant mengkritiknya bahwa pengetahuan tidak melulu berasal dari pencerapan. Pengetahuan adalah hasil kontribusi imajinasi terhadap apa yang dicerap dalam pengalaman inderawi (Supelli dkk 2011, 40). Kendati demikian, imajinasi dan tilikan jangan dipahami semata-mata sarana untuk mengaitkan segala hal yang sudah kita peroleh lewat pencerapan. Ia melampaui sintesis antara penginderaan dan pengetahuan. Imajinasi dan tilikan adalah daya sentral manusia untuk mengetahui dan memahami realitas (Supelli dkk 2011, 46). Dengan kata lain, imajinasi dan tilikan perlu diakui sebagai elemen subjektif pengetahuan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun