Mohon tunggu...
Joko Yuliyanto
Joko Yuliyanto Mohon Tunggu... Jurnalis - pendiri komunitas Seniman NU
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis opini di lebih dari 100 media berkurasi. Sapa saya di Instagram: @Joko_Yuliyanto

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Indonesiamu

17 Januari 2020   09:04 Diperbarui: 17 Januari 2020   09:05 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: suarajakarta.co

Kepada Ir. Soekarno yang terhormat, kenapa dulu engkau merdekakan indonesia kalau nantinya terjajah sendiri? Bahkan engkau pernah berujar jika perjuanganku lebih berat dibanding masa penjajahanmu karena kami melawan bangsa sendiri. Kalau pada zamanmu kaum hawa diperkosa oleh para penjajah Jepang, sekarang otak kami yang diperkosa para penjajah yang menyelinap.

Saat engkau bilang landasan demokrasi, sekarang banyak makhlukmu lancang berdemo. Tanpa demo menurut mereka bukan Indonesia. Mengetik nama salah bisa didemo dan dipidana apalagi berpidato salah. Kami rindu Sayuti Melik.

Demokrasi bukan lagi menjadi landasan kesatuan yang engkau canangkan dulu, malah menjadi pemecah segala suku, agama dan aneka macam negaramu. 

Kebebasan berpendapat dan berbicara yang engkau tujukan agar mereka lebih berani dan percaya diri menghadapi bangsa, dijadikan ajang unjuk gigi para pahlawan berpedang menegakan apa yang dikehendakinya. Indonesia bukan lagi kehendak bersama, namun hanya segelintir orang bahkan seseorang.

"Beri aku sepuluh pemuda, akan aku goncang dunia", sekarang ratusan juta pemuda malah digoncang dunia. Harapanmu yang ingin menguasai malah dikuasai. Pemuda yang malas mencari informasi, pemuda yang gagah berdebat dan berperang, pemuda yang tiba-tiba menjadi ahli berbagai bidang, pemuda yang entah.

Pancasila, sekarang ekosila. Eko-nya para berkepentingan. Eko-nya yang menginginkan indonesia seolah merdeka. Eko-nya para eko-eko lainnya. Ketuhanan yang Maha Esa dari Indonesia(mu). 

Tak ada lagi kemanusiaan yang adil apalagi beradab. Tidak ada lagi persatuan Indonesia. Tidak ada lagi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan, apalagi permusyawaratan dan perwakilan. Dan tidak ada keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia(ku).

Sangsakan sudah tidak lagi merah-putih sebab warna putih sudah dicat merah oleh para eko. Namun eko menyeru kalau yang diwarna merah itu adalah putih. Sedang pengikut eko menjadi abu abu. 

Tiang yang dulu engkau buat mengibarkan bendera(mu), malah dicabut dan dibuat menyerang gerbang singgasanamu. Meski tidak runcing seperti zaman(mu), namun cukup kuat untuk dijadikan simbol para abu-abu.

JAS-MERAH. Mana sempat mereka membaca kisah para kawan(mu). Mereka hanya mau mengakui pahlawan yang ada di depan mata mereka, dari lacarkaca pula.

Sejak mulai ramai lovebird, anak cucumu malah melupakan Garuda yang bertengger mengibarkan Bhineka Tunggal Eka. Burung-burung mereka malah gagah mengibarkan Bhineka Tinggal Eko. 

Tak ada lagi perbedaan, mereka hanya menginginkan kesamaan. Dan mungkin seperti perjuangan gajahmada yang akhirnya tak mampu menyatukan nusantara. Dan kini indonesia juga tak sempat lagi disatukan karena gerakan anti Indonesia(mu).

Klaten, 19 Januari 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun