Mohon tunggu...
Joko Wahyono
Joko Wahyono Mohon Tunggu... -

Pengelola Lembaga Pendidikan, Nara Sumber Seminar, Penulis Buku. Buku yang telah ditulis ; Sekolah Kaya Sekolah Miskin, Guru Kaya Guru Miskin (Gramedia Group) dan Cara AMPUH Merebut Hati Murid (Erlangga Group).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tips Mengatasi Rasa Marah

29 Maret 2016   14:07 Diperbarui: 29 Maret 2016   14:18 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Rasa Marah, adalah suatu sikap emosional yang muncul akibat reaksi yang terjadi secara spontan. Orang yang sering menunjukkan sikap emosional, mudah tersinggung dan menunjukkan sikap marah akan sulit diterima oleh lingkungannya. Ini akan mempengaruhi kemampuan untuk beradaptasi.

Emosi merupakan salah satu hasil kerja dari sinergi unsur fisik dan psikis. Menurut Walgito (2004) emosi merupakan keadaan yang ditimbulkan oleh situasi tertentu (khusus), dan emosi cenderung terjadi dalam kaitannya dengan perilaku yang mengarah (approach) atau menyingkir (avoidance) terhadap sesuatu, dan perilaku tersebut pada umumnya disertai adanya ekspresi kejasmanian, sehingga orang lain dapat mengatahui bahwa seseorang sedang mengalami emosi. Emosi mempunyai bentuk yang berbeda-beda, misalnya senang, sedih, marah, takut atau gejala-gejala lain yang merupakan respon dari bekerjanya indera manusia.

Salah satu emosi yang sering muncul dalam diri kita adalah emosi marah (ghadab). Marah merupakan salah satu satu fitrah manusia yang muncul ketika kebutuhan (needs) dan motif (motive) mereka terhalangi atau terhambat untuk dipenuhi. Menurut Musfir Bin Zaid Az-Zahrani (2005) Marah adalah suatu bentuk emosi yang bersifat fitrah atau bawaan yang memegang peranan penting dalam kehidupanmanusia. Marah pada umumnya muncul karena adanya kekangan yang muncul dalam usaha pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Di saat seseorang marah, pada saat itulah kekuatannya bertamnah untuk dapat menghadapi semua masalah yang menghalangi jalannya. Pada saat itulah ia mulai mempertahankan haknya dan mengalahkan segala yang mengekang tujuan hidupnya.

Apa yang menjadi pemicu rasa marah tersebut? Pemicu marah yang paling umum (universal) adalah adanya perasaan berbahaya. Ancaman yang dimaksud bukan saja berupa ancaman fisik langsung, melainkan seperti yang sering terjadi, yaitu berupa ancaman simbolik yang menyinggung harga diri atau martabat, misalnya diperlakukan tidak adil, dikasari, dicacimaki, diremehkan, atau frustrasi setelah mengejar target penting. Dengan kata lain marah timbul karena batas-batas emosi yang kita miliki telah terganggu atau terancam. 

Menurut Al-Ghazali (dalam Mujib, 2007) penyakit marah (ghadab) disebabkan oleh dominasi unsur api atau panas (al-harȃrah), yang mana unsur tersebut melumpuhkan peran unsur kelembaban atau basah (al-ruthȗbah) dalam diri manusia. Hal ini telah disabdakan oleh Rasulallah SAW. bahwa “Sesungguhnya marah itu bara api yang dapat membakar lambung anak Adam. Ingatlah bahwa sebaik-baik orang adalah orang yang melambatkan (menahan) amarah dan mempercepat keridhaan dan sejelek-jelek orang adalah orang yang mempercepat amarah dan melambatkan ridha”. (HR. Ahmad dari Abu Sa’id al-Khudriy).

Rasa marah menjadi suatu perasaan yang dominan secara perilaku, kognitif, maupun fisiologi sewaktu seseorang membuat pilihan sadar untuk mengambil tindakan untuk menghentikan secara langsung ancaman dari pihak luar. Ekspresi luar dari kemarahan dapat ditemukan dalam bentuk raut muka, bahasa tubuh, respons psikologis, dan kadang-kadang tindakan agresi public. Perasaan marah sangat datang kepada diri kita sebagai ekspresi dari sikap penolakan kita terhadap apa yang terjadi. 

Para ahli psikologi modern memandang kemarahan sebagai suatu emosi primer, alami, dan matang yang dialami oleh semua manusia pada suatu waktu, dan merupakan sesuatu yang memiliki nilai fungsional untuk kelangsungan hidup. Kemarahan dapat memobilisasi kemampuan psikologis untuk tindakan korektif. Namun, kemarahan yang tak terkendali dapat berdampak negatif terhadap kualitas hidup pribadi dan sosial.

MENGENDALIKAN RASA MARAH

Kemarahan bukan perasaan yang harus dibuang karena dianggap tidak berguna. Namun, karena dampak rasa marah ini dapat merugikan diri sendiri dan orang lain, maka, perasaan marah ini harus dapat dikendalikan dengan baik. Berikut cara bijak mengendalikan rasa marah;Tayang

Gunakan kalimat pelindung; amarah dapat dikendalikan dengan kalimat berdoa meminta pertolongan dari Allah atas panasnya api yang membakar diri. Rasulullah Muhammad SAW, bersabda, "Ada kalimat kalau diucapkan niscaya akan hilang kemarahan seseorang, yaitu "A'uudzu billah mina-syaithaani-r-rajiim" "Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk" (H.R. Bukhari Muslim).
 

Lakukan gerakan pengendalian diri ; Ketika marah, anda sedang berdiri atau berjalan, maka duduklah. Bila sedang berbicara keras dan kasar, maka diamlah, bila belum dapat berkurang rasa marahnya, maka berwudhulah. Rasulullah bersabda "Kemarahan itu itu dari syetan, sedangkan syetan tercipta dari api, api hanya bisa padam dengan air, maka kalau kalian marah berwudlulah" (H.R. Abud Dawud). Dan bila belum pulih benar, maka bersujudlah, bersujud, artinya shalat sunnah mininal dua rakaat. Dalam sebuahhadist dikatakan "Ketahuilah, sesungguhnya marah itu bara api dalam hati manusia. Tidaklah engkau melihat merahnya kedua matanya dan tegangnya urat darah di lehernya? Maka barangsiapa yang mendapatkan hal itu, maka hendaklah ia menempelkan pipinya dengan tanah (sujud)." (H.R. Tirmidzi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun