Kegiatan Canisius College Cup XL 2025 resmi dimulai dengan gegap gempita. Sorak sorai peserta, semangat panitia, dan antusiasme penonton seolah menjadi energi yang menghidupkan suasana di setiap sudut sekolah. Lapangan dipenuhi semangat perjuangan, aula bergema dengan sorakan dukungan, dan di balik layar ratusan panitia bekerja tanpa henti agar setiap detik perlombaan berjalan sempurna. Tahun ini, lebih dari 200 sekolah ambil bagian, dengan dukungan lebih dari 500 panitia yang siap mengabdikan diri demi kesuksesan acara.
Namun, di balik semua kemeriahan itu, CC Cup bukan sekadar ajang pertandingan tahunan. Lebih dari sekadar kompetisi, kegiatan ini merupakan "kawah candradimuka" bagi generasi muda---tempat mereka belajar arti tanggung jawab, sportivitas, dan ketulusan dalam bekerja sama. Tahun ini, Canisius College Cup mengusung tema "El -- Helw Ma Yekmelsh," yang berarti "sesuatu yang indah tidak pernah sempurna." Tema ini menjadi pengingat bahwa dalam setiap perjuangan menuju kesuksesan, selalu ada rintangan dan ketidaksempurnaan yang justru membuat pengalaman itu lebih bermakna.
Setiap pertandingan di CC Cup menyimpan kisah perjuangan yang tak terlihat dari luar. Di balik kemenangan sebuah tim, ada keringat yang mengucur, rasa lelah yang ditahan, dan semangat yang terus dijaga. Ketika seorang pemain jatuh lalu bangkit kembali untuk berlari mengejar bola, di situlah nilai magis, yaitu daya juang untuk menjadi lebih baik, terbentuk. Ketika seorang panitia menahan kantuk demi menyiapkan panggung keesokan harinya, di sanalah rasa tanggung jawab dan dedikasi tumbuh dengan nyata.
Salah satu peserta, Kaiser dari SMA Kolese Kanisius, menceritakan pengalamannya. "Kami kalah di babak pertama, tapi dari situ saya belajar banyak. Tidak semua yang kita rencanakan berjalan mulus, tapi semangat tim dan rasa saling mendukung membuat kekalahan itu jadi pelajaran yang berharga," ujarnya. Ungkapan sederhana itu mencerminkan makna tema tahun ini, bahwa keindahan justru muncul dari proses yang tidak sempurna.
Bagi diri saya sendiri, Canisius College Cup tahun ini merupakan pengalaman yang sangat berkesan sekaligus menjadi yang terakhir, karena saya sudah duduk di kelas 12 dan tahun depan akan melanjutkan studi di luar negeri. Saya tidak hanya hadir sebagai panitia, tetapi juga sebagai peserta lomba pencak silat. Acara tahun ini mengajarkan banyak nilai kehidupan yang berharga. Di tengah kesibukan saya sebagai panitia ticketing, saya juga harus mempersiapkan diri untuk mengikuti pertandingan. Sebagai panitia, saya bertugas menjual tiket selama hari-hari perlombaan. Terkadang, hal ini membuat saya kehilangan kesempatan untuk menyaksikan pertandingan-pertandingan seru. Namun, rasa kehilangan itu terbayar oleh kesempatan untuk berinteraksi dengan banyak orang. Melalui proses jual beli tiket, saya belajar berkomunikasi dengan pengunjung, membantu mereka membeli tiket penutupan, dan memastikan sistem berjalan lancar.
Tidak jarang terjadi kendala seperti error pada sistem atau antrean panjang yang membuat sebagian pengunjung merasa dirugikan. Dari situ, saya belajar untuk memosisikan diri sebagai pihak yang dirugikan agar dapat memahami sudut pandang mereka dan bertindak dengan bijak dalam menyelesaikan masalah.
Dalam lomba pencak silat, saya sempat merasa kecewa karena hanya berhasil meraih peringkat ketiga. Awalnya saya kesal karena merasa bisa tampil lebih baik, namun setelah merenung, saya menyadari bahwa hasil tersebut sudah selayaknya saya terima. Persiapan saya memang kurang maksimal karena sebelumnya harus mengikuti berbagai kegiatan sekolah seperti retret, ILT, dan Edu Fair yang menyita banyak waktu latihan. Dari pengalaman itu, saya belajar untuk bersyukur dan menghargai lawan-lawan yang memiliki persiapan lebih matang. Kekalahan ini justru menjadi pengingat bahwa proses dan usaha jauh lebih penting daripada hasil akhir.
Kegiatan ini tidak hanya tentang menang atau kalah, tetapi juga tentang belajar menghadapi kenyataan hidup. Sama seperti pertandingan, kehidupan pun tidak selalu memberikan hasil yang kita inginkan. Namun, setiap tantangan dan kegagalan adalah kesempatan untuk tumbuh. Selain ajang kompetisi, CC Cup juga menjadi wadah persaudaraan lintas sekolah. Di tengah perbedaan latar belakang dan budaya, para peserta belajar berkolaborasi, saling menghormati, dan menumbuhkan semangat persahabatan yang tulus. Seorang panitia bidang acara, Anto (kelas 11), mengungkapkan, "Rasanya luar biasa bisa bertemu begitu banyak teman baru. Kami mungkin berasal dari sekolah yang berbeda, tapi semangatnya sama: ingin membuat acara ini sukses dan membawa sukacita bagi semua orang."
Semangat itu pula yang menjadi alasan mengapa CC Cup disebut sebagai wadah pembentukan karakter. Dalam setiap peran, baik sebagai pemain, panitia, penonton, atau pendukung, anak muda diajak untuk berani berproses, berani gagal, dan berani memperbaiki diri. Kekurangan yang muncul selama kegiatan bukanlah aib, melainkan ruang belajar yang nyata. Jadwal yang molor, alat yang rusak, atau kesalahpahaman dalam tim adalah bagian dari pengalaman yang memperkaya.
Lebih jauh, keterlibatan aktif dalam CC Cup juga menumbuhkan keterampilan kepemimpinan dan kerja sama. Para siswa belajar untuk berkomunikasi dengan baik, mengambil keputusan cepat, serta menjaga komitmen dalam tekanan. Semua pengalaman itu membentuk karakter yang kuat dan tangguh, sesuatu yang tidak bisa diajarkan hanya lewat teori di kelas.