Mohon tunggu...
Joko Yuliyanto
Joko Yuliyanto Mohon Tunggu... Penulis - Esais

Penulis buku dan penulis opini di lebih dari 150 media berkurasi. Penggagas Komunitas Seniman NU dan Komunitas Partai Literasi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Benturan Sosial Digital

18 Oktober 2022   09:54 Diperbarui: 18 Oktober 2022   10:03 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sosial digital | sumber: pixabay.com/geralt

Masalah sosial secara umum adalah kecepatan industri teknologi yang tidak sejalan dengan kemampuan masyarakat mengikuti perkembangan zaman. Setiap orang dituntut bisa adaptif terhadap kemajuan teknologi yang dibangun melalui media daring. Platform digital menjadi kebutuhan didukung dengan kebijakan pemerintah dalam mengembangkan sarana prasarana teknologi bagi seluruh masyarakat.

Mereka yang tertinggal (kurang mampu beradaptasi) akan tertinggal yang berdampak pada konflik sosial kultural mulai dari tingkat keluarga. Remaja terlahir dan tumbuh dengan media sosial sebagai bagian dari hidup dan kesehariannya. Menurut sebuah agensi marketing sosial, terdapat 72 juta pengguna aktif media sosial pada tahun 2015.

Orang tua yang gagal mengikuti kemajuan teknologi tidak mampu bersaing dengan anak-anaknya. Dunia digital menyajikan beragam informasi yang kadang bertentangan dengan ideologi dan nilai keluarga. Sementara internet kesulitan memfilter informasi bagi anak yang menyebabkan kecanduan, perilaku imoral, dan pelanggaran nilai-nilai agama.

Anak yang terlahir dan tumbuh di dunia digital menjadi asing dengan pendidikan dasar dari keluarga. Mereka lebih mudah terdoktrin dan teredukasi melalui media sosial. Sementara media sosial dibangun dari sistem alogaritma yang mendorong psikologi anak untuk lebih suka eksistensi, kebencian (kekerasan), hingga perundungan.

Media jurnalistik juga tidak lagi punya kekuatan mengontrol dan mengubah budaya bangsa ketika harus terjun mengikuti pasar (selera) konten masyarakat. Kritikan media jurnalistik yang hanya bermodalkan sumber konten dari media sosial tidak dapat dielakan. Produksi informasi yang tidak punya nilai edukasi semakin membanjiri konsumsi media sosial.

Media sosial juga membawa dampak perasaan curiga (ketidakpercayaan) terhadap sebuah informasi. Fanatisme dibangun untuk menciptakan konflik identitas yang dibawa dalam arena panggung pilitik dan mimbar agama. Anak-anak dan remaja tidak lagi menganut nilai dari orang tua ketika media sosial dianggap sebagai kebenaran informasi.


Literasi Digital

Literasi diartikan sebagai kemampuan memahami, menganalisis, menilai, mengatur, mengevaluasi informasi dengan menggunakan teknologi digital (Maulana, 2015:3). Literasi yang buruk dapat mengakibatkan gangguan pada psikologis remaja. Hal ini disebabkan oleh emosi anak dan remaja yang masih belum stabil. Distribusi informasi begitu cepat tanpa kontrol etika berinternet.

Literasi tidak hanya dimaknai sebagai aktivitas membaca dan menulis, tetapi juga kemampuan membaca, memahami, dan mengeapresiasi berbagai bentuk komunikasi secara kritis. Namun gerakan atau program literasi digital tidak bisa mengatasi problem sosial masyarakat. Sebaran berita hoaks dan narasi kebencian masih didominasi oleh remaja dan anak-anak.

Kemajuan teknologi dalam mengimplemantasikan program literasi digital tidak diimbangi dengan komunikasi dan pemahaman mengenai aspek penerimaan informasi. Kecepatan distribusi informasi dianggap yang utama daripada ketelitian memahami kevalidan informasi. Semua informasi diterima tanpa pertimbangan risiko akan benturan konflik di masyarakat.

Literasi digital harus dilihat dari sudut pandang negatif agar remaja tidak terjebak pada sikap melawan nilai dan norma di masyarakat. Dampak negatif literasi digital bisa dijadikan batasan bahwa perkembangan teknologi perlu dipahami secara seksama terhadap pertumbuhan psikologi anak terhadap orang tua.

Dunia digital merupakan panggung baru bagi semua orang. Orang tua yang sebelumnya dihargai sebab keunggulannya dalam segi pengalaman dan pengetahuan terdistorsi melalui perkembangan teknologi informasi. Mereka yang bertahan adalah yang mudah beradaptasi terhadap perkembangan teknologi. Anak dan remaja tentu punya daya serap pengetahuan seputar teknologi lebih baik daripada orang tua yang sebagian masih menerapkan konsep hidup yang konservatif.

Ada masalah besar mengenai kesenjangan sosial orang tua dan anak yang menjadikan benturan sosial di dalam keluarga dan masyarakat. Intensitas bermedia sosial melalaikan nilai-nilai yang dibangun oleh keluarga. Informasi seputar etika, agama, budaya, dan politik lebih dominan diserap melalui media sosial. Komunikasi internal keluarga juga terbatas seiring laju perkembangan teknologi yang menjalar ke berbagai sendi kehdidupan.

Bahkan sektor pendidikan yang seharusnya menjadi benteng anak-anak dan remaja memfilter derasnya arus informasi malah dijadikan metode pembelajaran daring. Sekolah hanya dijadikan lembaga formal pencarian ijazah, sementara pencarian ilmu diserahkan kepada pengetahuan digital. Semua orang dipaksa mandiri menentukan nasib di dunia maya. Moralitas sedikit dikesampingkan.

Bagi orang tua yang mudah beradaptasi dengan kemajuan teknologi akan mudah melakukan diskusi dengan anak tentang dampak dan risiko media digital. Sedangkan bagi orang tua yang tertinggal, akan membiarkan anaknya membentuk karakter diri melalui alogaritma media yang cenderung menciptakan perilaku kebencian, kekerasan, dan perundungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun