Mohon tunggu...
Johan Japardi
Johan Japardi Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah, epikur, saintis, pemerhati bahasa, poliglot, pengelana, dsb.

Lulus S1 Farmasi FMIPA USU 1994, Apoteker USU 1995, sudah menerbitkan 3 buku terjemahan (semuanya via Gramedia): Power of Positive Doing, Road to a Happier Marriage, dan Mitos dan Legenda China.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Surat Terbuka ke-2 untuk KBBI: Konsonan Rangkap Dua

17 April 2021   03:20 Diperbarui: 27 April 2021   07:45 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yang Mulia KBBI,

Menyusul surat terbuka saya 12 April 2021, saya ingin menyampaikan lebih banyak hal lagi.

Sedikit tambahan tentang "oto" dan "auto" dalam bahasa Inggris yang Anda adaptasi menjadi "oto" saja, Anda juga menyamakan adaptasi ini dengan kata asal yang di depannya ada "autho," sehingga juga menjadi "oto,"  contoh: authority menjadi otoritas.

Di sini saya mau bertanya, apakah tidak perlu membedakan di antara "ot", "aut," dan "auth" sehingga semuanya menjadi "ot"? Bukankah ini berpotensi menimbulkan masalah (yang saya namakan adu kebo)?

Jika kita simak, "o" pada kata ototoxic adalah entitas tersendiri yang membentuk suku kata pertama, demikian juga "au" pada automatic," mestinya jangan dilebur menjadi "o" saja. Selanjutnya "th" pada authority adalah entitas berkonsonan rangkap dua yang menjadi bagian dari "tho," suku kata kedua pada kata tersebut.

Dengan mengubah authority menjadi otoritas, Anda sudah sekaligus melakukan 2 kali penghilangan fonem, yakni pada suku kata pertama dan kedua, sedangkan semua entitas ini dibedakan dalam bahasa Inggris.

Dalam bahasa Jawa, kita memiliki fonem cakra (contoh: "r" dalam kata cakra itu sendiri, yang disisipkan di antara konsonan dan vokal sehingga konsonannya menjadi rangkap 2) dan hasil pengamatan saya menunjukkan bahwa cakra ini lazim digunakan dalam bahasa Indonesia.

Jika alasan Anda melebur entitas yang saya sebutkan di atas, mengapa Anda tidak melebur juga entitas bentukan dari cakra yang lebih sulit diucapkan itu ("kr" pada "cakra," apakah alasannya karena faktor kebiasaan?, atau karena lebih sulit menghilangkan salah satu konsonannya? Jika demikian, sudah saatnyalah, untuk hal selain cakra, Anda membuat kebiasaan baru, toh kita semua ikuti kok, ketika Anda mengubah kebiasaan mengucapkan "apotik" menjadi "apotek."

Saya sarankan, buatlah kesepakatan di antara semua bidan Anda, dan tertibkanlah pembakuan kata dengan kaidah yang jelas dan konsisten, dengan memasukkan 2 pertimbangan sebagai berikut:

1. Tetapkan kaidah dasar, jangan buat pengecualian seperti kebiasaan Anda selama ini, meletakkan pengecualian di atas kaidah dasar.

Banyak contoh yang hendak saya sampaikan tetapi tidak mungkin sekaligus dalam satu layangan surat, dan kali ini saya batasi pada konsonan rangkap seperti pada judul saja, yang sudah pernah saya bahasa sedikit dalam artikel saya, Mengulik Kata "Cina" yang Salah Kaprah (Seharusnya: "China").

Anda sendiri jugalah yang membuat kaidah dasar bahwa dalam adaptasi istilah asing, yang diprioritaskan adalah bahasa Inggris, kenapa Anda masih memakai istilah "Tionghoa"? Dan Konfusius masih Khonghucu? Faktor kebiasaan lagikah?

*Khonghucu juga keliru, seharusnya Kong Hucu (Mandarin: Kong Fuzi), Kong adalah marga. Dan Anda menggunakan istilah Konfusianisme untuk ajaran Konfusius.

Ini sebuah artikel lain, yang berdampak bagi para saintis, utamanya Apoteker dan kimiawan: ph, f, dan v: Diskusi Bahasa dengan Putriku yang Mulai Jadi Pemerhati, serta beberapa artikel terkait lainnya yang bisa diakses dari: Kompasiana Johan Japardi.

2. Untuk istilah non-bahasa, carilah dan buatlah kesepakatan dengan pakar yang kompeten dalam bidang masing-masing sekaligus pemerhati dan pengguna bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Sekarang saya berikan contoh konsonan rangkap dua lainnya:

acupuncture menjadi akupunktur (saya tidak setuju jika dijadikan akupungtur, k dan g jelas berbeda). Cukuplah function dijadikan fungsi, walaupun yang lebih tepat adalah funksi. Saya pernah melakukan kekeliruan dengan menyangka bahwa "c" pada acupuncture adalah rangkap 2.
accumulator menjadi akumulator, kecuali singkatannya: akku karena rancu dengan aku, malahan menjadi aki.

Pertanyaannya:

Dari contoh ini, bagaimana cara menguraikan kata: akumulator, apakah a-kumulator, atau ak-umulator?

aphrodisiac menjadi afrodisiak.
aflatoxin menjadi aflatoksin

affinity menjadi afinitas.
effective menjadi efektif.

Di sini saya hanya mau menunjukkan kata bentukan yang konsonannya dihilangkan satu dan yang tidak dihilangkan karena tidak bisa dihilangkan.

Tentang cakra, misalnya pada kata "proses," Anda membuat kaidah bahwa bentukannya harus ditulis: memproses, bukan memroses, dengan alasan (pengecualian?)  karena proses mengandung konsonan rangkap 2, "pr." Ini cakra.

Yang menarik dari contoh di atas, dalam bahasa Indonesia sendiri kita memiliki konsonan rangkap dua, "ks" sebagai padanan "x," kok malah konsonan rangkap 2 dalam bahasa Inggris dijadikan tunggal?

Menurut saya penggunaan pengecualian yang semakin lama semakin banyak ini hanya akan mempersulit Anda dalam mengembangkan dan membina kata berbahasa Indonesia.

Bahkan dalam membuat pengecualian pun Anda tidak konsisten, Anda membedakan kata "mengaji" dengan "mengkaji" yang sama-sama berkata dasar "kaji." 

Alasannya bisa diterima karena faktor kebiasaan dan "mengaji" dikhususkan untuk kitab suci Al-Quran, tetapi mengapa Anda mengubah "shalat" yang juga digunakan khusus itu, dan menjadikannya "salat" yang rancu dengan "salat" (Inggris: salad) seperti pada salat Solo, yang harus diganti lagi menjadi "selat" dan pada gilirannya rancu dengan "selat" (Inggris: strait)?, sehingga jika kita terjemahkan balik "salat" ke dalam bahasa Inggris, hasilnya menjadi prayer (shalat) sekaligus salad (salat)? Ramadhan juga sudah Anda ganti menjadi Ramadan. Bukankah bunyi "sh" berbeda dengan "s" dan "dh" berbeda dengan "d."*

Sungguh gonjang-ganjing.

Jonggol, 17 April 2021

Johan Japardi

Addendum pascatayang:
Kelihatannya ini pekerjaan yang tak ada juntrungannya, dan lama-lama Iduladha pun diganti menjadi Idulada. Atau jangan-jangan sudah demikian?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun