Mohon tunggu...
Jongen Nugraha
Jongen Nugraha Mohon Tunggu... BPS Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan

ASN di Badan Pusat Statistik Kabupaten Muara Enim

Selanjutnya

Tutup

Financial

Menanti Dampak Likuiditas 200 Triliun Terhadap Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi

17 Oktober 2025   01:37 Diperbarui: 17 Oktober 2025   01:45 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karyawan menata uang di BSI KC Semarang Ahmad Yani, Semarang, Jakarta, Kamis (27/2/2025).ANTARA FOTO/Aprillio Akbar 

Penyaluran tambahan likuiditas Rp200 triliun di akhir September 2025 menjadi ujian bagi efektivitas kebijakan fiskal rasa moneter: apakah mampu memperkuat kredit produktif dan menjaga pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen.  

Pemerintah menyalurkan tambahan likuiditas Rp200 triliun ke sektor perbankan pada September 2025. Kebijakan ini disebut sebagai "injeksi kepercayaan" bagi dunia usaha, di tengah tanda-tanda pengetatan likuiditas dan kenaikan inflasi sejak pertengahan tahun. Tapi pertanyaan besarnya: apakah dana sebesar itu benar-benar akan mendorong pertumbuhan ekonomi, atau justru hanya memperlebar kesenjangan pembiayaan antar sektor? 

Perbandingan Pertumbuhan Pinjaman, PDB, dan Uang Primer. Sumber : Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik 
Perbandingan Pertumbuhan Pinjaman, PDB, dan Uang Primer. Sumber : Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik 

Stabil tapi Belum Merata

Jika melihat perjalanan ekonomi lima tahun terakhir, Indonesia sebenarnya telah melalui fase pemulihan yang cukup stabil. Setelah sempat terkontraksi -2,07 persen pada 2020, pertumbuhan ekonomi nasional berhasil pulih ke kisaran 5 persen dan relatif bertahan hingga pertengahan 2025.

Namun, di balik angka yang terlihat stabil ini, tersimpan cerita ketimpangan antar sektor dan ketidakseimbangan dalam aliran kredit.

Data Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa uang primer sebagai indikator yang menggambarkan seberapa besar likuiditas yang disuntikkan ke sistem keuangan mengalami kenaikan tajam dari Rp1.147 triliun pada 2020 menjadi Rp1.774 triliun pada 2024, sebelum sedikit menurun pada paruh pertama 2025 karena kebijakan fiskal yang lebih hati-hati.

Menariknya, meski pasokan uang berkurang -1,48 persen pada tahun 2023 PDB tetap tumbuh 5,05 persen, dan pertumbuhan pinjaman mencapai 11,70 persen.  hal ini menandakan bahwa mesin ekonomi tetap bergerak, terutama karena penyaluran kredit dari perbankan yang masih solid. dan sebaliknya walaupun jumlah uang primer meningkat signifikan pada tahun 2022 sebesar 26,96 persen hanya mampu mendongkrak pertumbuhan pinjaman sebesar 10,69 persen dan PDB tumbuh sebesar 5,31 persen

Kredit Tumbuh, Tapi Tak Semua Merasakan

Hingga Juli 2025, total kredit yang disalurkan bank umum dan BPR mencapai Rp4.691 triliun, naik drastis dibanding Rp3.228 triliun pada 2020. Tapi lonjakan itu tidak terjadi secara merata. sebelumnya Rp4.580 triliun pada tahun 2024.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun