Mohon tunggu...
Joko Yuliyanto
Joko Yuliyanto Mohon Tunggu... Jurnalis - pendiri komunitas Seniman NU
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis opini di lebih dari 100 media berkurasi. Sapa saya di Instagram: @Joko_Yuliyanto

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menganalisis Hoax yang Merajalela

27 Oktober 2020   09:38 Diperbarui: 27 Oktober 2020   09:46 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: makassar terkini

Saat ini hoax sudah menciptakan budayanya sendiri, puncaknya pada masa pilkada, pileg, hingga pilpres. Saking menyenangkannya, menyebarkan hoax atau berita palsu masuk ke ruang-ruang privasi. Menjebol batas realitas tanpa berpikir panjang atas dampak atau risiko yang akan ditimbulkan.

Semakin buramnya sekat politik, agama, dan moralitas, membuat produsen hoax semakin tak karuan menciptakan konflik vertikal maupun horizontal di dalam masyarakat. Film Tilik yang sempat viral merupakan cuplikan dari problematika mendasar setiap manusia tentang puasnya menyebarkan hoax atau prasangka yang belum terbukti kebenarannya.

Bukan hanya tentang kebiasaan manusia yang suka menyerang musuhnya dengan berita hoax, dalam segi intelektual, ternyata hoax bisa dijadikan pekerjaan untuk mendapatkan penghasilan yang cukup besar dengan menjadi buzzer. Apalagi jika bicara tentang dasar online marketing dalam era teknologi informasi seperti sekarang. Apapun itu, hoax masih menjadi masalah bersama dalam rangka menertibkan informasi yang layak dikonsumsi oleh publik.

Alasan Menyebar Hoax

Secara garis besar hoax adalah aktivitas menciptakan kekacauan sosial yang sebenarnya disadari oleh pembuat hoax itu sendiri. Di dunia global, hoax dijadikan alat atau senjata politik untuk memenangkan calon kontestan politik. Dalam beberapa bidang, tujuan utama penyebar hoax adalah untuk membenarkan persepsinya atau kelompoknya.

Ada banyak cara untuk membuat konten hoax, seperti; memotong video atau pernyataan, memalsukan data atau narasumber, hingga berita imajinatif yang dikarang untuk menciptakan kontroversi dan membangkitkan semangat pendukung yang sebasis dengannya.

Semakin sulitnya mengontrol persebaran hoax dari masyarakat membuat kerasahan bagi mereka yang berpikir waras tentang ancaman ini. Disimak dari pengguna medsos, khususnya Facebook di Indonesia sudah tembus 2,7 miliar, banyak sekali yang mempercayai berita hoax yang karena keterbatasan pengetahuannya ikut menyebarkan ke beberapa grup. Apalagi informasi tersebut sesuai dengan motif untuk mendukung kebenaran subjektifnya. Menyerang lawan kelompok atau menguatkan landasan kelompok untuk terlihat benar di publik.

Alasan lainnya memang bertujuan untuk menciptakan kegaduhan di tengah masyarakat. Keberhasilan motif penyebar hoax adalah ketika mereka yang segolongan atau sebasis bisa saling berdebat mengenai sebuah pernyataan atau berita yang dimunculkan. Seperti taktik perang era modern, bahwa perlawanan dengan fisik akan sama-sama merugikan. Kemudian dengan trik adu domba (menyebar hoax) mereka akan tumbang dengan sendirinya.

Hoax adalah "virus" yang mudah menyebar dan sulit untuk disembuhkan. Seseorang yang sudah tertular akan menjadi fanatik dan terkesan brutal membela argumennya. Pasien penyebar hoax tidak menyadari bahwa dirinya sedang sakit, sehingga melegalkan kebencian, fitnah, dan adu domba untuk memuaskan hasratnya.

Solusi Pencegahan Hoax

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun