Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Doanya, Kasih Sayangnya

5 Desember 2020   14:02 Diperbarui: 5 Desember 2020   14:12 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: bincangsyariah.com

Saat masih kecil dan menginjak remaja saya sering mendengar percakapan (almarhum) ibu dengan bulik atau temannya. Tentu saat itu saya belum begitu memahami arti dan maknanya.

Apa doa dan harapan almarhum ibu saya?

"Nek dipundhut, aku nyuwun nek bocah-bocah wis dho mentas lan ora pingin ngrepoti anak-putu..."

Saat mendengar percakapan itu yang terpikir adalah keinginan membersamai anak hingga dewasa dan sukses---mentas---. Tak lebih. Ya karena hati dan pikiran saya jelas belum sampai pada maksud ibu yang sesungguhnya.

Ada Rasa Kasih Sayang dalam Doanya

Barulah setelah saya memiliki anak, saya merasakan bagaimana sejak mengandung hingga melahirkan hingga membesarkan anak. Di balik rasa lelah, kesal, marah pastilah ada rasa sayang kepada buah hatinya.

Seorang ibu ---juga bapak--- selalu berharap bisa memberikan bekal yang cukup untuk anaknya. Bekal itu bukanlah harta. Bukan! 

Bekal yang lebih bermanfaat bagi anak dari orangtuanya adalah teladan yang baik dan ilmu pengetahuan yang menjadi hal penting dalam hidupnya. 

Anak akan belajar bersosial dan mencari solusi atas segala masalah dari ilmu itu. Ilmu sendiri tak hanya ilmu pengetahuan dan teknologi namun juga ilmu agama.

Jadi sebagai orangtua, ibu yang merupakan guru pertama bagi anak juga ingin mendidik anaknya agar di kemudian hari bisa sukses dunia dan akhirat.

Membersamai dan mendampingi anak dari nol hingga sukses tentu akan membawa pada kebahagiaan orangtua. Itulah yang diharapkan almarhum ibu saya dulu. Harapan itu selalu dipanjatkannya setiap hari di ibadah fardhu dan sunnahnya.

Ketika berharap datangnya malaikat pencabut nyawa tanpa merepotkan anak-cucu juga sebuah doa yang tak berlebihan. Ya karena saat ibu menua, anak pasti sudah dewasa dan berkeluarga. 

Kerepotan demi kerepotan hadir setiap waktu. Karena seorang ibu telah merasakan lebih dulu bagaimana kerepotan mengurus keluarga, hingga terbersitlah keinginan dan menjadi doa agar saat tuanya tidak merepotkan anak-cucu.

Kebahagiaan anak-cucu adalah kebahagiaan orangtua. Ada kelegaan hati saat anak-cucu sehat, sukses dan tak lupa mendoakan orangtuanya.

Mentas-nya anak-anak membuat hati tenang. Perjuangan membesarkan anak yang disertai dengan suka-duka seakan terbayar ketika anak mentas atau sukses, mandiri dan bermanfaat bagi sesama serta agama.

Tak berlebihan sekali doa ibu. Mungkin juga ibu-ibu lain di luar sana. Betapa mereka menyayangi buah hati tanpa harap balasan.

Membalas perjuangan orangtua khususnya ibu memang tak mungkin bisa dilakukan oleh siapapun di muka bumi ini. Peluh keringat, air mata, bahkan air susunya yang menghidupi buah hati tak ternilai apapun.

Doa ibu pun terkabulkan. Beliau berpulang saat keempat putrinya sudah menikah dan bekerja. Tanpa merepotkan kami semua.

Hanya doa untuknya, semoga Allah mengampuni dosa-dosa ibu dan menempatkannya di surgaNya tanpa hisab. 

Kini doa yang sama ---dengan doa ibu--- saya panjatkan kepada Ilahi. Biarlah anak-cucu tak begitu terbebani dan tak menjadi generasi sandwich. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun