Mohon tunggu...
Johan Japardi
Johan Japardi Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Lulus S1 Farmasi FMIPA USU 1994, Apoteker USU 1995, sudah menerbitkan 3 buku terjemahan (semuanya via Gramedia): Power of Positive Doing, Road to a Happier Marriage, dan Mitos dan Legenda China.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Inkonsistensi Beberapa Bahasa

2 Juni 2021   01:53 Diperbarui: 2 Juni 2021   22:33 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
herschelian.files.wordpress.com

Otak Listrik.

Konten buku: 9 dari 10 Kata Bahasa Indonesia adalah Asing karya Alif Danya Munsyi, termasuk bab: Mengais-Ngais China di Sunda yang pernah saya koreksi dan saya beri keterangan tambahan dalam artikel: Koreksi dan Keterangan Tambahan atas "Mengais-ngais China di Sunda," dengan jelas menunjukkan sebuah karakteristik bahasa Indonesia, "borong semua."

Bukan hanya pengadopsian dan pengadaptasian istilah-istilah berbahasa asing, karakteristik serupa juga ditunjukkan oleh orang Indonesia, misalnya dalam penggunaan aplikasi untuk berkomunikasi:

Orang Indonesia: "Di negara kalian aplikasi apa yang paling umum digunakan?"
Orang asing 1: "Whatsapp."
Orang Indonesia: "Kalau di negara kalian?"
Orang asing 2: "WeChat dong, kan kami yang membuat aplikasinya."

Demikian seterusnya, dan orang asing yang berbeda memberikan jawaban yang berbeda pula. Sekarang giliran mereka secara serentak "menyerbu" teman mereka dari Indonesia dengan pertanyaan yang sama, yang dengan serta merta dijawab: "Kalau kami tidak mau 'gitu aja kok repot' dan membuat aplikasi yang hendak kami gunakan, kami gunakan saja semua aplikasi yang sudah kalian bikin."

Di balik semua cerita di atas, tersirat sebuah kerepotan yang luar biasa jika hendak melakukan pembinaan dan pembenahan bahasa Indonesia, tidak menggunakan istilah yang di luar konteks saja sudah merupakan upaya yang sangat besar.

Bahasa China dan Jepang
Orang China dan Jepang memiliki karakteristik adaptasi istilah yang tidak merepotkan seperti bahasa Indonesia. Orang Jepang sudah mengadopsi aksara China, Hanzi, menjadi Kanji, dan menciptakan aksara Katakana untuk mengadopsi bahasa-bahasa asing selain bahasa China.

Saya berikan dulu contoh Katakananya:
Personal computer menjadi paasonaru konpyuuta, disingkat menjadi pasokon.
Concentric plug menjadi konsento puragu, disingkat menjadi konsento.
Convenience store menjadi konbiniensusutoa, disingkat menjadi konbini, dsb.

Inkonsistensi timbul karena, misalnya, dalam bahasa Jepang tidak ada fonem e pepet, dan e bisa dijadikan aa, o, atau a seperti pada paasonaru konpyuuta, atau fonem m menjadi n pada konpyuuta.

Kerepotan adaptasi istilah asing ke dalam Hanzi, dan dengan demikian juga Kanji, jika Kanji melakukan adaptasi dengan cara yang sama:
Computer menjadi diannao (otak listrik atau otak elektronik).
Handphone menjadi shouji (alat tangan atau alat genggam), dsb.

Dengan cara adaptasi ini, semua istilah asing tidak perlu ditulis dalam bentuk kombinasi alfabet, namun menimbulkan kerepotan untuk membiasakan diri untuk memaknai gabungan kata, yang masing-masingnya dimaknai dengan jelas, otak adalah otak dan listrik adalah listrik. Inkonsistensi di sini terlihat dari kata "ji" yang bisa digunakan dalam beberapa kata yang berbeda makna: mesin, kesempatan, niat, pesawat (terbang), dll, sehingga gabungan katanya dengan kata lain harus diiringi dengan pemahaman "ji" dengan makna apa yang sedang digunakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun