Mohon tunggu...
Jordi Sahat
Jordi Sahat Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Mahasiswa STFK Ledalero

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku dan Dinda

5 Desember 2020   21:33 Diperbarui: 5 Desember 2020   21:33 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seperti apa yang telah ku katakan, rasa sakit itu tak terkatakan: ia merupakan sesuatu yang menghubungkan kita manusia dengan binatang-binatang bungkam. Demikian kalimat seorang sastrawan yang  seringkali Dinda tafsirkan dengan seenaknya saja. Mungkin baginya diriku tidak punya arti apa-apa, tetapi ia lupa bahwa menilai seseorang bukan dilihat dari sisi kebungkamannya saja, sebab kita tidak tahu bahwa di balik kebungkamannya itu ada hal yang disembunyikannya. Orang bungkam bukan berarti ia lemah dan tidak mampu berbicara, akan tetapi ia bungkam karena dengan mau dan tahu bahwa ia memiliki kekurangan yang tidak perlu diketahui oleh orang lain. Semenjak kami berpacaran inilah hal yang paling aku benci darinya, di mana ia selalu menilai orang lain dari segi yang nampak tanpa berusaha memahami sesuatu yang tak nampak. Ia juga lupa bahwa setiap orang pasti memiliki keunikan dan kelebihan.

***

Saat itu aku dengan Dinda sedang berada di tepi danau. Danau itu sudah menjadi tempat untuk melepaskan penat dan menjadi saksi bisu kemesrahan kami berdua. Namun, berbeda dengan sore itu, aku dan Dinda tidak seperti sebelumnya. Danau itu juga seakan mengetahui apa yang terjadi di antara kami berdua. Ah...sudalah. Danau tetap adanya, dia tidak memahami tentang cinta, tetapi dia itu unik karena mampu memberikan cinta. Akan tetapi saat itu kami seakan mau seperti danau. Yang lebih menyukai diam dari pada saling berbagi kasih dan bercerita. Dinda sibuk dengan handphonennya begitu pun aku sibuk dengan handphone juga. Jari jempol terus menari di atas layar handpone. Tak ada yang mau mengalah, bukankah ada bersama adalah waktu yang tepat untuk membagi cinta? Saat itu seakan tak ada rasa rindu antara kami berdua selama dua tahun tidak bertemu. Bukankah kesempatan ini harus diindahkan? Tidakah kita melepaskan rindu itu dengan sesuatu yang romantis? Aku bingung saat itu. Aku benci dengan diriku sendiri yang tak pernah mau mengalah. Suasana saat itu terasa sunyi. Tak ada yang ingin memulai membuka percakapan. Ego pribadi terus dipertahankan. Dan pada akhirnya ia menyerah. Dinda mulai membuka percakapan dan menanyakan hubungan yang menurutnya sudah retak. “Apasih maumu? Kamu bilang cintaku padamu seperti danau yang selalu tenang. Tapi apa? Ketenangan itu tak ada, yang ada hanyalah beban batin, di mana aku terus-menerus memikirkan tentang hubungan ini. Terkadang aku berpikir kamu tidak serius menjalani hubungan ini. Buktinya saat ini, kamu sedang bersamaku, tetapi kamu tidak peduli. Kamu sibuk dengan handphonemu dari tadi. Akankah hubungan kita seperti ini terus?” Namun, ia tidak menyadari bahwa sebenarnya dirinya juga demikian. Dalam hati aku menyahut, beginilah cinta, ketika aku dan kamu terbawa di dalamnya pasti ada yang selalu ingin menang sendiri. Ah...sudalah. Sebenarnya, aku terkejut mendengar perkataanya tadi, sepontan  jari telunjukku menjepitkan bibirnya, dengan maksud supaya ia diam. “Janganlah kamu terus-menerus menanyakan hubungan ini. Masihkah kau ingat seorang pepatah yang mengatakan: Cinta dalam kesunyian lebih asyik daripada kau terus bertanya tentang cinta dalam hubungan. Biarkan cinta itu tumbuh sebisahnya dan hadir dalam diri kita. Nikmatilah hidupmu dengan penuh kebahagiaan. Jika kamu mau merasakan dan menemukan cinta yang sesungguhnya, maka tenangkanlah dirimu. Cinta itu akan hadir disaat kau tidak membutuhkannya. Suatu saat nanti dia pasti akan datang dan mungkin juga pergi untuk dan tidak akan kembali lagi. Aku diam saat ini bukan berarti tidak memikirkan hubungan kita, akan tetapi aku sedang memikirkannya juga. Apakah aku dapat membahagiakan dirimu nantinya. Jika kita terus membicarakan tentang hubungan ini, sulit bagiku untuk mengatakannya, bahkan rasa yang ada dalam hati ini tak bisa terkatakan lagi. Seandainya, ada kata yang mempunyai makna lebih dari kata sayang untuk mengungkapkan rasa yang ada dalam hati ini akan ku utarakan kata itu untuk mengungkapkan rasa ini. Memang betul kamu menanyakan hubungan ini, tapi yang perlu kamu tahu bahwa selagi aku tetap berada di sampingmu dan menganggapmu ada sebagai kekasihku, kamulah wanita kedua yang aku cintai setelah ibuku dan saudari-saudariku. Apakah kamu tahu rasa takut yang senantiasa menghantuiku selama ini? Mungkinkah aku bisa memilikimu selamanya di tengah hubungan kita yang jarak jauh? Karena itu tenangkanlah dirimu dan nikmati kebersamaan ini dan panorama alam ini, sembari kita mengingatkan kembali kenangan masah lalu yang begitu indah dan tak mudah untuk dilupakan. Dengan semuanya itu perasaan benci yang ada dalam diri kita terhadap orang lain akan dengan sendirinya hilang. Kosongkanlah ruang hatimu dan biarkan cinta itu mengisi seluruh ruang kosong itu.”

Kicauan burung di tepi danau sore itu seakan menyadarkan kami untuk kembali membagi kasih dan sayang dengan penuh bahagia.” Ingin aku nyatakan semua hayalanku saat itu bersamanya, namun waktunya belum tepat. Sekitar satu jam kami larut dan terbawah oleh suasana itu. Dinda menoleh ke arahku lalu memelukku dengan erat seraya berbisik “aku sangat mencintaimu.” Entah apa yang sedang ia pikirkan saat itu, aku tak memedulikannya. Yang aku pikirkan saat itu iyalah kalimat yang diucapkannya. “Apa gerangan sehingga engkau memeluku seperti ini?” Pertanyaan yang sebenarnya tidak perlu aku lontarkan. Namun, dia masih dengan polos menjawab: “Aku baru menyadari bahwa ketika aku berada di sampingmu hidupku terasa nyaman. Jujur selama ini aku terus berusaha untuk menjauh darimu, namun ternyata aku salah. Aku tahu bahwa di dunia ini tak ada yang sempurna. Yang ada hanyalah hasrat untuk sempurna. Mendengar perkataannya itu, aku serasah ingin terbang. Namun, sebenarnya aku juga pun demikian, yang mana aku mau berpaling darinya. Dua tahun berada di tempat yang berbeda merupakan suatu yang sulit dalam sebuah hubungan. Aku sadar bahwa tak ada yang salah dan tak ada yang benar di antara kami berdua. Yang ada hanyalah kesalahpahaman tentang sebuah keadaan. Hidupku sebenarnya terinpirasi oleh pepatah yang mengatakan “cinta terkadang menikmati masa sekarang dan seakan mengabadikan yang sekarang. Itulah indahnya cinta. Pada saat berpacaran kita tidak bisa terlepas dari belenggu persoalan. Akan tetapi persoalan-persoalan itu yang senantiasa mengajarkan kita untuk saling menghargai di tengah perbedaan yang kita miliki. Jika anda benar-benar mencintai seseorang gunakanlah kesempatan itu untuk mencintainya sebab jika anda menyia-nyiakannya mungkin suatu saat dia akan pergi dan mungkin tak akan kembali lagi.” Kalimat pepatah inilah yang selalu mendorongku untuk tetap bersama Dinda. Dinda sudah menjadi belahan jiwaku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun