Mohon tunggu...
JOE HOO GI
JOE HOO GI Mohon Tunggu... Penulis - We Do What We Want Because We Can

Author Blogger, Video Creator, Web Developer, Software Engineer, and Social Media Manager in Jogjakarta, Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengenal Keistimewaan Jogja dari Sarkem Sampai Bong Suwung

31 Juli 2018   03:52 Diperbarui: 5 Februari 2020   05:06 2502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tanyakan kepada siapa saja yang pernah singgah lama di wilayah Jogjakarta pasti mengenal dan mengetahui dua tempat bertetanggaan yang berada di pusat jantung kota Jogjakarta, Pasar Kembang (Sarkem) dan Bong Suwung (khusus mengenai nuansa kehidupan di Bong Suwung pernah saya tulis secara singkat di blog ini dalam judul Bong Suwung Di Malam Hari). Bahkan tidak berlebihan jika saya menyatakan siapa saja yang pernah menjadi mahasiswa in de kost di salah satu Perguruan Tinggi di Jogjakarta pasti tidak merasa asing dengan dua wilayah ini.

Siapa saja yang mendengar kata Sarkem dan Bong Suwung, pasti denotasi yang terlintas di pikiran masyarakat Jogjakarta adalah dua nama tempat bertetanggaan prostitusi tertua di Indonesia atau dua nama lokalisasi bertetanggaan yang dari tahun 1818 hingga sampai dengan tahun 2018 masih tetap exist dan survive yang letaknya berada di tengah pusat kota Jogjakarta.

Secara administratif, Sarkem berada di Kecamatan Gedongtengen, Kelurahan Sosromenduran dan RW Sosrowijayan Kulon. Location map Sarkem berada di sekitar 400 meter sisi arah barat jalan Malioboro atau di sebelah selatan Stasiun Tugu Jogjakarta. Sedangkan Bong Suwung berada di Kecamatan Jetis, kelurahan Bumijo dan di antara dua perbatasan Jlagran dan Badran. Location map Bong Suwung berada tepat di belakang atau dari arah barat Stasiun Tugu Jogjakarta. 

Kecuali Bong Suwung, istilah nama Sarkem dikenal pada tahun 1970-an. Sarkem sebelumnya dikenal dengan nama Balokan. Konon di sebelah selatan Stasiun Tugu dulunya adalah tempat penumpukan balok-balok kayu jati untuk bantalan rel kereta api. Tapi ketika malam menjelang, tempat di sekitar penumpukan balok-balok kayu jati itu menjadi tempat mangkalnya kaum perempuan lacur yang menjajakan tubuhnya untuk kepentingan birahi kaum lelaki. Tempat prostitusi itu kemudian dikenal dengan nama Balokan. 

Dengan perkembangan waktu atau tepatnya pada tahun 1970-an, setelah tempat Balokan tidak dijadikan tempat penumpukan balok-balok kayu jati untuk bantaran rel kereta api tapi telah berubah menjadi pasar kios yang menjajakan aneka macam bunga, maka dengan seiringnya waktu masyarakat tidak lagi menyebut tempat ini dengan sebutan Balokan, melainkan berubah sebutan namanya menjadi Pasar Kembang (Sarkem) hingga sampai sekarang. Uniknya lagi meskipun Sarkem sudah menjadi nama jalan, tapi kenyataannya tempat ini sudah tidak ada lagi pasar kios yang menjajakan aneka macam bunga. Pasar kios yang menjajakan aneka macam bunga justru telah berpindah di jalan Ahmad Jazuli, Kotabaru. 

Tapi belakangan pada satu dasawarsa ini, kata Sarkem oleh sebagian orang telah diubah namanya dengan sebutan Gang Flamboyan. Alasannya, karena penyebutan kata Sarkem sudah merata dipahami banyak orang dan memiliki denotasi pemahaman image yang jelek terhadap setiap orang yang mendengarnya. Menurut saya, apa pun perubahan dalam penyebutan Sarkem menjadi Gang Flamboyan, kalau ujung-ujungnya tetap menunjukkan suatu tempat prostitusi, maka ending pada denotasi image -nya tetaplah memiliki kandungan makna yang sama.

Konon lokalisasi Sarkem dan Bong Suwung memang memiliki kandungan nilai historis yang tidak dapat dipisahkan dari khazanah sejarah peradaban masyarakat dan kebudayaan kota Jogjakarta. Lokalisasi Sarkem dan Bong Suwung sudah ada sejak 200 tahun yang lalu pada abad 16 atau lebih tepatnya sejak tahun 1818 Masehi ketika Nagari Kasultanan Ngayogyokarto Hadiningrat masih dalam pendudukan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Ketika itu oleh Pemerintah Hindia Belanda, Sarkem hingga Bong Suwung dijadikan sebagai tempat hiburan malam untuk para buruh pembangunan rel kereta api. Konon dulunya Sarkem juga merupakan lokasi pembuangan dan penampungan para selir Kraton.

Meskipun Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X menolak menjadikan Sarkem dan Bong Suwung sebagai kawasan wisata seks, dan bahkan walikota Jogjakarta pada tanggal 2 Maret 1976 sudah mengeluarkan intruksi larangan praktek prostitusi untuk wilayah Sarkem dan Bong Suwung tetapi realitasnya yang terjadi sampai sekarang betapa Sarkem dan Bong Suwung tetap menjadi kawasan wisatawan mancanegara yang terus melegenda. Boleh jadi kawasan Sarkem dan Bong suwung merupakan salah satu tempat wisata favorit selama berwisata ke Jogjakarta. Bahkan lokalisasi Sarkem dan Bong Suwung memiliki andil yang sangat signifikan bagi dunia pariwisata. Memisahkan Sarkem dan Bong Suwung dari Jogjakarta sama saja memisahkan Jogjakarta dari dunia pariwisatanya.

Dengan seiringnya perkembangan waktu pasca Reformasi yang berimbas dengan semaraknya Peraturan Daerah yang berkaitan dengan penertiban lokalisasi di berbagai tempat di Indonesia, seperti penutupan lokalisasi Kalijodo di Jakarta, penutupan lokalisasi Dolly di Surabaya dan sebagainya, apakah nantinya juga akan berimbas kepada penutupan lokalisasi Sarkem dan Bong Suwung?  Jika saya disuruh untuk menjawabnya, maka saya tidak yakin kalau Sarkem dan Bong Suwung dapat terhapus dari tourist map Jogjakarta, kecuali Jogjakarta tidak lagi bagian dari Daerah Istimewa.   

Salam,

Joe Hoo Gi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun