Mohon tunggu...
Joko Ade Nursiyono
Joko Ade Nursiyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 34 Buku

Tetap Kosongkan Isi Gelas

Selanjutnya

Tutup

Money

Tanda-Tanda Pergeseran Pola Konsumsi Masyarakat Indonesia

29 Oktober 2014   16:28 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:18 5705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14145495261926697351

Perekonomian Indonesia tampaknya terus mengalami peningkatan dan perkembangan. Meningkat dalam artian bahwa perekonomian Indonesia tampak hidup dan terus bergerak. Lihat saja kenyataannya, pertumbuhan ekonomi Indonesia naik secara positif nyaris mencapai angka pertumbuhan 6 persen dalam beberapa tahun terakhir. Berkembang dalam artian, roda ekonomi Indonesia terus mengalami perluasan dan perbaikan. Perluasan yang dimaksud secara mikro dapat ditengarai oleh variasi produk entah dalam bentuk barang entah jasa yang semakin banyak dihasilkan. Sedangkan perbaikan lebih terlihat dari meingkatnya pendapatan per kapita masyarakat sebagai pelaku utama dalam menyumbang "kue ekonomi" atau Produk Domestik Bruto (PDB) dari segi pengeluaran untuk konsumsi.

Berbicara soal pengeluaran untuk konsumsi memang hingga kini tidak akan pernah ada ujungnya. Kompleksitas kehidupan manusia memberikan dan terus menambah jumlah kebutuhan untuk dipenuhi. Biasanya, dalam kehidupan sehari - hari, mungkin dari kita sudah pernah sesekali bertanya kepada orang lain mengenai berapa jumlah uang yang ia keluarkan dalam sebulan terakhir untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dan, mungkin kebanyakan orang yang kita tanyai bakal menjawab "wah, dalam sebulan uang segini nih tidak cukup sebenarnya, Pak." Begitu. Atau jawaban lain seperti "penghasilan saya hanya cukup untuk seminggu, Pak. Kalau sebulan mah tidak cukup." Inilah beberapa jawaban atas pertanyaan mengenai biaya pengeluaran tersebut. Dengan demikian sudah jelas, bahwa informasi mengenai pendapatan masyarakat dapat kita dekati atau kita cakup dengan mendapatkan informasi atau data mengenai besar pengeluarannya. Inilah yang biasa digunakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dalam meneropong besarnya pendapatan per kapita Indonesia sekaligus pola konsumsi masyarakat Indonesia.

Namun saat ini, kalau diamati secara seksama pola konsumsi masyarakat Indonesia telah bergeser. Uniknya lagi, pergeseran konsumsi tersebut hampir relevan dengan teori hukum Engel. Menurut Engel (1821--1896) menyatakan bahwa pada saat pendapatan masyarakat seseorang meningkat, maka proporsi pendapatan yang dihabiskan untuk membeli makanan semakin berkurang, bahkan jika pengeluaran aktual untuk makanan itu sendiri meningkat. Maksud dari hukum Engel, proporsi pengeluaran masyarakat untuk produk makanan (dalam persen) meningkat, tetapi lebih kecil daripada peningkatan pendapatan. Ke depannya, hukum Engel tampaknya akan terbukti terhadap pola konsumsi masyarakat di Indonesia. Hal tersebut telah terdeteksi dalam beberapa tahun terkahir ini.

[caption id="attachment_370242" align="aligncenter" width="484" caption="Rata-rata Pengeluaran pe Kapita Sebulan Menurut Kelompok Barang (diolah), sumber : Statistik Indonesia 2014, Dok.Pri"][/caption]

Data Statistik Indonesia memperlihatkan bahwa dari tahun 2012 hingga tahun 2013 kemarin, rata-rata pengeluaran per kapita masyarakat Indonesia mengalami peningkatan, dari sebesar Rp. 461.356,- per bulan pada tahun 2012 meningkat sebesar 9,56 persen pada tahun 2013 menjadi Rp. 505.461,- per bulan. Keberhasilan ekonomi Indonesia sebenarnya bisa juga dilihat dari pendapatan per kapita ini meskipun pendekatannya dari sisi pengeluaran, tetapi inilah salah satu ukuran riil mengenai besarnya pendapatan per kapita tersebut sekaligus menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat dan keberhasilan pembangunan pro-rakyat. Kemudian kalau dilihat menurut kelompok barang, pengeluaran per kapita yang meningkat tersebut memperbesar proporsi pengeluaran untuk barang non-makanan. Pada tahun 2012, besarnya rata-rata pengeluaran untuk barang non-makanan mencapai Rp. 189.107,- atau sebesar 40,99 persen terhadap total pengeluaran per bulannya. Proporsi tersebut terlihat masih bertahan pada angka 40 persen di tahun 2013 kemarin dengan besar rata-rata pengeluaran per kapita untuk barang non-makanan mencapai Rp. 206.349,- per bulan. Kondisi tersebut dapat kita lihat sekilas dalam keseharian masyarakat Indonesia, penjual makanan dimana-mana tetap laris, produk makanan pun semakin banyak, beragam, serta terbungkus rapi dan memikat pembeli. Tetapi, bagi seseorang yang kebutuhan makannya sudah cukup setiap harinya, kecenderungan ketika ia memiliki pendapatan lebih akan memutuskan untuk beli barang-barang non-makanan, seperti barang elektronik, pakaian, dan wisata. Nah, tampaknya inilah yang biasanya terjadi. Berbeda dengan masyarakat yang tergolong pendapatan tidak tinggi, ketika pendapatan mereka meningkat belum tentu mereka dengan mudahnya memutuskan membeli barang non-makanan. Mereka lebih berpikir bahwa pemenuhan kebutuhan dasar adalah yang terpenting dahulu dan perlu dikuatkan demi kelangsungan hidup. Jangankan membeli mobil, buta makan sehari-hari saja terkadang masih utang tetangga.

Dengan demikian, dapat kita tarik sebuah kesimpulan sementara bahwa pola konsumsi yang terekam dalam rata-rata pengeluaran per kapita masyarakat Indonesia mulai menunjukkan tanda-tanda kesesuaian dengan hukum Engel. Oleh karena itu, diperlukan adanya kajian secara mendalam dan empiris mengenai fenomena pergeseran pola konsumsi masyarakat Indonesia sebagai bahan penentu kebijakan ekonomi di tahun - tahun berikutnya.

******************************************************************************

Sebagai catatan, itu adalah angka rata-rata, sehingga kalau masyarakat berdalih, "masak pengeluaran masyarakat sampai segitu ?, tetangga saya saja saya tanyai tak sampai Rp.200.000,- sebulan." Tunggu dulu, perlu diketahui, angka rata-rata adalah satu angka yang mewakili keseluruhan angka pengeluaran per kapita tersebut. Angka rata-rata juga terpengaruh oleh adanya angka yang besarnya terlalu rendah dan atau angka yang terlalu tinggi. Ketika dalam kumpulan angka-angka besarnya pengeluaran per kapita itu, ada yang sangat besar (pengeluaran orang kaya misalnya) maka angka rata-rata pengeluaran per kapita akan "tertarik" mendekati angka pengeluaran yang besar tersebut. Inilah lemahnya kalau memakai angka rata-rata, tetapi karena banyak dipakai dalam perhitungan statistik maka masyarakat perlu memahami sekaligus memaklumi kelemahan rata-rata ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun