Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menanti 2019

31 Mei 2018   19:11 Diperbarui: 31 Mei 2018   19:30 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: istockphoto.com)

Aku sudah lama memutuskan bahwa janji kampanye "memberikan kesejahteraan pada rakyat" adalah janji palsu, janji yang tidak mungkin diwujudkan. Alasan saya cukup sederhana, yaitu kesejahteraan diriku tergantung pada diriku sendiri, kesejahteraanmu tergantung pada dirimu sendiri, kesejahteraannya tergantung pada dirinya sendiri, dan seterusnya.

Diriku, dirimu, dirinya, kami, kalian, mereka, menjadi kita karena diikat oleh sebuah konstitusi yang sama, itulah yang menjadi masyarakat suatu Bangsa-Negara. Konstitusi, yang di dalam NKRI itu adalah UUD 1945, menjadi satu-satunya dasar agar kita bisa berpijak bersama-sama. Tanpa konstitusi, kita pasti menjadi gerombolan manusia chaos.

Lantas Pemerintah untuk apa?, satu-satunya adalah menjadi regulator. Memperbesar kesempatan atau peluang, menjadi wasit yang adil mengatur persaingan, membuat regulasi agar tiap orang memiliki akses yang adil terhadap kapital, kesempatan yang setara mengakses pendidikan bermutu. 

Lantas setelah itu bagaimana?, akan selalu ada orang yang malas berusaha sehingga berkubang di kemiskinan, akan selalu ada orang yang malas belajar sehingga berkubang di kebodohan.

'1. Terlena

Mudah membuat rakyat terlena, misalnya melalui subsidi dan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Subsidi dan BLT itu menyenangkan tetapi tidak mendidik, tidak membuat daya juang semakin kuat. Subsidi dan BLT itu menciptakan lingkaran ketidakberdayaan. Pemerintah harus mengalokasikan uang dalam jumlah sangat besar untuk membiayai subsidi dan BLT, hal itu menyebabkan pembangunan mandeg.

Pembangunan yang mandeg menyebabkan ekonomi stagnan, ekonomi yang stagnan maka kesejahteraan juga stagnan, akibatnya dibutuhkan uang yang lebih besar lagi untuk membiayai subsidi dan BLT. Seperti itulah berputar-putar menjadi lingkaran setan kemandegan. Rakyat sih senang, elektabilitas presiden sangat tinggi.

Meskipun subsidi terutama subsidi BBM menyimpang jauh sekali, ya semua senang. Bayangkanlah, semakin banyak mobilmu maka semakin besar pula subsidi BBM yang kau terima. Itu sama saja dengan mensubsidi orang kaya, sebab jika mobilmu banyak, takmungkin kau miskin. Tengoklah antrian di SPBU, sedan BMW, sedan Mercedes, Fortuner, Inova, Pajero, Camry, sedang antri mengisi BBM.

Kebetulan di depan SPBU melintas sebuah gerobak pemulung. Mudah sekali melihat bahwa gerobak pemulung itu tidak mendapatkan subsidi BBM barang setetes, tetapi berakhir di tanki mobil BMW, Mercedes, Fortuner, Inova, Pajero, Camry.

Itulah yang terjadi puluhan tahun ke belakang, sudah sampai pada keterlenaan yang akut.

Dibutuhkan seseorang atau suatu rezim yang memiliki nyali untuk memutus lingkaran kemandegan ini, rezim yang berani mengambil resiko "tidak terpilih pada periode berikutnya", tetapi dengan gagah menatap ke masa depan.

'2. Resiko dan Peluang

Selama puluhan tahun subsidi dan BLT memasung pemerintah sehingga tidak berdaya membangun infrastruktur dasar. Hasilnya, biaya logistik di Indonesia adalah yang tertinggi di Asia Tenggara. Bayangkan keanehan berikut, biaya logistik jeruk dari Pontianak ke Jakarta jauh lebih mahal dari biaya logistik jeruk dari Beijing ke Jakarta, maka rak-rak toko buah di Jakarta penuh dengan jeruk Pokam dari China.

Keterlenaan yang timbul akibat subsidi dan BLT selama puluhan tahun sudah sedemikian akut, sehingga tuntutan rakyat tidak lagi sekedar subsidi dan BLT, tetapi semua harus serba murah. Beras murah, minyak goreng murah, cabai murah, ikan asin murah, sayur murah.  Nah yang terakhir ini, ketika pemerintah lebih giat menagih pajak, banyak yang nyinyir menuduh pemerintah hendak merampok rakyat melalui pajak, bah.

Keterlenaan itu melahirkan tuntutan yang kalau dirangkum kira-kira seperti ini : BBM dan listrik harus disubsidi, semua barang harus murah, pajak harus rendah atau tanpa pajak, gaji harus naik tetapi produktivitas mandeg, hari libur lebih banyak. Pada keadaan seperti ini, berapa lamakah sebuah Negara bisa bertahan?

Menghapus subsidi dan BLT, menagih pajak sesuai UU, dua tindakan ini beresiko besar karena berpeluang meruntuhkan rezim yang melakukannya. Tetapi dua tindakan itu adalah pintu menuju masa depan yang berdaya tahan, produktif, dan berdaya saing.

Rezim yang hanya berpikir melanggengkan kekuasaan tidak akan memiliki nyali melakukan kedua tindakan tersebut. Tetapi rezim yang tulus memikirkan kelanggengan Negara dan kesejahteraan di masa depan, pasti berani melakukannya.

Menghapus subsidi dan BLT, menagih pajak sesuai UU, adalah tindakan beresiko dan sekaligus berpeluang.

'3. Konsumsi dan Produksi

Puluhan tahun yang lalu, pemerintah giat membentuk PDB (Produk Domestik Bruto) melalui "konsumsi", berarti memacu konsumsi masyarakat. Tetapi rezim pada masa itu melupakan suatu hal pokok, "yang hendak dikonsumsi itu dibuat oleh siapa dan di mana?"

Betul sih penjualan ponsel meningkat, penjualan mobil dan TV meningkat, penjualan kulkas dan mesin cuci meningkat, penjualan laptop dan note-book meningkat, tetapi itu semua dibuat di China, di Jepang, dan di Korsel.

Nah, sudah waktunya kita membutuhkan rezim yang berani mengubah dari paradigma "konsumsi" menjadi paradigma "produksi". Maka slogan kerja, kerja, kerja, harus diimplementasikan dengan konsisten dan konsekuen.

'4. Urat Nadi Ekonomi

Infrastruktur dasar seperti jalan raya, pelabuhan laut/danau/sungai, bandara pesawat, jaringan listrik, yang baik dan terkoneksi dengan baik, itu semua menjadi syarat dasar melangkah ke tahap berikut, yaitu menjadi "produsen global". Kemakmuran suatu Negara bergantung pada apakah Negara itu ikut pada mata rantai jaringan produsen global.

Aksi membangun infrastruktur secara massif tidak seperti menggigit cabe rawit yang langsung terasa pedasnya di lidah. Tetapi dampak dari infrastruktur terlihat setelah selang waktu puluhan tahun. Kemajuan ekonomi China diperoleh setelah duapuluh tahun lebih sejak jor-joran membangun infrastruktur.

Karena berdampak setelah sekian lama, hal itu membuat aksi membangun infrastruktur secara massif tidak berdampak secara politik, terutama di Negara yang dipenuhi oleh politikus yang haus kekuasaan dan bernafsu melanggengkan rezim dan tidak peduli pada masa depan bangsa. Di masa lalu ketika rezim saat itu berutang untuk membiayai subsidi dan BLT, semua diam senang. Ketika rezim berikut berutang untuk membiayai infrastruktur, banyak yang nyinyir dan menghembuskan opini seolah-olah kedaulatan Negara sudah tergadai, Negara akan ambruk akibat utang, dan sebagainya.

'5. Khawatir

Periode pertama rezim sekarang, dengan nyali besar menghapus subsidi dan BLT, menagih pajak sesuai UU, mengalokasikan uang yang banyak untuk membangun infrastruktur dasar, hanya orang dungu yang tidak mau melihat itu. Tetapi itu membuat saya khawatir.

Sedemikian hebatnya serangan ke rezim sekarang, sampai-sampai yang membuat serangan kehilangan akal sehat. Bayangkan, seorang politikus dengan berani mengatakan bahwa jalan di Papua itu hanya hoaks, itu sudah kehilangan akal sehat namanya. Ada tuduhan seolah-olah rezim sekarang sudah menjual 74% lahan Negara ke investor asing, pada hal andaikan 74% itu sesuai fakta, tetapi rezim terdahululah yang memberikan ijin tersebut.

Tetapi terdapat sebuah adagium, bahwa kebohongan yang dikatakan terus menerus secara konsisten dapat berubah menjadi kebenaran di masyarakat. Adagium ini yang membuat saya khawatir. Kekhawatiran saya bukan pada kelanggengan rezim yang sekarang, tetapi saya sangat khawatir terhadap kelanggengan program yang sudah dimulai, kemungkinan besar akan berubah menjadi rongsokan yang jangankan berguna malahan menjadi gangguan.

'6. Saran

Kepada semua yang hendak atau berkeinginan mengganti rezim sekarang, saran dari saya adalah : akui dengan jujur capaian prestasi rezim sekarang, lalu tambahkan hal lain yang masih kurang mendapat perhatian, tambahkan lagi capaian prestasi lainnya yang bisa anda janjikan dan wujudkan.

Kalau anda semua tetap hanya mencari-cari kelemahan rezim sekarang, selain sulit dan terpaksa harus berbohong, itu hanya menghasilkan dua kemungkinan: pertama, anda keok karena rakyat bisa melihat siapa yang sungguh-sungguh. Kedua, kalau anda menang karena satu dan lain hal, Negara ini kembali ke titik nol.

Kalau saya sangat jelas, saya ingin agar progam kerja saat ini berlangsung terus menerus, siapapun yang menjadi presiden.

Masalahnya, kalau ada yang sudah terbukti, ngapain mencari-cari yang lain?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun