Saya sama sekali tidak mengetahui isi dari sumpah dokter, tapi saya diberitahu bahwa isi sumpah itu adalah untuk kepentingan pasien. Saya percaya begitu saja tanpa niat memeriksa isi yang sesungguhnya.
Tapi akibat pandemi COVID-19, terutama setelah vaksin yang ditunggu-tunggu sudah tiba, saya jadi sedikit curiga tentang sumpah dokter.
Hasil pemeriksaan kesehatan seorang pasien adalah rahasia yang tidak boleh diumumkan ke publik kecuali atas persetujuan pasien, begitu kata dokter tentang hasil swab bapak HRS, dan itu katanya sesuai sumpah dokter. Jadi saya bertanya dalam hati, menomorsatukan keselamatan individu dibanding keselamatan publik, apakah bagian dari sumpah dokter? Jika tidak sedang pandemi, tentu apa kata dokter itu saya setuju.
Lalu kemudian bapak ketua IDI mengumumkan bahwa para dokter bersedia disuntik vaksin dengan syarat bapak Presiden Jokowi disuntik lebih dahulu. Pengumuman ini sungguh mengejutkan, karena datang dari seorang ketua IDI, yang menaungi semua orang yang profesinya dokter, orang yang lebih paham tentang manfaat vaksin dan efek sampingnya.Â
Jika tidak ada sesuatu, mengapa kesediaan pak Jokowi untuk menjadi orang pertama disuntik vaksin menjadi syarat? Saya malah berharap, para pemimpin itu karena mereka adalah pelayan buat rakyat, justru mereka disuntik paling terakhir. Seperti nakhoda kapal di laut yang menjadi orang terakhir untuk diselamatkan.
Pengumuman ketua IDI ini mungkin akan dipahami dengan cara yang berbeda. Salah satunya adalah bahwa vaksin itu tidak berguna, yang lain bahwa efek samping vaksin itu sangat mengerikan. Publik menjadi bingung, pemerintah senang vaksin sudah datang, tetapi dokter menanggapi dengan sinis. Jika harus memilih, pihak yang manakah yang harus dipercayai?
Sebagian masyarakat yang sebelumnya anti terhadap vaksin, semakin meneguhkan penolakannya. Akibat dari pengumuman bapak ketua IDI ini, kekebalan publik akan sulit dicapai.
Ini pun membuat saya bertanya, apa sih isi dari sumpah dokter itu? Jika vasin itu tidak berguna, atau efek sampingnya mengerikan, kenapa para dokter hanya sinis dan diam? Apakah di dalam sumpah dokter itu tidak ada keharusan untuk menomorsatukan keselamatan publik, bahkan jika pun harus berhadapan dengan penguasa?
Tengoklah, setelah vaksin datang dokter diam, yang banyak bicara justru politikus dan para normal, yang semakin menambah kebingungan.
Agar tidak menjadi stress akibat kebingungan, saya putuskan mengambil resiko untuk mempercayai pemerintah dan melupakan IDI. Saya menilai apa yang dikatakan ketua IDI lebih bernuansa politik dari pada medis. Sudah lama saya kesulitan mempercayai politikus.
Keputusan vaksin gratis mengundang cemoohan, Jokowi selamat negara sekarat. Jika vaksin tidak gratis cemoohan tetap ada hanya saja bunyi cemoohannya berubah menjadi Jokowi tidak peduli keselamatan rakyat. Makan saja sudah sulit, disuruh lagi membeli vaksin.
Jadi memang pandemi ini merusak banyak hal di dalam diri kita.