Mohon tunggu...
Jonny Ricardo Kocu
Jonny Ricardo Kocu Mohon Tunggu... Dosen - Penulis Lepas

Suka Menulis dan Tertarik Pada Literasi, Politik dan Pemerintahan, Sosial Budaya, Lingkungan dan Literasi

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Bagian I : Sistem Pertanian dan Kedaulatan Pangan Lokal Papua

24 Februari 2024   14:06 Diperbarui: 25 Februari 2024   18:07 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Panen raya nenas di kampung Fonatu Kabupaten Maybrat 

Mendorong Sistem Pertanian Yang Tepat Dalam Upaya Mewujudkan Kedaulatan Pangan Lokal Papua

Penulis : Jonny Ricardo Kocu

* Artikel ini menjadi juara dua dalam lomba yang diselenggaran oleh  Bentara Papua, tahun 2023. 

Ketika berbicara tentang kehidupan dan masa depan manusia, kita harus berbicara tentang apa yang orang makan dan minum, bagaimana mereka memproduksi dan mendapatkan hal tersebut, sistem yang seperti apa agar semua orang tercukupi dan bisa menghadapi krisis pangan dan bagaimana menciptakan pangan yang berkelanjutan, dengan tujuan mencapai kedaulatan pangan. 

Titik inilah , kita harus berpikir dan berbicara tentang ketersedian dan kedaulatan pangan, terutama pangan lokal (Papua). Argumen yang dibangun dalam artikel ini bahwa kedaulatan pangan lokal Papua bisa dicapai, apabila masyarakat lokal memperkuat sistem pertanian yang tepat. Sistem yang dimaksud adalah sistem pertanian polikultur.


Problem Pangan : Kelaparan, Kekurangan Gizi dan Kematian 

Tanah Papua menyediakan beragam pangan lokal, yang cukup kaya, namun beragam problem juga lahir karena pangan lokal. 

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia,  termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman (Pasal 1, UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan). 

Sehingga, pangan merupakan satu kebutuhan dasar manusia, bahkan dianggap sebagai hak dasar manusia yang musti diupayakan serta dipenuhi oleh negara, dan juga setiap orang, termasuk pangan lokal.

dok.Kompas.id
dok.Kompas.id

Namun, problemnya tidak semua orang mampu memenuhi kebutuhan tersebut, begitu juga peran negara yang belum optimal dalam menyediakan kebutuhan pangan, terutama pangan lokal. 

Karena, kebutuhan pangan sering menjadi masalah di Indonesia, khususnya di Papua. Kasus-kasus seperti, Kelaparan di Yahukimo pernah terjadi pada 2005. Sekitar 128 orang menjadi korban jiwa akibat bencana ini. 

Saat itu kelaparan di Yahukimo diduga karena cuaca buruk dan gagal panen (dikutip dari nasional.tempo). Kita bisa lihat gambar di atas, beberapa kasus kelaparan, kekurangan gizi dan kematian di Papua.

Belum berdaulatnya pangan lokal Papua juga didorong oleh banyak hal. Seperti,  Pilihan untuk mengkonsumsi beras lebih tinggi daripada makanan lokal (Yossa AP Nainggolan, 2016), ditegaskan juga oleh Mulyadi (Dosen UNIPA) menyebutkan ada berbagai hal, mulai dari aktivitas politik hingga perubahan kebiasaan menyantap nasi yang membuat kearifan lokal di bidang pertanian mulai ditinggalkan. Padahal, kata dia, masyarakat Papua rajin dan tekun dalam berkebun dan berladang (BBC Indonesia).

Baca juga : Melihat Misteri Papua Lebih Dekat Melalui Buku

Sedangkan, menurut Arer Rouw, luas dan sebaran perkebunan warga juga bisa mempengaruhi intensitas kelaparan. Sejak beberapa tahun terakhir, memang terjadi pergeseran pola makanan masyarakat, terutama setelah masuknya raskin (beras miskin). 

Ketergantungan pada beras bantuan ini, membuat luas tanaman ubi dan keladi cenderung berkurang (Kompas.id).  Senada dengan hasil kajian bahwa" terjadi pergeseran konsumsi masyarakat secara masif pada perubahan pola konsumsi pangan sagu dan lokal ubi menjadi pangan beras di Papua Barat. 

Sebagian besar rumah tangga lebih memilih mengkonsumsi pangan beras, karena mudah didapatkan, harga terjangkau, mudah diolah dan rasanya yang enak. Perubahan pola konsumsi ini mengakibatkan tingkat kesukaan konsumsi pangan lokal sagu dan ubi menurun, ketersediaannya pun berkurang, sehingga harga sagu dan ubi menjadi mahal (Afriansyah & Indra Irjani Dewijanti).

Problem-problem seperti ini, menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup kita. Kita bisa belajar dari beberapa kasus di Papua, yang telah dipaparkan terkait kelaparan dan kekurangan gizi yang disebabkan oleh, perubahan iklim, ketergantungan pada pangan nasional, kesadaran masyarakat, kurangnya ketersedian pangan dan kecukupan konsumsi rumah tangga.

dok. Kompas.id
dok. Kompas.id

Konteks global, problem pangan juga menjadi ancaman, lihat grafis di atas. " Sekaligus produk pangan meningkat, kualitas pangan tidak membaik. Bahkan, kerawanan pangan meningkat dalam beberapa tahu terakhir. 

Laporan terbaru yang dikeluarkan sejumlah lembaga di bawah PBB menunjukan, jumlah orang terkena kelaparan meningkat secara global, meningkat menjadi 828 juta pada tahun 2021, meningkat sekitar 46 juta sejak 2020 dan 150 juta sejak merebaknya covid-19 (www.kompas.id) "

* Tulisan ini berlanjut ...............

Bagian II : Sistem Pertanian dan Kedaulatan Pangan Lokal Papua

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun