Mohon tunggu...
Zahrotul Mujahidah
Zahrotul Mujahidah Mohon Tunggu... Guru - Jika ada orang yang merasa baik, biarlah aku merasa menjadi manusia yang sebaliknya, agar aku tak terlena dan bisa mawas diri atas keburukanku

Guru SDM Branjang (Juli 2005-April 2022), SDN Karanganom II (Mei 2022-sekarang) Blog: zahrotulmujahidah.blogspot.com, joraazzashifa.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Mengelola Keuangan Keluarga yang Sehat, Bagaimana Caranya?

2 April 2020   23:05 Diperbarui: 4 April 2020   03:05 1025
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mengelolah keuangan keluarga (Sumber: regional.kompas.com)

Ilustrasi: klubwanita.com
Ilustrasi: klubwanita.com
Pernah kenalan saya mengatakan sangat iri ketika saya bercerita bahwa ketika lebaran saya tak membeli pakaian baru. Yang membelikan adalah suami saya. Kenalan saya langsung berkomentar, "Enaknya ya. Bisa dibelikan pakaian baru sama suaminya. Lah aku, beli sendiri."

Saya tersenyum. Kenalan saya memang sudah PNS. Setiap bulan menerima gaji dan bahkan juga telah sertifikasi. 

"Mbaknya kan sudah PNS, jadi bisa beli pakaian sendiri. Lah kalau saya, bukan PNS, mbak. Jadi ya nggak bisa beli sendiri," jawab saya waktu itu.

Lebih lanjut dia bercerita kalau ingin juga dibelikan oleh suaminya. Saya hanya mengatakan agar teman saya itu bersyukur saja karena dia malah lebih mandiri.

Saya termasuk orang yang tidak ingin ini dan ingin itu. HP kalau belum rusak beneran pasti juga tidak ganti. Motor pun belum ganti, motor pemberian orangtua tahun 2006. Meski saudara sudah ganti beberapa kali, saya setia dengan motor itu.

Saya tak mau menyusahkan diri sendiri dan suami. Maklumlah saya bukan termasuk orang yang gajinya banyak. Saya mendapat tunjangan yang cair 3 bulan sekali, kadang bisa lebih dari 3 bulan baru cair.

Sementara suamilah yang mendapatkan gaji dari negara. Bukan berarti dia kaya. Tidak. Kami biasa hidup prihatin. Kami menikah saja sama-sama masih sebagai tenaga non PNS. Jadi ya tidak begitu kaget ketika setiap bulan harus prihatin.

Hal terpenting bagi saya pribadi, suami memberikan nafkah berapapun saya terima. Sementara tunjangan yang saya terima entah berapa bulan sekali itu saya gunakan juga untuk membantu keuangan keluarga. Ketimbang harus ngutang sana-sini. 

Saya tahu dalam ajaran agama saya mengatur bahwa uang istri itu menjadi hak istri. Uang dari suami menjadi hak keluarga. Namun saya sadar jika itu saya pegang, morat-maritlah keuangan keluarga. Toh jika saya ridho untuk membantu keuangan keluarga juga diperbolehkan.

Saya berpikir, bukan saatnya lagi untuk saya cuma memikirkan kesenangan dari uang saya, seperti saat masih sendiri. Uang keluarga ya ditopang bersama karena saya juga bekerja di luar rumah. Kecuali kalau saya hanya di rumah, menjadi ibu rumah tangga, maka sudah tentu saya hanya menopangkan keuangan keluarga pada suami.

Mengelola uang keluarga memang tak mudah. Butuh kesadaran dari suami dan istri untuk saling menutupi agar tidak terlalu banyak beban utang. Dan yang pasti untuk menghindari perselisihan juga karena uang adalah urusan yang bisa menjadi bibit kekesalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun