Mohon tunggu...
Johny Soelistyo
Johny Soelistyo Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang suami dan ayah yang sangat beruntung, Hidup dalam anugerah dan berkatNya yang luar biasa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kita Tidak Butuh Caleg Tionghoa...

8 April 2014   01:28 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:56 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13968704011335336037

Pemilu 2014 sudah di ambang mata. 2 hari ke depan seluruh rakyat Indonesia akan memilih wakil wakil rakyatnya yang dianggap dapat mewakili aspirasi masyarakat dalam menentukan kebijakan dan perundang-undangan untuk dilakukan oleh Pemerintah, baik dari tingkat Pusat hingga ke daerah.

Pemilu 2014 diperkirakan akan menjadi pertarungan yang sengit bagi seluruh partai politik yang menjadi pesertanya. 12 partai yang akan bersaing sengit dalam mencuri hati konstituennya, tentu saja masing masing akan melakukan strategi strategi yang dianggap mumpuni dan efektif dalam mendongkrak perolehan suara. Termasuk di dalam bagian dari strategi adalah membuka kesempatan kepada caleg dari berbagai latar belakang, baik tingkat pendidikan, profesionalisme hingga etnisitasnya.

Fenomena yang paling menyolok dan kelihatan dari mayoritas partai politik peserta Pemilu 2014 antara lain adalah meningkat pesatnya jumlah caleg dari kalangan etnis Tionghoa. Pemicunya mungkin saja berawal dari era kepemimpinan Presiden Gus Dur, hingga yang teranyar adalah terpilihnya Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai Wakil Gubernur DKI.

Keberadaan etnis Tionghoa di Indonesia, kendati bukanlah sebagai kelompok mayoritas di negeri ini, namun kehadirannya tidak dapat dipungkiri menarik perhatian banyak pihak termasuk Presiden SBY yang tiba tiba saja mengeluarkan Keppres tentang tidak adanya lagi sebutan Cina melainkan Tionghoa di Indonesia.

Di Medan, populasi etnis Tionghoa berkisar 400ribu jiwa, dan jika diperkirakan jumlah penduduknya yang mencapai 3 jutaan, maka persentase etnis Tionghoa belum mencapai 10%.  Namun untuk pesta demokrasi kali ini, jumlah caleg Tionghoa yang bertarung meningkat pesat dan cukup signifikan dibandingkan Pemilu 2009 yang lalu. Sejumlah parpol turut menjagokan kelompok ini sebagai pendongkrak suara baginya, bahkan ada juga yang sampai memasang 2 caleg Tionghoa pada daerah pemilihan yang sama.

Sesungguhnya kondisi ini memang tidak dapat disalahkan, karena jika dipandang dari sisi positif maka sebenarnya dapat dikatakan tahun 2014 ini merupakan tahun kebangkitan kembali bagi etnis Tionghoa untuk tampil ke depan sebagai lokomotif gerakan perubahan yang telah dimulai oleh Ahok di Jakarta. Selama ini etnis Tionghoa hanya dianggap sebagai penguasa ekonomi semata, yang tidak memiliki kepedulian dan rasa nasionalisme terhadap bangsa Indonesia.

Kita memang tidak membutuhkan wakil rakyat dari etnis Tionghoa, jika keberadaan mereka hanyalah untuk membela kepentingan kelompoknya atau sekedar sebagai pagar kuat untuk menjagai aset dan usaha mereka yang telah dibangun dengan menggurita. Kita juga tidak membutuhkan wakil rakyat etnis Tionghoa jika kehadirannya hanya untuk sekedar euforia dan hura hura semata.

Namun jika seorang caleg Tionghoa dapat melepaskan warna kulitnya dan mengambil posisi sebagai anak bangsa Indonesia yang mencintai negeri, dan berkeinginan membangun dan memberikan kontribusi terhadap kemajuan negeri Indonesia, sebagaimana layaknya seorang Ahok yang tidak lagi memikirkan kepentingan kelompok tertentu, maka diyakini Indonesia dapat berubah menjadi raksasa ekonomi yang semakin kuat beberapa dekade ke depan.

Sifat alamiah orang Tionghoa yang gigih, ulet, berintegritas, penuh komitmen,  mengedepankan dialog, kepedulian sosial yang tinggi, tentu saja akan membuat sistem dan tatanan negeri yang dapat berubah lebih cepat sebagaimana telah terbukti dengan kekuatan kelompok ini dalam membangun kekuatan ekonomi di mana saja mereka berada di seluruh belahan dunia ini.

Jika kelompok Tionghoa dapat tetap mempertahankan sifat alamiah ini dalam peranan mereka di dunia politik, tentu saja ini akan menjadikan Indonesia adalah sebuah negeri yang penuh harapan dengan tata kelola pemerintahan yang lebih baik lagi. Kalau bukan kita, Siapa Lagi ? Kalau Bukan Sekarang, Kapan Lagi ?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun