Mohon tunggu...
Johan Japardi
Johan Japardi Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Lulus S1 Farmasi FMIPA USU 1994, Apoteker USU 1995, sudah menerbitkan 3 buku terjemahan (semuanya via Gramedia): Power of Positive Doing, Road to a Happier Marriage, dan Mitos dan Legenda China.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kilatan Gagasan Imajinatif

28 Mei 2021   02:12 Diperbarui: 28 Mei 2021   02:29 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kilatan.

Kita menggunakan setidaknya empat organ tubuh dalam berkomunikasi: mata, telinga, mulut, dan tangan. Mata untuk membaca, mata dan mulut untuk membaca dengan bersuara, telinga untuk mendengarkan, tangan untuk menulis atau mengetik atau berkomunikasi dengan bahasa isyarat, dan mulut untuk berbicara. Dalam komunikasi nonverbal, transfer informasi dilakukan melalui penggunaan bahasa tubuh, misalnya kontak mata, ekspresi wajah, atau gerakan tubuh.

Semua organ yang kita gunakan ini saling berinteraksi satu sama lain, buku ada yang menulis dan membacanya, percakapan ada yang secara secara bergiliran berbicara dan mendengarkan. Tentunya otaklah yang mengendalikan semua ini, dan di dalam pikiranlah "rasa" itu tersimpan.

Cara yang digunakan untuk mengumpulkan rasa dimulai dengan pembelajaran yang melibatkan empat organ di atas. Setelah membaca, rasa yang dimiliki dituangkan dalam bentuk kata-kata lisan maupun tulisan. Semakin banyak membaca, semakin banyak pula yang bisa dituliskan untuk tujuan dokumentasi maupun dibagikan kepada orang lain.

Setajam-tajamnya pikiran, masih lebih tajam (runcing) sebuah mata pensil yang tak diasah sekali pun.

Menulis mengandalkan daya ingat untuk memaparkan rasa menjadi karya. Rasa ini adalah tumpukan pengetahuan, pengalaman, dan pemikiran yang diperoleh dari pembelajaran dari buku atau media lain, dan dari membaca kehidupan itu sendiri.

Alam takambang jadi guru.

Dalam menulis diperlukan kemahiran mengolah rasa menjadi kata-kata yang tertib, komunikatif, menarik, dan bermanfaat bagi orang lain, setidaknya orang yang bisa mengapresiasi karya yang dihasilkan. Ini tidak menjadi masalah jika rasa yang kita paparkan itu sudah merupakan kebenaran yang disepakati umum: tentor kimia menulis tentang sebuah topik pembelajaran kimia siswa SMA, seorang siswa menulis tentang angklung sebagai pemenuhan PR dari gurunya, seorang wartawan menulis reportase sebuah peristiwa yang baru terjadi, seorang individu menulis diary dari pengalaman harian dia, dll.

Tidak menutup kemungkinan misalnya, seorang Apoteker seperti saya juga menulis tentang pembelajaran matematika, karena memang saya terus belajar dan mengamati tentang matematika, dan sering berdiskusi dengan Putri maupun murid-murid informal saya, dan mendokumentasikan semua semua kegiatan saya terkait pembelajaran matematika. Saya juga bisa menulis topik Kuliner dan Foodie karena saya juga seorang epikur dan chef.

Passion (untuk menulis) tidak bisa dibatasi oleh ijazah yang dimiliki seseorang.

Bagaimana dengan seorang penyair?
Saya sangat salut dengan talenta para penyair. Mereka adalah orang-orang terpilih untuk mengolah rasa dengan cara yang tidak dilakukan orang kebanyakan: Menggunakan kata sesedikit mungkin untuk menulis sebuah puisi.

Konsekuensinya? Saya berpendapat bahwa hanya penyair juga yang bisa lebih memahami syair yang disyairkan oleh rekan penyairnya, dan yang paling memahami puisi itu adalah.... penulisnya sendiri. Saya selalu menyarankan teman-teman saya yang penyair untuk memaklumi jika banyak orang yang tidak memahami atau salah memahami puisi mereka dan diri mereka. Saya pernah mengapresiasi puisi dari 2 rekan Kompasianer dan memposisikan diri saya yang bukan penyair sebagai seorang yang "coba-coba."

Saya sendiri baru pernah menulis hanya sebuah puisi dengan menuangkan apa yang saya namakan kilatan gagasan imajinatif. Ini bukan berarti bahwa setiap penyair harus menulis setiap puisi berdasarkan kilatan ini, tidak demikian. Saat seseorang bergairah untuk menulis, ada atau tidak ada kilatan, sebaiknya dia langsung menulis, dan sama halnya dengan membaca bukan dengan target tertentu, menulis juga jangan sampai dengan menggunakan target, sehari saya harus menulis sekian tulisan.

Saya pribadi melihat "kejar target" inilah yang membuka kemungkinan menulis dengan, maaf, seenak udel, tidak logis, tidak bermanfaat, dan mencemari tulisan berkualitas dan bermanfaat tinggi yang sudah pernah ditulis sebelumnya, yang bukan omong kosong belaka.

Tak bisa dipungkiri, ada juga faktor eksternal yang diperlukan seorang penulis ketika sedang menulis, misalnya ketenangan dan kenyamanan lingkungan. Lihatlah bagaimana seorang Kho Ping Hoo yang memilih untuk mengasingkan diri ke lereng Gunung Lawu untuk menulis cersil.

Ada kebiasaan unik saya, jika saya mulai membaca sebuah tulisan karya siapa pun, dan menemukan daya tarik di dalam tulisan itu, maka saya akan membaca tulisan lain dari  penulis yang sama.

Anda tidak pernah punya kesempatan kedua untuk menciptakan kesan pertama.

Janganlah berpikiran negatif kepada para penyair, yang oleh sebagian orang dicap misalnya: "enak banget, menulis tanpa harus memenuhi persyaratan (target) minimum jumlah kata." Justru semakin minim kata seorang penyair mengindikasikan kemampuannya mewakilkan rasa kepada kata, semakin minim, semakin miriplah kata itu dengan selembar foto (seribu makna).

Catatan:
Ada alasan yang kuat kenapa salah sebuah julukan Raden Mas Ngabehi Sosrokartono adalah "Mandor Alif": kemampuan beliau menempatkan hanya sebuah aksara pada posisi yang selayaknya dan dengan demikian menunjukkan dampaknya yang sangat dahsyat.

Jonggol, 28 Mei 2021

Johan Japardi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun