Mohon tunggu...
Johanis Malingkas
Johanis Malingkas Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Menulis dengan optimis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengenang Sam Ratulangi

30 Juni 2015   00:20 Diperbarui: 30 Juni 2015   00:20 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sam Ratulangi (sumber:dok-pri)

Bangsa yang besar adalah bangsa yang selalu menghormati dan menghargai jasa-jasa para pahlawannya. Indonesia adalah bangsa yang besar dan memiliki tokoh-tokoh nasional yang telah berjuang dalam mengantar rakyat Indonesia menuju ke pintu gerbang kemerdekaan. Sejarah telah mencatat dengan tinta emas nama-nama tokoh bangsa yang kita kenal sebagai para pahlawan yang telah mendahului kita.

Salah satu tokoh nasional ini kita kenal dengan nama Sam Ratulangi. Sam Ratulangi nama yang akrab dari Dr.Gerungan Saul Semuel Jacob Ratulangi. Lahir di Tondano, Minahasa, Sulawesi Utara dan meninggal di Jakarta pada 30 Juni 1949.

Maka dari itu, hari ini 30 Juni 2015 saya turunkan artikel ini sebagai salah satu bentuk peringatan mengenang Sam Ratulangi sebagai salah satu Tokoh Nasional yang juga Pahlawan Nasional bangsa Indonesia.

Apabila kita menelusuri sejarah hidup Sam Ratulangi, baik yang di tulis oleh beberapa orang yang mengenalnya dari dekat, maupun beberapa buku yang pernah ditulisnya bahkan beberapa karya-karya tulisnya di koran mingguan bernama Natonale Commentaren, kita akan lebih mengenal semua sepak terjang perjuangannya demi kemerdekaan bangsa Indonesia.

Sam Ratulanngi dikenal sebagai tokoh multidimensional. Karya-karya tulisnya mengandung nilai-nilai kemanusiaan yang bernilai tinggi dan terangkum dalam filosofi yang dikenal dengan: "Si Tou Timou Tumou Tou" artinya manusia baru dapat disebut sebagai manusia, jika sudah dapat memanusiakan manusia. Filosofi ini begitu terkenal sehingga dalam aktivitas masyarakat hingga saat ini, di dunia pendidikan tinggi daerah ini penerimaan mahasiswa menggunakan program "Tumou Tou". Ada juga koperasi atau kelompok tani di daerah ini menggunakan nama "Tumou Tou".

Sam Ratulangi juga dikenal sebagai tokoh futuris yaitu memiliki kemampuan memprediksi apa yang akan terjadi ke depan. Dalam bukunya Indonesia di Pasifik yang di tuliskan dan terbit tahun 1932 telah tersirat bakal pecah perang Pasifik dan 10 tahun kemudian hal ini memang terjadi yaitu di tahun 1942.

Sebagai salah satu tokoh dari 11 tokoh perintis pers Indonesia, Sam Ratulangi bersama isterinya mengelola mingguan berbahasa Belanda Nationale Commentarren dimana pernah di tuliskan walaupun tanpa model sesen pun mingguan ini selalu terbit dan dibaca oleh pemimpin bangsa penjajah. Walaupun sarat dengan kritik terhadap penjajah namun korannya selalu di sukai mereka karena tulisannya memiliki gaya penulisan yang khas kritikan halus yang disajikan dengan gaya spesial Sam Ratulangi.

Dalam karirnya Sam Ratulangi pernah menjadi pemimpin organisasi, seperti yang dirilis dan di rangkum Sri Setyawati berikut ini:

"Dan, sebagai seorang yang aktif berpolitik, Sam pernah menjabat beberapa posisi penting dalam organisasi, seperti:

a. Ketua "Indische Vereeniging" di Amsterdam (1914 -- 1915). Ini adalah organisasi mahasiswa di Belanda, yang kemudian berubah menjadi "Perhimpunan Indonesia" dengan azas tujuan Kemerdekaan Bangsa Indonesia.

b. Ketua "Association d’Etudiants Asiatique" di Zurich (1915 -- 1916). Dalam organisasi ini tergabung mahasiswa-mahasiswa dari Korea, Jepang, Muangthai, India, Indonesia, dan negara-negara lain di Asia.

c. Ketua Partai Politik "Persatuan Minahasa", yang menjadi anggota dari federasi "GAPI" yang berhubungan erat dengan partai-partai politik nasional lainnya.

d. Ketua "Vereeniging van Indonesische Academici" (V.I.A), yakni Persatuan para Akademisi Indonesia, yang bertujuan untuk mempersatukan para sarjana dan kaum cendekiawan dari negara-negara di Asia Tenggara.

e. Sekretaris "Dewan Minahasa" (1924 -- 1928).

f. Anggota "Dewan Rakyat" (Volksraad en College van Gedelegerden), dengan pidato-pidatonya yang mengecam politik kolonial Belanda (1927 -- 1937).

g. Anggota "Nationale Fractie" dari Dewan Rakyat yang menuntut penghapusan segala perbedaan politik, ekonomi, dan intelektual.

h. Anggota redaksi surat kabar mingguan "Peninjauan" (1934).

i. Anggota pengurus "GAPI" (Gabungan Politik Indonesia), yang tujuan mempersatukan semua partai politik di Indonesia.

j. Direktur redaksi majalah politik "Nationale Commentaren" (1938 -- 1942).

k. Pendiri, sekaligus ketua, dari perkumpulan "Sumber Darah Rakyat" (SUDARA) (1944 -- 1945).

l. Pemimpin misi Sulawesi yang berangkat ke Jakarta pada bulan Agustus 1945 untuk turut menghadiri rapat-rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang sedang berlangsung di Jakarta, serta untuk menghadiri pengesahan dan pengumuman UUD 1945, dan Pendirian Negara Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945.

m. Tanggal 22 Agustus 1945, Sam diangkat menjadi Gubernur Selebes oleh Presiden Republik Indonesia Ir. Soekarno (1945 -- 1946).

n. Pelopor pengadaan Petisi kepada PBB yang ditandatangani oleh ratusan pemuka rakyat Sulawesi Selatan, untuk mempertahankan daerah Sulawesi sebagai bagian mutlak dari negara RI.

o. Pembentuk "Partai Kemerdekaan Irian" dari belakang layar yang diketuai oleh Silas Papare (1947).

p. Penasihat Pemerintah RI dan anggota delegasi RI dalam perundingan dengan Pemerintah Belanda (1948 -- 1949).

Sam juga banyak berkecimpung dalam organisasi sosial/ekonomi, misalnya guru STM di Yogyakarta (1919 -- 1922), direktur Maskapai Asuransi "Indonesia" di Bandung (1922 -- 1924), ketua penasihat perkumpulan buruh "Vereeniging van Onder - Officieren B bij de K. P. M. (VOOB) -- suatu organisasi calon nakhoda Indonesia yang bekerja pada Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM), ketua Studiebeurs "Minahasa", pengurus "Persatuan Perkumpulan Radio Ketimuran", ikut mendirikan "Serikat Penanaman Kelapa Indonesia" (1939), dan organisasi "Ibunda Irian" di belakang layar. Selain itu, dalam upaya mempersatukan seluruh Indonesia, Sam bersama Mr. I Gusti Ketut Puja, Ir. Pangeran Muhammad Noor, Dr. T.S.T. Diapari, W.S.T. Pondang, dan Sukardjo Wirjopranoto, mengeluarkan pernyataan yang dikenal dengan "Manifes Ratulangi" yang berisi seruan kepada para pemimpin Indonesia bagian Timur, untuk menentang setiap usaha yang bertujuan memisahkan Indonesia bagian Timur dari NKRI. Karena sikapnya yang sangat tegas dan vokal, Sam sering ditangkap oleh pemerintah Belanda dan diasingkan dari keluarganya. Namun, hal itu tidak menyurutkan semangat patriotik dalam dirinya. Sayangnya, perjuangannya harus berakhir karena adanya penyakit yang menyerang tubuhnya. Pada tanggal 30 Juni 1949, Sam meninggal dunia karena penyakitnya saat ia masih menjadi tawanan musuh. Ia dimakamkan di Tondano. Untuk menghargai jiwa nasionalismenya yang tinggi, namanya diabadikan sebagai nama bandar udara di Manado, Bandara Sam Ratulangi, dan Universitas Negeri di Sulawesi Utara, Universitas Sam Ratulangi.

Selain itu, Sam juga memperoleh beberapa penghargaan sebagai berikut.

- Bintang Maha Putera Tingkat I

- Tanda Penghormatan Satya Lencana Perintis Pergerakan Kemerdekaan

- Tanda Jasa Pahlawan

- Piagam Tanda Kehormatan Dewan Pers

- Piagam Untuk Para Keluarga Pahlawan

- Pahlawan Nasional"

Nah, sekilas informasi mengenai Sam Ratulangi diatas diharapkan akan memberikan gambaran betapa besar peranannya dalam ikut serta memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Tulisan ini bukan bermaksud mengkultus individukan Sam Ratulangi namun kiranya dapat memberikan motivasi bagi kita khususnya generasi muda generasi penerus perjuangan bangsa agar melanjutkan perjuangan di dalam membangun bangsa dan negara.

Saya pernah membaca sesuatu kalimat yang tertera di prasasti Sam Ratulangi di kota Tondano, tertulis begini: "Cita-citaku sampai ke puncak Gunung Klabat, sayang kakiku hanya sampai di Airmadidi".

Kalimat motivasi ini kiranya dapat dijadikan semangat membangun negeri, semangat membangun bangsa karena Sam Ratulangi menginginkan agar generasi kini dan nanti akan siap melanjutkan cita-cita bangsa menuju ke kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

Hari ini tanggal 30 Juni 2015 menjadi peringatan bagi kita kembali mengenang Sam Ratulangi, seseorang insan Indonesia yang pernah ada dan pernah mengabdikan dirinya bagi kemerdekaan bangsa sebagai tanda cintanya bahwa Indonesia harus merdeka, Endoneisia (dalam bahasa daerah: Ambillah dia...rebutlah dia dari genggaman penjajah).

Semoga bermanfaat dan Salam Kompasiana.

Manado, 30 Juni 2015.

Sumber: Bio-Kristi 102

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun