Mohon tunggu...
Kavya
Kavya Mohon Tunggu... Penulis - Menulis

Suka sepakbola, puisi dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Jurus Dewa Mabuk Songsong Kompetisi Extraordinary

14 Juli 2020   08:09 Diperbarui: 14 Juli 2020   08:10 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : http://wells-auction.com/)

Tidak setuju kompetisi Liga 1 2020 dilanjutkan. Mempertanyakan subsidi yang baru cair dua kali sejak Maret 2020, hingga pertanyaan bagaimana jika ada pemain, tim pelatih atau ofisial terkena Covid-19 saat kompetisi dimulai.

Kondisi itu yang ada saat ini di klub Liga 1. Ada 5 klub yang menolak kompetisi berlanjut, yakni Persebaya Surabaya, Persik Kediri, Persita Tangerang, Barito Putera, dan Persipura Jayapura. Mereka beralasan, memaksakan melanjutkan kompetisi di tengah pandemi Covid-19 yang juga belum mereda sangat berisiko.

Kejelasan waktu kompetisi Liga 1 memang sudah diberikan oleh PT LIB sebagai operator kompetisi lewat surat tanggal 10 Juli 2020 kepada klub Liga 1.

"Bahwa pelaksanaan lanjutan kompetisi Liga 1 2020 dimulai pada tanggal 1 Oktober 2020 -- 28 Februari 2021 dengan title "Extraodinary Competition"; dengan catatan bahwa jadwal tersebut akan mengikuti situasi perkembangan pandemic Covid-19", demikian bunyi poin 1 surat PT LIB tersebut.

Seluruh pertandingan berlangsung dari 1 Oktober 2020 hingga 28 Februari 2021, dilaksanakan dengan format kompetisi double round robin dan tanpa penonton itu dilaksanakan di pulau Jawa.

PSSI pun akan melakukan pendekatan terhadap klub  yang tidak setuju kompetisi dilanjutkan. Belum diketahui hasil pendekatannya. Belum juga terdengar sikap PSSI jika kelima klub itu tetap ngotot pada sikapnya. Apakah mereka akan terkena sanksi seperti diatur dalam pasal 32 regulasi Liga 1 2020 (sebelum kompetisi dihentikan).

Apakah sikap kelima tim menolak dilanjutkannya Liga 1 2020 semata karena soal pandemi Covid-19 yang tak juga turun, bahkan terus bertambah?

Ada tiga hal utama yang menjadi kendala besar bagi klub untuk melanjutkan kompetisi.

Pertama, belum adanya restu dari pemerintah melalui Gugus Tugas Covid-19 terhadap keinginan PSSI untuk tetap menggelar kompetisi.

Penyebaran Covid-19 atau virus corona sendiri hingga saat ini terus menunjukkan peningkatan. Presiden Joko Widodo memprediksi puncak penyebaran virus corona ( Covid-19) di Indonesia akan terjadi pada Agustus atau September 2020 mendatang.

Sebelumnya pada Maret 2020 lalu, Presiden Jokowi juga sempat memprediksi bahwa puncak penularan Covid-19 di Indonesia akan jatuh pada bulan Mei, sehingga bulan Juli sudah mulai menurun. Namun rupanya prediksi tersebut meleset.

Jika prediksi terbaru Presiden Jokowi tepat, setelah puncak virus corona itu terjadi, bisa diperkirakan bagaimana situasi di bulan berikutnya (Oktober). Sedangkan kompetisi dimulai 1 Oktober 2020. Berani atau bisakah ijin diberikan oleh Gugus Tugas Covid-19?.

Kedua soal kesehatan dan keselamatan. Meski perhelatan Liga 1 nantinya kemungkinan digelar tanpa penonton, risiko akan terpapar virus corona bukan serta-merta hilang. Sebanyak 22 pemain di lapangan akan saling kontak fisik, sehingga dikhawatirkan bisa menular.

Selain itu, karena tak adanya penonton maka kemungkinan besar adanya nonton bersama (nobar) oleh supporter. Mulainya aktivitas warga seperti di kafe-kafe kemungkinan nobar itu besar kemungkinan terjadi. Hal itu bisa memunculkan potensi baru penyebaran virus.

Di sisi lain, sesuai dengan pertemuan Kemenpora dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 pada 25 Juni lalu, diputuskan bahwa jika ada temuan kasus positif, maka event olahraga tersebut akan dihentikan.

PSSI sendiri sudah menyatakan para pemain, tim pelatih dan ofisial akan mendapatkan rapid test sebelum laga, dan biayanya akan ditanggung oleh PSSI. Padahal rapid test dikenal punya tingkat akurasi yang rendah dalam mendeteksi virus corona.

Beberapa kejadian menunjukkan hasil dari rapid test salah dan dianulir setelah seorang pasien melanjutkan pemeriksaan ke swab test.

Ketiga finansial. Faktor finansial ini jelas beban terbesar yang saat ini ditanggung oleh para klub. Terhentinya kompetisi saat belum berjalan sebulan membuat klub kelimpungan.

Masih kurangnya subsidi dari PT LIB yang menjadi hak klub jeas merupakan kendala yang menyulitkan. Tak adanya kucuran dana dari sponsor dan pemasukan tiket jelas menjadikan subsidi sebagai tumpuan, selain dari kantong pemilik klub.

Seperti dilakukan oleh Arema FC yang terpaksa meminta Iwan Budianto sebagai pemilik klub untuk menggelontorkan dana bagi gaji pemain, pelatih dan karyawan. Pemegang saham mayoritas (70%) PT Arema Aremania Bersatu Berprestasi Indonesia (AABBI), itu sudah merogoh koceknya sebesar Rp 2,3 miliar.

Tak mengherankan jika beberapa klub meminta agar subsidi ditingkatkan jika liga bergulir. PT LIB memang menjanjikan peningkatan subsidi dari Rp 520 juta menjadi Rp 800 juta, namun nilai itu dianggap kurang. Angka Rp 1,2 hinggga 1,5 miliar dianggap layak bagi klub untuk mengarungi lanjutan kompetisi Liga 1.

Pemilik atau pemegang saham mayoritas lainnya tentu juga berkorban seperti itu. Meski juga mungkin keteteran karena bisnisnya sendiri juga remuk karena dampak ekonomi dari pandemi ini.

Kita bisa membayangkan, saat klub hanya membayar gaji para pemain dan pelatihnya sebesar 25% dari April hingga Agustus mereka sudah kelimpungan. Ada klub yang sampai dua bulan menunggak pembayaran, tak hanya ke pemain dan pelatih tapi juga karyawan perusahaannya. Para karyawan itupun gajinya turut terpangkas sebesar 50%, ada yang kurang dari kurang dari itu.

Saat kompetisi dimulai, seperti kemauan PSSI, bagi tim dari luar pulau Jawa ataupun dari Jawa tapi tak bisa berkandang di kotanya, mereka harus menanggung biaya lebih dari biasanya. Aturan eksternal misalnya, sesuai protokol dari FIFA, di dalam bus, para pemain juga diharapkan menjaga jarak satu sama lainnya.

Jadi, kemungkinan tim-tim Liga 1 akan memakai dua bus saat harus berangkat ke stadion karena aturan ini. Sesuai regulasi Liga 1, bus ini disediakan oleh tim tuan rumah untuk menjemput dan mengantar tim lawan.

Belum lagi berbicara soal sewa lapangan latihan, extra pudding, bonus jika menang dan lainnya.

Maka tak heran jika klub-klub saat ini menjalan jurus dewa mabuk agar tetap bertahan hingga pandemi ini berakhir. Tak adanya degradasi di Liga 1 hanya vitamin yang tak seberapa dibandingkan dengan pusingnya memikirkan biaya operasional tim.

Tinggal dinanti seberapa kuat dan lama ketahanan nafas klub-klub ini mengarungi situasi yang berat saat ini hingga berakhirnya kompetisi pada akhir Februari 2021. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun