Mohon tunggu...
Johansyah M
Johansyah M Mohon Tunggu... Administrasi - Penjelajah

Aku Pelupa, Maka Aku Menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Puasa, Membangun Istana Cinta di Hati

16 Mei 2020   06:14 Diperbarui: 16 Mei 2020   07:13 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam dunia sufi ada salah satu terminologi yang akrab kita kenal, yaitu mahabbah (cinta). Menurut Imam Ghazali mahabbah itu adalah kecenderungan hati pada sesuatu. Kecenderungan yang dimaksud tidak lain adalah kecenderungan kepada Tuhan. Dalam pandangan kaum sufi, mahabbah itu hanya dipersembahkan pada Tuhan. Kata beliau; barang siapa yang mencintai sesuatu tanpa ada keterpautan cinta kepada Allah, maka itu adalah kebodohan dan kejahilan sebab tidak ada yang pantas dicintai kecuali Allah Swt.

Mahabbah pada hakikatnya adalah lupa terhadap kepentingan diri sendiri, dan mendahulukan kepentingan Tuhan. Dengan kata lain mahabbah adalah menempatkan kepentingan Tuhan di atas kepentingan pribadi. Mencitai sesuatu semata karena Tuhan. Ada ungkapan indah dalam sebuah tembang lagu; 'cintai aku karena Allah'. Jadi mahabbah menempatkan kecintaan pada Tuhan melebihi kecintaan kepada makhluk. Apa pun itu.

Dalam dunia sufi, tokoh mahabbah yang terkenal adalah Rabiah Adawiyah (713-801) yang berasal dari kota Basrah Iraq. Dia adalah seorang hamba sahaya yang dibebaskan. Dia sangat tekun dalam beribadah dan bertaubat kepada Tuhan, mengenyampingkan dunia dan fokus pada kecintaan terhadap Tuhan. Dia tidak pernah memohon sesuatu yang bersifat materi. Baginya tidak ada yang bermakna kecuali mencintai Tuhan sepenuhnya.

Banyak ayat yang berbicara mahabbah. Seperti firman Allah Swt; 'orang-orang beriman lebih kuat cintanya kepada Allah' (QS. Baqarah: 165). Dalam ayat lain disebutkan: 'katakanlah, jika kamu (benar-benar) mencitai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang' (QS. ali Imran: 31).

Demikian halnya dalam hadits, salah satunya seperti yang disabdakan Rasulullah Saw; "ada tiga hal yang apabila dimiliki oleh seseorang, maka dia akan mendapatkan manisnya iman, yaitu; hendaklah Allah dan rasul-Nya ia cinta melebihi yang lain, apabila ia mencintai seseorang, ia hanya mencintainya karena Allah, dan ia tida suka kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya, sebagaimana ia tidak mau melemparkan diri ke dalam api neraka".

Nah, puasa yang kita jalani ini pada hakikatnya proses menumbuhkan rasa mahabbah (cinta) kepada Allah Swt. Seperti yang ditegaskan dalam hadits di atas, kita diarahkan agar lebih mencintai Allah dan rasul-Nya melebihi dari cinta kepada apa dan siapa pun. Kecintaan kepada dunia, materi, atau apa pun itu tidak lain adalah tangga-tangga mahabbah yang kita tapaki untuk mencapai mahabbah-Nya.

Untuk menjadi Rabiah Adawiyah tentu tidak mungkin, di mana Dia  berusaha mempersembahkan secara totalitas cintanya kepada Tuhan. Namun perjuangan cintanya pada Tuhan itu patut diteladani dan dijadikan sebagai sifat dasar kemanusiaan yang kuat di dalam hati. Kita persembahkan hidup semata karena Allah, namun dalam wujud dan konteks kemanusiaan dan ketuhanan.

Segala makhluk-Nya didasari atas prinsip mahabbah. Kehidupan akan penuh dengan huru-hara, pertikaian, peperangan, dan kekacauan di mana-mana jika mahabbah hilang dari nurani manusia. mahabbahlah yang dijadikan modal untuk membangun peradaban dan kedamaian. Mahabbahlah yang dapat menyatukan dan membuat penduduk bumi bisa harmonis.

Hancurnya mahabbah disebabkan oleh nafsu dunia. ketika seseorang berambisi memiliki atau menguasai, dia akan menyingkirkan rasa cinta dan kasih sayang terhadap sesama. Dia akan melakukan cara apa pun untuk dapat memenuhi ambisinya. Dia tidak akan peduli apakah sikap dan perilakunya menyakiti, merugikan, bahkan membuat orang lain menjadi korban. Tentu, orang yang kehilangan mahabbah secara batiniyah sebenarnya tidak layak disebut manusia.

Ketika hati penduduk dunia sepi dari mahabbah, itu menjadi indikasi bahwa dunia akan penuh persoalan dan huru hara. Bangsa yang kuat akan menjajah bangsa yang lemah. Si kaya akan memperbudak si miskin. Penguasa akan menzalimi rakyatnya sendiri. Orang-orang tidak menggunakan rasa lagi dalam mempertimbangkan perbuatannya. Terjadialah kemudian apa yang disebut manusia 'makan' manusia.

Oleh sebab itu, salah satu wadah dan ibadah yang dapat memperkuat rasa mahabbah kita adalah puasa. Di ramadhan ini kita lebih terkontrol dan merasa diawasi, serta sangat berharap agar puasa kita bernilai di sisi-Nya. Untuk itu, kita berusaha semaksimal mungkin untuk mengendalikan hawa nafsu, menghindari maksiat, membiasakan dengan perbuatan baik, sehingga kita memperoleh keridhaan-Nya. Ini pulalah yang dikembangkan dalam dunia tasauf yang kita kenal dengan takhalli, tahalli, dan tajalli.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun