Mohon tunggu...
Jonny Hutahaean
Jonny Hutahaean Mohon Tunggu... Wiraswasta - tinggi badan 178 cm, berat badan 80 kg

Sarjana Strata 1, hobby membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pembusukan Kondisi

16 Juni 2018   12:59 Diperbarui: 16 Juni 2018   13:04 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pembusukan yang paling berbahaya, yang paling menjerumuskan, dan yang paling mematikan adalah semakin meningkatnya kebiasaan kita untuk melakukan segala hal dengan cara setengah-setengah. Setengah waktu, setengah biaya, terutama setengah hati.

Hanya setengah dari waktu yang tersedia pada satu periode yang kita gunakan untuk membangun, setengah waktu lagi diboroskan untuk pesta politik, bersilang sengketa wacana, berdebat dan saling memaki dan menuduh. Dari lima tahun masa jabatan satu periode, waktu setahun pertama musnah untuk yang katanya konsolidasi, waktu setahun terakhir binasa untuk persiapan memenangkan periode kedua. Tiga tahun di antaranya belum jelas ngapain dan untuk apa. Timeless.

Dari biaya total yang dianggarkan untuk sebuah proyek, yang betul-betul menjadi biaya proyek yang sesungguhnya hanya separoh, yang separoh lagi menguap di tengah jalan, atau menghilang masuk kantong pribadi, atau menjadi marjin berlebihan yang tidak wajar. Bapak Presiden sampai geleng-geleng kepala, dari sekian miliar biaya proyek pemulangan TKI, yang benar-benar jadi biaya untuk memulangkan TKI hanya setengah miliar rupiah, sisanya untuk biaya seminar dan biaya kunjungan. Tak beda jauh dengan uang sumbangan ke korban bencana, yang separoh habis untuk biaya panitia dan biaya perjalanan gerombolan yang mengantarkan sumbangan.

Hormat yang setinggi-tingginya kepada masyarakat bangsa ini, yang begitu tabah, kuat, dan panjang sabar menanggung dan bersedia menderita menanti para birokrat pulang dari ketersesatannya dan lalu kembali ke hati nuraninya, berubah menjadi birokrat dan politikus yang penuh pengabdian. Menunggu godot?

Seperti itulah kondisi busuk yg lama terjadi, hingga datang some one yg tulus hendak memperbaiki, tetapi banyak dibenci karena para bangsat terhambat rezeki.

Pembusukan lain yang tak kalah mematikan adalah hilangnya kecemasan dan matinya rasa. Tampaknya sudah tidak ada lagi yang membuat kita cemas. Ketika pejabat pemerintah berpidato bahwa pemerintah bertujuan untuk mensejahterakan umat, tidak ada lagi yang terkejut. Meski semua orang di negara ini mengetahui isi konstitusi, bahwa pemerintah bertujuan untuk mensejahterakan rakyat, yeah, nonsen-lah, toh nanti dengan mudah akan dikatakan bahwa semua rakyat adalah umat atau semua umat adalah rakyat.

Tidak ada rasa terkejut atas mega skandal E-KTP, rasa terkejut yang semestinya memicu kita seluruhnya bersatu tangan membasmi dan membinasakan semua elemen, baik orang maupun sistem, yang membuat harapan agar kita memiliki data-base kependudukan yang valid dan akurat menjadi bubrah tak karuan. Waktu habis hanya untuk bersilang sengketa dan wacana, saling mengintip dan saling mengancam.

Tiba-tiba terjadi operasi tangkap tangan terhadap beberapa kepala daerah. Bahwa kepala daerah itu diciduk KPK karena mempalak uang BPJS, itupun sama sekali tidak lagi mengejutkan. Bayangkan, uang untuk memenuhi kebutuhan paling mendasar dari rakyat yang paling miskin, masih dengan teganya ditilep, dan tetap tidak ada yang terkejut, semua tampak biasa hanya sekedar sebuah kasus korupsi. Bah

Satu-satunya yang mungkin membuat terkejut, rasa terkejut yang ironis, adalah jika dalam setahun tidak ada birokrat atau politisi yang terciduk karena korupsi. Itu sangat ironis.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun