Sebulan atau dua bulan sekali saya dan keluarga selalu berusaha buat menyempatkan diri berkunjung ke rumah tante. Niatnya sekadar silaturahmi, mengecek kondisinya dan keluarga, plus numpang makan enak seperti biasa hehehe. Maklum, lokasi rumah tante saya emang nggak terlalu jauh dari tempat tinggal kami.
Kalo soal masak, tante memang jago, dan sejak beberapa tahun terakhir, bisnis kuliner rumahan yang dia rintis sudah jalan cukup stabil. pesanan kue ulang tahun, roti-roti artisan, sampai camilan gurih khas Jawa Timur, semua laris manis. Tapi kali ini, ada sesuatu yang beda.
Di satu kesempatan, sambil kami duduk di ruang tamu sore itu sepiring banana roll keju buatan sendiri, tante tiba-tiba bilang, "Mas, aku lagi kepikiran bikin kafe kecil di depan rumah. Buat nambah sektor usaha, sekalian tempat orang bisa duduk santai sambil menikmati masakanku."
Saya pun langsung mengalihkan perhatian dari acara TV karena penasaran.Â
"Serius, tante mau bikin kafe?"
"Iya. Tapi bukan kafe yang besar lho ya, mas. Aku pengennya tempat yang kecil aja tapi nyaman. Orang bisa ngopi, kerja, atau sekadar ngobrol. Nanti, semua menunya homemade dari dapur ini."
Aku bisa langsung membayangkan dinding semi-terbuka dengan tanaman rambat, meja kayu, bau kopi, WiFi lancar, dan playlist musik yang diputar syahdu.
Saran Digitalisasi Cafe
Sebagai generasi yang sudah kenyang dengan remote work dan cafe-hopping, aku tahu benar kalau kafe zaman sekarang nggak cuma soal rasa. Pelanggan juga butuh kenyamanan, kecepatan, dan koneksi, terutama koneksi internet.Â
"Nte," kataku pelan, "kalau mau bikin kafe yang kekinian dan bisa awet, internet itu penting banget. Bukan cuma buat pelanggan, tapi juga buat operasional."
Tante manggut-manggut. "Makanya aku mau tanya kamu. Aku nggak ngerti soal itu. Tapi aku tahu, kalau anak-anak muda betah di tempat, biasanya karena ada WiFi, kan?"