Di keheningan malam, ketika jarum jam telah lama menyerah pada kantuk dan cicak di dinding pun sudah malas berbunyi, sesosok bayangan berjingkat menuju satu-satunya sumber pencerahan di dapur.
Ini bukan perjalanan mencari ilham, melainkan misi suci yang dipicu oleh panggilan alamiah perut.
Pintu kulkas terbuka perlahan, dan 'taraaaa!' seberkas cahaya surgawi menerangi wajahnya yang penuh tekad. Lampu itu menyorot langsung ke sasaran utama: sisa martabak semalam yang tergeletak pasrah di atas piring, seolah berkata, "Aku menunggumu."
Sejenak ia ragu. Terdengar bisikan-bisikan dari ahli gizi dan artikel kesehatan di kepalanya. "Makan tengah malam itu tidak baik," kata mereka. "Nanti gemuk," ancam mereka.
Namun, sebuah pertanyaan filosofis yang agung tiba-tiba melintas di benaknya, membantah semua keraguan itu.
"Kalau tidak boleh makan tengah malam, kenapa kulkas ada lampunya?"
Aha! Itu bukan sekadar lampu, itu adalah restu! Sebuah lampu hijau dari semesta (dan dari para insinyur pabrik kulkas) untuk melanjutkan misi mulia ini.
Dengan keyakinan yang diperbarui dan logika yang tak terbantahkan, tangannya meraih potongan terakhir itu.
Misi berhasil. Perut damai. Logika menang. Misteri lampu kulkas pun terpecahkan malam itu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI