Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Full Day School, Kebaikan atau Makin Menjahati Anak?

13 Agustus 2016   15:59 Diperbarui: 13 Agustus 2016   16:09 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Muhadjir, memang ingin mengambil konsep keduanya bagimana masalah kota kian kronis dan menyelesaikan pada hubungan intens adalah guru dan murid. Entah hasratnya mengembalikan konsep Ki Hadjar Dewantara dan Van Lith yang menghidupkan hubungan romantisme murid dan guru. Konsep adalah sebtas konsep, gerakan masyarakat selalu lebih cadas dari teori dibuku.

Mengambil teori yang baik, dalam menyelesaikan segala dengan kedekatan yang jelas masyarakat sekan percuma. Berbicara sekolah yang buruk didesa, elemen masyarakat yang rusak ikota besar, serta rutinitas Orang tua dalam budaya kerja adalah masalah klise dalam proses pembelajaran. Anak tidak bisa lepas dari 3 kekuatan dalam transfer nilai. Masyarakat, Sekolah, dan Orang tua adalah factor yang penting. Cacat dalam sebuah unit, menyebabkan proses lamban melakukan transfer nilai.

Muhadjir memang langsung menyerang tiga unit ini, walaupun ia abai dalam perkara desa. Ia mengukur segala terjadi ini dalam prefektif kota. Dalam ukuran kebijakan memang tiada yang salah, ia memang harus resah dalam perubahan masyarakat untuk peserta didik di seluruh Indonesia. ia memang mendekatkan sekolah sebagai pihak yang berkontribusi, cukup besar.

Anak yang dunia Cuma kenal siap tetangganya, jalan rumah, siapa keluara, dan bagimana wajah gurunya. Mereka akan menghadapi proses doktrinasi modern demi mengwujudkan pendidikan karakter walaupun pendidikan karakter di Indonesia lebih rumit karena bangyaknya suku bangsa dan nilai masyarakat yang seabrek dibandingkan Italia yang bersandar “Cattenacio”.

Seperti mengutip kata Crayon Sinchan saat masao mengingatkan dia mesti pulang untuk les privat. “aku menyukai guru lesku kok, namun sekarang aku ingin focus main”. Apakah benar kita harus menrevolusi pendidikan untuk semata pendidikan anak tanpa ada perubahan dalam masayrakat.

Cilegon, 13 Agustus 2016.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun