Mohon tunggu...
Johan Japardi
Johan Japardi Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Lulus S1 Farmasi FMIPA USU 1994, Apoteker USU 1995, sudah menerbitkan 3 buku terjemahan (semuanya via Gramedia): Power of Positive Doing, Road to a Happier Marriage, dan Mitos dan Legenda China.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Walau Anak Tidak Logis, Jangan Marahi Jika Bukan Anak Sendiri

22 April 2021   18:15 Diperbarui: 2 Mei 2021   08:04 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tegoran (beda tegur dengan tegor lihat artikel saya: Joli-joli Kurban-Korban, dan Tegur-tegor), atau bahkan kemarahan seorang orangtua kepada anak pasti didasari niat baik agar anak tersebut sadar, apalagi kalau si anak melakukan sesuatu yang tidak logis. Namun, orangtua perlu belajar, berhati-hati, menyadari dan semakin bersabar dalam menyampaikan tegoran/kemarahan tersebut, karena menurut Ivan George Bunell, sudah saya introduksi pada halaman 2 artikel: Post-Truth vs Paradigma Kuwalik Prof Wir, Mana yang Lebih Tepat?, kata marah (“mad”) sama persis bentuknya dengan gila (“mad” juga). Kemarahan pasti dipersepsikan sebagai kegilaan oleh orang yang dimarahi.

Jadi pada zaman now ini, lebih berhati-hatilah jika hendak menegor seorang anak, kendati pun anak itu masih kerabat. Lebih baik wuwei (tidak mencampuri urusan) ketimbang menambah masalah.

Pernah ada kejadian seorang anak yang ditegor pamannya. Dia dan kedua adiknya sedang berada di Kuala Lumpur bersama ibunya yang berencana melakukan medical checkup. Sang paman dimanfaatkan mendampingi mereka atas biaya sendiri, bakkan menanggung uang saku ketiga anak ini dan membayar pajak pelabuhan ketika pulang ke Indonesia.

Sampai di sana, bukannya ibunya yang medical checkup, tapi malah anaknya yang sport medical checkup (keren) dan menghabiskan uang bekal ibunya. Ini bukan hanya tidak logis, ini aneh.

Selesai checkup di Kuala Lumpur, mereka menuju ke sebuah hotel di Port Klang. Si paman mulai kesal karena dia berencana jalan-jalan ke Little India, tetapi tanpa bertanya, keponakan sulungnya dengan banyak gaya malah membooking daring sebuah hotel yang bukan hanya jauh dari Little India, tapi juga jauh dari pelabuhan, dari mana mereka akan pulang keesokan harinya. Sang paman terpaksa mengeluarkan ongkos taksi yang jauh lebih banyak dari hotel ke Little India pp., yang sebenarnya tidak perlu demikian jika anak ini mau berkonsultasi lebih dulu dengan pamannya mengenai hotel mana yang sebaiknya dibooking.

Kekesalan bertambah ketika ketiga anak itu mengatakan capek, mau istirahat di hotel dan tidak mau ikut ke Little India. Tahu begitu mendingan mereka dibiarkan sendiri saja naik taksi ke hotel tersebut.

Sepulangnya ke Indonesia, si paman yang kesal itu mendapat teguran kasar dari ibu anak-anak itu. “Kamu nggak bisa mengendalikan diri dan mutung? di depan anak-anak.”

Pelajaran berharga yang bisa dipetik adalah seperti diuraikan di atas, ditambah dengan “Kalau mau menegor, tegorlahlah anak sendiri, jelaskan kenapa kita marah.”Jangan pula marah dengan didasari kemarahan.

Jonggol, 22 April 2021

Johan Japardi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun