Menabrak bintang menerjang langit, adalah ungkapan retoris yang sesungguhnya tidak bermakna karena kemustahilannya, tetapi dapat melukiskan kerasnya usaha dan besarnya daya yang mesti dikerahkan untuk sesuatu, sesuatu yang telah ditetapkan menjadi goal, atau menjadi titik fokus.
Kemustahilan?,... ya betul ... itu mustahil. Bintang terdekat ke bumi, Alpha Centauri, jaraknya tiga setengah tahun cahaya. Artinya?... banyak artinya. Yang kita lihat sekarang ini adalah keadaan Alpha Centauri tiga setengah tahun yang lalu. Arti lainnya?... jika manusia berangkat ke sana dengan pesawat tercepat masa kini, Mach 10 atau hipersonik, itu kira-kira 3,4 km/detik, diperlukan waktu 264 ribu tahun untuk sampai ke bintang terdekat itu. Mustahil. Tetapi manusia adalah mahluk imajinasi, jika fisik tidak bisa mencapai sesuatu, imajinasi selalu datang menjadi penyelamat.
Jika menabrak bintang terdekat saja sudah mustahil, lebih mustahil lagi untuk menerjang langit. Di mana batas langit? ... who knows?
Gelegar pidato sukarno, "gantungkan cita-citamu setinggi langit agar paling tidak kau bisa meraih bintang", sisi ilmiahnya tidak terpahami tetapi efek psikologisnya sangat mendorong.
Maksud saya sesungguhnya adalah, bahwa langit itu adalah cerminan dari sesuatu yang tanpa batas, kemahaan. Seberapa kuatkah yang maha kuat? Seberapa berkuasakah yang maha kuasa? Seberapa dalam kasih dari yang maha pengasih? Berapakah kekayaan dari yang maha kaya? Berapa kali mengampuni yang maha pengampun? Berapa tinggi kemuliaan dari yang maha mulia? Berapa panjangnya kesabaran dari yang maha penyabar?..... ayo ayo ayo, jujurlah. Pasti siapapun anda tidak dapat menjawab semua tanda tanya itu, jikapun anda adalah seseorang yang telah menghafal isi dari semua kitab suci yang pernah ada.
Ilmu matematika dapat menjadi contoh yang baik. Berapa bilangan terbesar dan berapa pula bilangan terkecil?. Takberhingga (infiniti) dan minus takberhingga, begitu jawaban dari matematikawan. Tetapi itu adalah jawaban yang menunjukkan ketidaktahuan.Â
Matematikawan juga sebetulnya sadar bahwa infiniti itu bukan bilangan sebab tidak menunjukkan sifat-sifat seperti bilangan. Tidak ada operasi matematis apapun yang mengubah ketakhinggaan. Takhingga ditambah takhingga sama dengan takhingga, takhingga dikali takhingga sama dengan takhingga, takhingga dibagi takhingga sama dengan takhingga, takhingga dikurang takhingga sama dengan takhingga. Tidak bisa ditambah, tidak bisa dikurangi, tidak bisa digandakan.
Paham? .... Baiklah.
Maha kuat itu adalah ketakhinggaan, kekuatan tanpa batas. Tak ada apapun, oleh siapapun, dimanapun, kapanpun, yang dapat menambah, mengurangi, atau menggandakan yang maha kuat. Semua usaha mengubah adalah kesia-siaan.
Maha mulia juga adalah ketakhinggaan. Semua usaha untuk menambah, mengurangi, atau menggandakan kemahamuliaan adalah usaha yang sia-sia. Menjadi sangat absurd ketika anda berdoa demi kemuliaan dari yang mahamulia, menjadi ironis ketika anda bertindak dengan alasan menjaga kemuliaan, atau menambah kemuliaan dari yang mahamulia. Apapun tindakanmu, ucapanmu, syair lagumu, puisimu, bahkan doamu, tidak untuk menambahkan sesuatu kepada kemahaan dari yang maha itu.
Bahkan ketika engkau mengancam, memaki, mencaci, mengumpat, dan bahkan menihilkan, kemahaan dari yang maha itu sedikitpun tidak terusik.